ABOUT ISLAM

Sabtu, 28 Maret 2009

VERY DIFFICULT TIME

In the name of God (Allah subhanahu wa ta'ala), the Most Compassionate, and the Most Merciful. Assallamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, that is equivalent in English, "greetings of peace". We are going through some very difficult time, when west relations with moslems have polarized.
Continously devastating condition of Palestinians, who have tyrant and unjust authoritizing by Israel. USA invations on Afghanistan (2002) and Iraq (2003), had destruction and killings of several hundred thousand people of Afghanistan and Iraq. Evil treatment of prisoners by USA military (Abu Ghraib in Iraq, and Guantanamo in Cuba region) are some of the major factors which have turned our world into a lawless, and unjust global village.
I hope we will be a step to undo the stereotypes, and help inspire a constructive and sincere interaction.
Moslems have a Holy Book called, "The Holy Qur'an". For moslems, The Holy Qur'an is the words of God. The Holy Qur'an consist of 114 chapters of varying length. Each chapter is made up of single or multiple revelations. Chapter names are based on a word that appears in the chapter itself. The interpretation of the verses, must be use historic context, events that moslems were facing at that time, and the Sunnah matter.
Sunnah refers to the sayings, approvals, and disapprovals of the Prophet Muhammad. These are compiled in separate books, known as Hadith Books. Unlike The Holy Qur'an which was compiled by Prophet Muhammad himself, the Hadith Books were compiled after the death of the Prophet Muhammad.
The first and the foremost basic right, is the right to live and respect human life. The Holy Qur'an lays down: First, "Whoseover kills a human being without (any reason like) man slaughter, or corruption on earth, it is as though he had killed mankind..." (5:32). Second, "Do not kill a soul which Allah has made sacred, except through the due process of law..." (6:151). Third, "Do not let your hatred of a people incite you to aggression ..." (5:2). Fourth, "And do not let ill will towards any folk incite you, so that you swerve from dealing justly. Be just, that is nearest to heedfulness" (5:8).

Jumat, 27 Maret 2009

MUSIBAH SITU GINTUNG

Jum'at 27 Maret 2009, setelah adzan Subuh, Waduk Situ Gintung (di Tangerang, Banten) yang menampung jutaan kubik air, jebol di salah satu sisinya. Akibatnya, banjir bandang menerjang daerah sekitar waduk. Banyak warga masyarakat yang berhasil selamat dari musibah ini, namun 65 (enam puluh lima) orang lainnya tewas, dan ratusan orang luka-luka. Inilah "Musibah Situ Gintung".
Dalam perspektif keilmuan, ada konsepsi yang disebut: (1) monitoring, (2) controlling, (3) evaluasi, (4) probabilitas, dan (5) prospektif. Nampaknya, dalam kasus Musibah Situ Gintung kelima konsepsi tersebut kurang mendapat perhatian dan penerapan yang memadai dari para pemimpin, atau penanggung-jawab lokasi. Pertama, karena monitoring tidak memadai, maka tak terdeteksi adanya peluang musibah. Kedua, karena controlling tidak memadai, maka tak dapat dilakukan suatu tindak pencegahan terhadap musibah yang berpeluang terjadi. Ketiga, karena evaluasi tidak memadai, maka tak disiapkan respon komprehensif untuk mencegah terjadinya musibah. Keempat, karena kurang difahaminya konsep probabilitas, maka tak ada kemampuan untuk mengenali kemungkinan buruk yang dapat terjadi. Kelima, karena kurang difahaminya konsep prospektif, maka tak ada kemampuan untuk merancang sebuah kegiatan yang dapat menguatkan konstruksi Waduk Situ Gintung, untuk mencegah terjadinya musibah.
Para pemimpin atau para penanggung-jawab lokasi yang mengabaikan konsepsi keilmuan, dalam perspektif Islam seringkali dikenali sebagai sosok, yang mengubah rahmat menjadi musibah. Bukankah air hujan adalah rahmat dari Allah SWT (lihat QS.22:63), namun di tangan para pemimpin atau penanggung-jawab lokasi yang tidak cerdas (tidak fathonah), tidak dapat dipercaya (tidak amanah), tidak jujur atau tidak obyektif (tidak shiddiq), dan tidak informatif (tidak tabligh), maka rahmat Allah SWT (yaitu air hujan) akan berubah menjadi musibah (yaitu banjir atau banjir bandang).
Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan rahmatan lil'alamiin (manfaat optimal bagi alam semesta), sudah selayaknya para pemimipin atau para penanggung-jawab lokasi melakukan introspeksi diri, dan memperbaiki kualitas diri. Sudah saatnya pula para pemimpin atau para penanggung-jawab lokasi berupaya sungguh-sungguh agar memiliki kualitas diri, yang FAST (Fathonah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh). InsyaAllah mendapat ridhaNya.

Minggu, 22 Maret 2009

SUNNAH MATTER

Prophet Muhammad is a direct descendant of Ishmael, the first son of Abraham (peace be on all prophets). Muhammad was born in Makkah in 570 CE. By the time Muhammad was twenty five, he had become well known in the city, for the integrity of his disposition, and the honesty of his character. He became known as the trustworthy, and the truthful.
Prophet Muhammad was 40 years old, when he was visited by angel Gabriel (peace be on him), received his first message from God (Allah). These visits continued for the next 23 years until his death. All of the message thus received were put together by the Prophet Muhammad in a book called the Holy Qur'an. For moslems, the Holy Qur'an is the word of God (Allah). In the interpretation of the verses, must be use historic context, events that moslems were facing at that time, and the Sunnah matter.
Sunnah refers to the sayings, approvals, and disapprovals of the Prophet Muhammad. These are compiled in separate books, known as Hadith Books. Unlike the Holy Qur'an which was compiled by Prophet Muhammad himself, the Hadith Books were compiled after the death of the Prophet Muhammad.

Senin, 16 Maret 2009

MUSLIM 9 APRIL 2009

Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh dalam menjalankan Rukun Iman, yaitu beriman kepada Allah SWT, Malaikat, Rasulullah, Kitab Suci, Hari Akhir (Kiamat), dan Takdir dari Allah SWT.
Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh dalam melaksanakan Rukun Islam, yaitu Syahadat, Shalat, Puasa di Bulan Ramadhan, Zakat, dan Haji bagi yang mampu.
Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh mengupayakan agar hidupnya selalu berada dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak).
Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh mengupayakan agar pemikiran, sikap, dan perilakunya selalu FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqamah, Ikhlas, dan Ridha).
Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh mengupayakan agar ia dapat berperan sebagai MUASiR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Asabiquunal awaluun, Sirajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin).
Setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh mengupayakan agar ia dapat memberi kontribusi dalam membangun peradaban yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori).
Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh mengupayakan agar dalam Pemilihan Umum tanggal 9 April 2009, ia hanya memilih partai politik dan/atau calon legislatif yang membela dan memperjuangkan tegaknya nilai-nilai Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semoga Allah SWT berkenan meridhai...

Kamis, 12 Maret 2009

THE HOLY QUR'AN

Prophet Muhammad was 40 years old, when he was visited by angel Gabriel (peace be on him), received his first message from God. These visits continued for the next 23 years until his death. All of the message thus received were put together by the Prophet Muhammad in a book called The Holy Qur'an.
For moslems, the Holy Qur'an is the word of God. The Holy Qur'an consist of 114 chapters of varying length. Each chapter is made up of single or multiple revelations. Chapter names are based on a word that appears in the chapter itself. In the interpretation of the verses, historic sontext, events that moslems were facing at that time, and the Sunnah matter.

Senin, 09 Maret 2009

KEABSAHAN PERNIKAHAN

Akhir-akhir ini beberapa stasiun televisi ramai memberitakan tentang pernikahan. Oleh karena tidak serius memahami nilai-nilai Islam, maka beberapa stasiun televisi mewacanakan, bahwa keabsahan pernikahan terletak pada persetujuan negara (pemerintah) atau orang banyak (masyarakat).
Sesungguhnya tidaklah demikian. Dalam perspektif Islam (berdasarkan nilai-nilai Islam) keabsahan atau sahnya sebuah pernikahan tidaklah ditentukan oleh negara, pemerintah, atau masyarakat. Sahnya sebuah pernikahan ditentukan oleh Allah SWT, yang ukurannya adalah ketentuan-ketentuan dalam Al Qur'an dan Al Hadist.
Oleh karena itu, apabila negara, pemerintah, atau masyarakat mengatakan bahwa sebuah pernikahan tidak sah, tetapi Allah SWT menyatakan pernikahan tersebut sah, maka sah-lah pernikahan itu. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, peran negara atau pemerintah dalam pernikahan hanyalah sebagai lembaga (institusi) pencatat, atau pengadministrasian sebuah pernikahan, yang dibuktikan dengan Akta Nikah. Sementara itu, dalam konteks sosial, peran masyarakat hanyalah sebagai penggembira dan sasaran pengumuman, bahwa telah terjadi pernikahan.
Pemhaman ini perlu dibangun, untuk meluruskan pemahaman yang sudah mengarah pada upaya mempertuhankan negara, pemerintah, atau masyarakat. Negara dan pemerintah dihormati sebagai lembaga pelaksana kontrak sosial, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 , maka penyelenggara negara, atau pemerintah wajib mendorong masyarakat untuk bertaqwa kepada Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa), termasuk dalam hal pernikahan.
Dengan kata lain, masyarakat didorong untuk mengerti bahwa yang mengesahkan suatu pernikahan adalah Allah SWT. Pernikahan yang disahkan oleh Allah SWT adalah pernikahan yang memenuhi hukum dan rukun nikah, sebagaimana disebut dalam Al Qur'an dan Al Hadist.
Hukum nikah, dapat dilihat pada QS.4:3, dan QS.24:32, serta Hadist Rasulullah Muhammad SAW yang menyatakan, "Hai para pemuda, barangsiapa di antara kalian sanggup menikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menahan pandangan, dan lebih menjaga kemaluan" (Muttafaq Alaih).
Sementara itu, rukun nikah atau syarat sah sebuah pernikahan ada empat, yaitu: Pertama, adanya wali, yaitu ayah kandung wanita, atau yang mewakili (penerima wasiat, atau kerabat dekat); Kedua, adanya dua orang saksi; Ketiga, adanya shighat akad nikah, yaitu ucapan calon suami, atau yang mewakili, "Nikahkan aku dengan anak putrimu yang bernama ...," dan ucapan wali, "Aku nikahkan engkau dengan anak putriku yang bernama ....", yang kemudian dibalas oleh calon suami, atau yang mewakili, "Aku terima pernikahan anak putrimu denganku." Keempat, adanya mahar, yaitu suatu pemberian calon suami kepada calon istri.
Berdasarkan rukun nikah tersebut, maka tidak ada ketentuan mengenai umur calon suami dan calon istri. Oleh karena itu, tingkat kepatutan suatu masyarakatlah yang menjadi instrumen penentu mengenai umur calon suami atau calon istri. Kondisi ini bersifat relatif, atau berbeda-beda pada tiap-tiap kelompok masyarakat. Bagi masyarakat Arab di abad ke-6, wanita yang berusia 9 tahun sudah layak menikah. Sementara itu, bagi masyarakat di Pulau Jawa pada tahun 1940-an, wanita yang berusia 15 tahun sudah layak menikah. Sedangkan bagi masyarakat di Indonesia pada umumnya di era sekarang, wanita yang berusia 18 tahun sudah layak menikah. Inilah konstruksi sosial yang dibangun masyarakat. Konstruksi sosial semacam ini tidak akan pernah menggugurkan nilai-nilai transendental yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia. Artinya konstruksi sosial masyarakat, tidak akan pernah menjadi penentu keabsahan suatu pernikahan. Sesuatu yang dihalalkan Allah SWT, tidaklah akan dapat diharamkan oleh manusia.
Hal ini menunjukkan, adalah berlebih-lebihan bila keabsahan pernikahan diambil-alih oleh negara, pemerintah, atau masyarakat. Sudah selayaknya pihak-pihak yang berupaya melakukan ini mengerti, bahwa kebenaran Allah SWT bersifat mutlak, hanya kebenaran manusialah yang bersifat relatif. Selain itu, upaya untuk mengkritisi hukum dan rukun nikah yang tertuang dalam Al Qur'an dan Al hadist merupakan perbuatan tercela, karena kecerdasan Allah SWT tak akan tertandingi oleh kecerdasan siapapun, baik individual maupun kolektif.

Sabtu, 07 Maret 2009

HARMONI SOSIAL BERBASIS KETUHANAN

Suatu masyarakat akan berada dalam ketertiban, ketentraman, dan kenyamanan, bila berhasil membangun harmoni sosial. Banyak hal yang berkaitan dengan harmoni sosial, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan. Dalam aspek ekonomi, harmoni sosial akan terwujud bila ada distribusi kekayaan yang adil.
Pengertian adil dalam hal ini, bukanlah berarti sama rata, sama rasa, sama ukuran, dan sama format. Pengertian adil dalam konteks aspek ekonomi pada harmoni sosial, adalah tercapainya keadilan kontributif setelah adanya keadilan distributif.
Keadilan distributif tercapai, ketika setiap anggota masyarakat memperoleh kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Sementara itu, keadilan kontributif tercapai, ketika setiap anggota masyarakat yang telah memperoleh kebutuhan dasarnya, mendapat kesempatan untuk memberi kontribusi optimal bagi kemajuan masyarakat secara keseluruhan.
Untuk memicu adanya keadilan distributif, Allah SWT berfirman dalam QS.2:43, "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, serta rukulah (shalat berjamaahlah) bersama orang-orang yang ruku (shalat berjamaah)."
Allah SWT juga berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka mendapatkan pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak ada kesedihan bagi mereka" (QS.2:227).
Dalam QS.2:43 dan QS.2:227 Allah SWT telah memberikan suatu formula aksi dalam mewujudkan keadilan distributif, yang akan memberi peluang bagi diwujudkannya keadilan kontributif. Formula yang diberikan oleh Allah SWT adalah zakat. Dengan demikian zakat merupakan formula bagi pencapaian harmoni sosial dengan berbasiskan kepada Ketuhanan, yaitu sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT.

Selasa, 03 Maret 2009

PROPHET MUHAMMAD

Prophet Muhammad is a direct descendant of Ishmael, the first son of Abraham (peace be on all prophets). Muhammad was born in Makkah in 570 CE.
Kaaba is a small cubical house in Makkah, first built by Prophet Abraham and Ishmael. It is the place where Abraham had left baby Ishmael and his mother Hager, by the command of God. It is the house towards which all muslims face in prayers. It is also the house visited by millions of muslims during Hajj (yearly pilgrimage), and other times.
By the time Muhammad was twenty five, he had become well known in the city (Makkah) for the integrity of his disposition and the honesty of his character. He became known as the trustworthy, and the truthful.

Minggu, 01 Maret 2009

WANITA BERKELIARAN

Ada duabelas asumsi negatif, yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena wanita berkeliaran di luar rumah.
Pertama, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka gemar meninggalkan rumah untuk suatu urusan, yang sesungguhnya bukan tugas utamanya dalam konstelasi kehidupan.
Kedua, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka merasa, bahwa menjadi wanita karier lebih mulia daripada menjadi ibu rumah tangga.
Ketiga, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka mengutamakan dirinya sebagai pengumpul rupiah (dollar) daripada sebagai ibu yang menjaga proses regenerasi umat manusia.
Keempat, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka lebih senang meneladani tingkah polah artis Hollywood (Amerika Serikat), Bollywood (India), Eurowood (Eropa), dan Indowood (Indonesia) daripada meneladani keanggunan istri-istri Rasulullah Muhammad SAW (lihat QS.33:30-33).
Kelima, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka tidak bersedia menghindari keburukannya berada di luar rumah (lihat QS.33:30).
Keenam, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka enggan melakukan kebaikan secara optimal di dalam rumah (lihat QS.33:31).
Ketujuh, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka gemar menarik perhatian orang banyak di luar rumah (lihat QS.33:32).
Kedelapan, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka enggan berada di dalam rumah (lihat QS.33:33).
Kesembilan, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka tidak bersedia menghindari ekses pekerjaan publik.
Kesepuluh, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka tidak bersedia fokus pada pekerjaan domestik.
Kesebelas, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika mereka tidak bersedia mencegah komoditisasi wanita.
Keduabelas, wanita berkeliaran di luar rumah, ketika, mereka tidak bersedia fokus pada pengelolaan regenerasi.
Oleh karena itu, sebaik-baik wanita adalah yang bersedia berada di dalam rumah untuk fokus pada pengelolaan regenerasi Umat Islam.