ABOUT ISLAM

Senin, 13 April 2020

MENGENAL EKONOMI BARU
------------------------------------
oleh: Aristiono Nugroho

Kenichi Ohmae (dalam Kartajaya, 2003:148-150) menyatakan, bahwa manusia memasuki era “The Invisible Continent” (Benua Tak Terlihat), setelah dari waktu ke waktu selalu mencari benua baru (seperti sebelumnya: Benua Australia dan Benua Amerika), karena rasa ingin tahu, kemakmuran, dan kerakusan.

Sekarang ini tidak ada benua baru yang ditemukan, setiap benua telah diklaim milik suatu negara. Karena itu manusia mencari kemakmuran baru di sebuah benua tak terlihat, yang dimungkinkan aplikasinya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komputer plus komunikasi.

Benua baru ini tidak bisa diklaim oleh negara manapun. Benua ini, adalah suatu sistem ekonomi baru yang disusun oleh four strategic imperative of the new economy (empat strategi penting pada ekonomi baru), yang terdiri dari:

Pertama, the visible dimension (dimensi yang nampak), yaitu kegiatan ekonomi yang nyata;

Kedua, the borderless dimension (dimensi tanpa batas), yaitu kegiatan ekonomi lintas negara;

Ketiga, the cyber dimension (dimensi cyber), yaitu kegiatan ekonomi di dunia maya, seperti: perpindahan modal dan barang melalui dunia maya; dan

Keempat, the dimension of high multiples (dimensi berlipat ganda), yaitu kegiatan ekonomi yang meningkat berlipat ganda melebihi fakta sesungguhnya, seperti: peningkatan harga saham suatu perusahaan di pasar modal secara tajam dan terus menerus, meskipun perusahaan yang bersangkutan terus menerus mengalami kerugian.

Ekonomi baru yang dimaksud Kenichi Ohmae, adalah ekonomi lama yang mendapat tambahan berupa digitalisasi dan knowledge. Artinya, hukum-hukum ekonomi lama masih tetap valid. Tetapi sekarang dilengkapi dengan digitalisasi dan informasi dan jaringan informasi yang membangun knowledge. Dengan catatan, informasi tidak akan dapat dikatakan telah menjadi knowledge, bila informasi tersebut tidak mampu dimengerti dan diingat oleh manusia.

Oleh karena itu Gordon Dryden dan Jeannette Vos (2001:19) mengingatkan, bahwa dunia sedang bergerak sangat cepat melalui titik-titik sejarah yang menentukan. Manusia hidup di tengah revolusi yang mengubah cara hidup, berkomunikasi berpikir, dan mencapai kesejahteraannya. Revolusi ini akan menentukan cara manusia dan keturunannya bekerja, mencari nafkah, dan menikmati hidup secara keseluruhan.

Sayangnya, menurut Gordon Dryden dan Jeanette Vos, di setiap negara mungkin hanya ada satu dari setiap lima orang, yang tahu benar cara menghadapi dan memanfaatkan gelombang perubahan ini dengan cerdas. Manusia terjebak pada kondisi yang mengantarkan pada pada terjadinya kemiskinan, kejahatan, penyalahgunaan obat-obatan, keputus-asaan, kekerasan, demoralisasi, dan ledakan sosial lainnya.

Faktanya telah hadir di tengah-tengah manusia kapitalisme, globalisme dan universalization, yang ternyata gagal menghadirkan kesejahteraan secara universal.

Bahkan berdasarkan kesejahteraannya, di banyak negara masyarakat tersegmentasi menjadi: (1) Kelompok kaya urban, sebesar 3 % dari populasi; (2) Kelompok kaya rural, sebesar 7 % dari populasi; (3) Kelompok miskin urban, sebesar 27 % dari populasi; dan (4) Kelompok miskin rural, sebesar 63 % dari populasi (lihat Kartajaya, 2003:112).

Allah s.w.t. menjelaskan, bahwa untuk memperbaiki kehidupannya manusia harus menggunakan akalnya, dan jangan menyia-nyiakan akalnya (lihat QS.5:58). Allah s.w.t. menjelaskan, bahwa mereka yang menyia-nyiakan akalnya akan tertimpa kehinaan (lihat QS. 10:100), dan sesungguhnya Allah s.w.t. telah memberikan tanda-tanda yang terang bagi kaum yang berakal (lihat QS.29:35). Namun tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang mempunyai pikiran (lihat QS.3:7). Oleh karena itu,   sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah Allah s.w.t. akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Allah s.w.t., maka Allah s.w.t. akan membiarkan mereka tertimpa kesulitan yang disebabkan hal-hal yang mereka lakukan (lihat QS.7:96).

Referensi:
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2001. “The Learning Revolution”. Bandung, Kaifa.
Kartajaya, Hermawan. 2003. “On Marketing.” Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.