Adakalanya seseorang menyesali perbuatan sendiri, karena perbuatannya telah membuat ia menderita. Penyesalan semacam ini sebetulnya terlambat, karena peristiwa telah terjadi, dan yang bersangkutan telah terlanjur menderita.
Namun demikian, penyesalan semacam ini dapat dimanfaatkan oleh yang bersangkutan sebagai “pengetahuan”, karena ia menjadi tahu tentang akibat suatu perbuatan. Penyesalan semacam ini juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain sebagai “pengetahuan” tentang akibat suatu perbuatan, dengan menjadikan orang yang mengalaminya sebagai contoh hidup atas akibat suatu perbuatan.
Oleh karena itu, adalah penting menjadikan bayangan penyesalan di kemudian hari, sebagai pendorong bagi seseorang untuk berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku lebih baik. Hal ini penting, agar ia tidak perlu menyesali perbuatannya di kemudian hari.
Setiap orang perlu mempersiapkan diri agar hidup sukses. Ukuran suksesnya bukanlah pencapaian harta dalam jumlah tertentu, bukan pangkat atau jabatan tertentu, bukan peringkat atau gelar (akademik dan sosial) tertentu, dan bukan pula besarnya keluarga besar yang berhasil dibangun.
Ukuran suksesnya adalah partisipasi dalam proses beribadah kepada Allah SWT, dan rahmatan lil’alamiin (memberi manfaat optimal bagi orang lain dan lingkungannya). Untuk itu, maka ia akan mengerahkan harta, pangkat atau jabatan, peringkat atau gelar, dan keluarga sebagai instrumen (alat) pendukung proses beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.
Sebagai ikhtiar (upaya) agar proses berjalan baik, maka ia berusaha sekuat tenaga untuk hadir pada berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Ia berusaha untuk tidak menunda pekerjaan yang jelas-jelas bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Ia juga bersungguh-sungguh untuk hanya melakukan hal-hal yang penting (bermanfaat) bagi dirinya dan orang lain. Ia berupaya menghindari pekerjaan sia-sia, baik dalam konteks waktu, energi, maupun biaya (sosial dan finansial). Ia berupaya membangun kecakapan pikirnya, dengan berlatih terus menerus, agar ia mampu berpikir cepat.
Pemikiran yang cepat, akan berakibat pada sikap yang cepat, dan akhirnya bertindak dengan cepat. Tanpa kecepatan pikir, maka seseorang akan kehilangan momentum saat melakukan sesuatu.
Ia berusaha mencari peluang kebajikan di setiap kesempatan. Ia tidak bersedia ditundukkan oleh fakta, sebaliknya ia sangat bersemangat untuk merubah fakta dengan menciptakan fakta baru. Ia bersedia menerima masukan dari orang lain, terutama dari orang-orang terpercaya, yang selama ini mendorongnya berbuat kebajikan.
Pada saat yang sama ia terus menerus melatih kepekaannya, agar mampu menyaring informasi dengan baik. Dengan demikian ia akan terhindar dari fenomena dis-informasi, yang digembar-gemborkan kelompok anti kebajikan.
Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar