ABOUT ISLAM

Minggu, 30 September 2007

JANGAN MUNAFIK YAA...

Pada masa kini pengertian "munafik" seringkali diselewengkan. Seorang muslim yang menolak ajakan maksiat sering dicemooh sebagai orang munafik. Seorang muslim yang berupaya sungguh-sungguh untuk menerapkan nilai-nilai Islam, bahkan juga dicemooh sebagai orang munafik. Inilah kesesatan dunia yang menyesatkan orang-orang yang tidak waspada terhadap tipudaya dunia. Mereka hanya berpikir, "Apa kata dunia?"
Sesungguhnya kata "munafik" berarti seorang manusia yang berpenampilan formal sebagai muslim (semua identitas tertulis menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah muslim), dan menjalankan ibadah ritual (misal: shalat, puasa, zakat,atau haji), namun hatinya sangat membenci nilai-nilai Islam dan orang-orang yang berusaha menerapkannya (ia belum bisa tidur bila dalam satu hari belum menghujat nilai-nilai Islam dan orang-orang yang berusaha menerapkannya).
Allah SWT menjelaskan, "Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), "Mari kita berhukum kepada yang diturunkan Allah kepada Rasul (Al Qur'an)", maka engkau dapati orang-orang munafik itu akan menolak dengan sekuat-kuatnya" (QS.4:61).
Penjelasan Allah SWT tersebut menunjukkan bagian detail dari sifat orang munafik yang menyimpan kebencian terhadap nilai-nilai Islam dan orang-orang yang berusaha menerapkannya. Penjelasan Allah SWT tersebut menggambarkan, bahwa: Pertama, orang-orang munafik tidak berkenan menggunakan nilai-nilai Islam sebagai acuan pemikiran, sikap, dan perilaku. Kedua, orang-orang munafik enggan menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai sumber nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, orang-orang munafik gemar berpaling sekuat-kuatnya dari nilai-nilai yang terdapat dalam Al Qur'an dan Al Hadist.
Oleh karena itu setiap muslim harus bersungguh-sungguh menghindarkan diri dari ciri-ciri orang munafik, caranya: Pertama, tetap tegar menolak ajakan maksiat meskipun dicemooh sebagai orang munafik. Kedua, tetap berupaya sungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, meskipun dicemooh sebagai orang munafik. Ketiga, tetap berpegang kuat pada nilai-nilai Islam, meskipun dunia mencemooh nilai-nilai Islam. Keempat, tetap berpenampilan sebagai muslim, tetap menjalankan ibadah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, tetap berupaya mencintai dan menerapkan nilai Islam serta mendukung orang-orang yang berusaha menerapkan nilai-nilai Islam. Kelima, tetap menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai sumber nilai-nilai yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Keenam, tetap berupaya sekuat-kuatnya (dengan penuh kesabaran), dalam menjelaskan kepada orang-orang munafik tentang kekeliruan pemikiran, sikap, dan perilaku mereka.

Minggu, 23 September 2007

PENATAAN INTERAKSI KEPENTINGAN

Suatu keluarga, yang terdiri dari: suami (ayah), istri (bunda), dan anak, memerlukan penataan interaksi kepentingan agar kehidupan keluarga dapat berjalan harmonis, dan membahagiakan semua pihak. Nilai-nilai Islam telah menata interaksi kepentingan ini sejak abad ke-7, dan atas rahmat Allah SWT berlaku hingga akhir zaman. Bahkan nilai-nilai Islam juga telah menata interaksi kepentingan para pihak dalam keluarga, ketika keluarga dalam keadaan darurat, yaitu pada saat suami-istri dalam proses perceraian dan paska perceraian.
Perceraian adalah sebagaimana pintu darurat dalam pesawat. "Pintu" ini digunakan jika dan hanya jika keluarga dalam keadaan darurat. Dalam keadaan normal "pintu" ini tidak boleh dibuka, sebab jika dibuka justru akan mengakibatkan keluarga dalam keadaan darurat.
Ketika suatu keluarga berada dalam keadaan darurat (suami dan istri terancam bercerai), Allah SWT telah berfirman dalam QS.65:6, sebagai berikut: "Berilah mereka (istri-istrimu) tempat tinggal sebagaimana kamu bertempat tinggal, sesuai kemampuanmu. Janganlah kamu menyakiti mereka, hanya karena ingin menyusahkan mereka. Jika mereka hamil, maka hendaklah kamu berikan belanja kepada mereka sampai mereka melahirkan kandungannya. Jika mereka menyusui anakmu, maka berikanlah kepada mereka biaya. Bermusyawarahlah kamu dengan mereka mengenai segala sesuatunya secara baik. Namun jika kamu (dan mereka) menemui kesulitan (dalam hal kesepakatan untuk menyusui anakmu), maka wanita lain boleh menyusui anakmu."
Jika umat manusia berkenan secara obyektif memperhatikan firman Allah SWT tersebut, maka ia akan mengerti tentang sifat keparipurnaan nilai-nilai Islam. Betapa tidak, dalam nilai-nilai Islam telah terdapat penataan kepentingan yang harmonis antar para pihak (suami, istri, dan anak). Dalam keadaan darurat sekalipun, seorang anak tidak boleh terlantar, apalagi diterlantarkan. Perceraian boleh jadi solusi terbaik bagi suami dan istri, namun ia tetap merupakan kecelakaan sosial bagi si anak. Orang tua yang baik, adalah orang tua yang berkenan untuk terus menerus bekerjasama (bukan sama-sama kerja) untuk menjadikan anaknya sebagai anak yang shaleh atau shalihah.
Dalam rangka melindungi anak pulalah, Allah SWT berfirman sebagaimana tertuang dalam QS.65:6. Allah SWT menghendaki kedua orang tua tetap menjamin kebutuhan anaknya, meskipun mereka telah bercerai. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan lahir dan batin, seperti: perhatian, gizi, dan lain-lain.
Firman Allah SWT tersebut juga diberlakukan sebagai norma demi menjaga dan melindungi mantan istri (seorang wanita), misalnya dengan mewajibkan suami untuk: (1) Tetap menghormati mantan istrinya, yang sekaligus juga merupakan ibu dari anaknya; (2) Tidak menyakiti dan menyusahkan mantan istrinya, termasuk dengan tetap menjaga martabat dan kehormatannya; (3) Memberi tempat tinggal yang layak, sesuai dengan kemampuan mantan suami; (4) Memenuhi kebutuhan hidupnya; dan (5) Wajib memusyawarahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan diri mantan istrinya, dengan mantan istrinya.
Demikianlah penataan interaksi kepentingan dalam keluarga, yang sebenarnya memposisikan suami (ayah, atau laki-laki) sebagi pihak yang paling bertanggung jawab atas keberlangsungan dan harmoni dalam keluarga. Sudah selayaknya seorang suami memahami, bahwa istri dan anak adalah amanat dari Allah SWT kepada dirinya. Oleh karena itu wajib bagi dirinya untuk menjaga dan melaksanakan amanat itu dengan sebaik-baiknya. Seorang suami hendaknya memiliki ilmu dan pengetahuan yang cukup dalam menciptakan harmoni dalam keluarganya. Jika ia merasa belum cukup mampu menciptakan harmoni dalam keluarga, maka ia harus belajar terus menerus dengan sebaik-baiknya. Tidak layak baginya (suami), ketika ia belum mampu menjaga dan melaksanakan amanat Allah SWT dengan baik, ia justru meminta amanat baru dengan cara menikah lagi. Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga, maka Allah SWT akan meminta pertanggung-jawabannya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan yang dipimpinnya.

Kamis, 20 September 2007

TEORI EVOLUSI LAYAK DITINGGALKAN

Teori Evolusi layak ditinggalkan, karena: Pertama, Teori Evolusi menyatakan bahwa semua spesies makhluk hidup berevolusi dari sebuah sel tunggal hidup, yang ada di bumi purba pada lebih kurang 3,8 milyar tahun yang lalu. Sel tunggal ini terjadi secara kebetulan, karena hukum alam dan tanpa perencanaan serta pengaturan tertentu. Dengan kata lain benda mati dapat memproduksi makhluk hidup.
Kedua, hal ini sesuai dengan teori abad pertengahan "Generatio Spontanea", yang menganggap benda mati muncul bersama-sama untuk membentuk makhluk hidup. Pada abad pertengahan orang percaya, bahwa serangga berasal dari makanan basi, belatung berasal dari daging busuk, dan akhirnya tikus berasal dari gandum.
Ketiga, pada tahun 1864 Louis Pasteur mengumumkan hasil temuannya yang menggugurkan teori "Generatio Spontanea" dengan membuktikan, bahwa tidak benar makhluk hidup berasal dari benda mati. Akibatnya terjadi penentangan dari para pendukung Teori Evolusi, yang antara lain dilakukan oleh Alexander Oparin (1930) dari Rusia yang berupaya membuktikan, bahwa sel hidup terjadi secara kebetulan. Demikian pula dengan Stanley Miller (1953) dari Amerika Serikat yang berupaya membuktikan, bahwa asam amino (struktur protein) berasal dari kombinasi gas diatmosfir.
Keempat, namun Oparin gagal mendapatkan sel hidup. Sedangkan Miller berhasil mendapatkan asam amino, namun dengan kombinasi gas yang berbeda dengan yang ada di atmosfir. Selain itu hasil penelitian Miller yang berupa protein (struktur utama sel hidup) tetaplah tidak hidup.
Kelima, kegagalan Oparin dan Miller sesungguhnya dikarenakan makhluk hidup yang paling sederhana sekalipun (makhluk bersel tunggal) memiliki struktur yang rumit. Molekul DNA (Deoxyribo Nucleid Acid) yang terletak pada inti sel (nucleus) memiliki informasi cetak biru (blue print) genetika suatu makhluk hidup, yang informasinya setara dengan 900 volume ensiklopedi yang masing-masing volume memiliki 500 halaman.
Keenam, DNA hanya dapat berreplikasi dengan bantuan beberapa enzim (protein khusus), sedangkan pembuatan enzim ini pada makhluk hidup hanya dapat dilakukan bila ada informasi dari DNA. Oleh karena DNA dengan enzim yang mendukungnya saling bergantung, maka keduanya harus ada pada waktu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan tidak mungkin dikembangkan oleh dirinya sendiri.
Dengan demikian pernyataan bahwa sel tunggal hadir secara kebetulan, bukanlah pernyataan yang memenuhi kualitas berpikir ilmiah, padahal inilah kata kunci dari Teori Evolusi. Sementara itu, Derek V. Ager dalam "The Nature of The Fossil Record" (1976:33) menyatakan, bahwa semua spesies tiba-tiba muncul dalam bentuk yang sempurna, tanpa melalui bentuk transisi sebelumnya.
Akhirnya menjadi keharusan bagi siapapun yang berkenan menggunakan akal dan pikirannya, untuk meninggalkan (menolak) Teori Evolusi yang digagas oleh Charles Darwin (1859) melalui bukunya "The Origin of Species." Karena pada Bab "Difficulties of Theories" Darwin mengakui, bahwa ia kesulitan membangun teori disebabkan adanya missing link (keterputusan jalur) pada sejarah genetik.

Minggu, 16 September 2007

KEINDAHAN CINTA

Ibnu Hibban meriwayatkan dalam "Shahih Ibnu Hibban" dari Ubaid bin Umair, bahwa ada kisah yang menarik antara Rasulullah Muhammad SAW dengan ketiga istrinya, yaitu: (1) Aisyah; (2) Hafshah; dan (3) Zainab binti Jahsy.
Pada suatu ketika, karena kecintaannya kepada Rasulullah Muhammad SAW, maka Aisyah dan Hafshah cemburu kepada Zainab binti Jahsy, karena Rasulullah Muhammad SAW sempat minum madu ketika berada di rumah Zainab binti Jahsy. Kecemburuan didasari pada keinginan Aisyah dan Hafshah untuk menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Aisyah dan Hafshah membuat kesepakatan, bahwa bila Rasulullah Muhammad SAW datang menemui salah seorang dari mereka (Aisyah, atau Hafshah), maka orang yang ditemui tersebut akan menyatakan kepada Rasulullah Muhammad SAW, "Sungguh saya mencium bau madu pada diri Anda!"
Ternyata kemudian Rasulullah Muhammad SAW memang datang kepada salah seorang dari Aisyah dan Hafshah, maka Rasulullah Muhammad SAW mendapati pernyataan, "Sungguh saya mencium bau madu pada diri Anda!" Tentu saja Rasulullah Muhammad SAW mengerti, bahwa pernyataan itu menunjukkan kecemburuan salah seorang istrinya kepada istrinya yang lain (Zainab binti Jahsy).
Oleh karena itu Rasulullah Muhammad SAW berkata, "Saya minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, tapi saya tidak akan melakukannya lagi." Pernyataan Rasulullah Muhammad SAW yang menunjukkan kecintaannya kepada para istrinya ini mendapat teguran dari Allah SWT, melalui firmanNya, "Hai Nabi, mengapa engkau haramkan sesuatu yang telah Allah halalkan bagimu, karena engkau ingin menyenangkan istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS.66:1).
Kisah ini menggambarkan keindahan cinta antara Rasulullah Muhammad SAW dengan ketiga istrinya (Aisyah, Hafshah, dan Zainab binti Jahsy). Alangkah indahnya, ketika para istri Rasulullah Muhammad SAW berlomba-lomba menunjukkan kecintaannya kepada Rasulullah Muhamad SAW. Demikian pula dengan keindahan cinta yang ditunjukkan Rasulullah Muhammad SAW kepada istri-istrinya. Semoga Allah SWT berkenan menumbuhkan keindahan cinta pada keluarga-keluarga muslim, sebagaimana keindahan cinta yang berada pada keluarga Rasulullah Muhammad SAW.

Kamis, 13 September 2007

MEMAHAMI ISRAEL

Tidak mudah memahami Israel, karena keunikannya. Ketika berbicara tentang "Israel" ingatan kita tertuju pada Bangsa Yahudi (yang dalam Al Qur'an disebut dengan nama "Bani Israil") yang mendirikan Negara Israel dengan cara merampas tanah milik Bangsa Palestina. Oleh karena itu, agar dapat memahami Israel secara obyektif (sebenar-benarnya), maka kita harus mempelajarinya dari Sumber Kebenaran, yaitu Allah SWT.
Allah SWT berfirman, bahwa hendaknya Bani Israil (dapat dibaca: Bangsa Israel atau Bangsa Yahudi) ingat tentang nikmat Allah SWT kepada mereka (lihat QS.2:47), ketika mereka diselamatkan dari kekejaman Raja Mesir, Fir'aun (lihat QS.2:49). Allah SWT menyelamatkan mereka dengan cara yang luar biasa (melampaui nikmat Allah SWT kepada bangsa-bangsa lain), ketika Rasulullah Musa AS berhasil membelah lautan untuk disebrangi oleh Bani Israil yang sedang dikejar oleh tentara Fir'aun (lihat QS.2:50).
Selanjutnya dalam rangka rahmat Allah SWT kepada Bani Israil, Allah SWT juga memberikan kepada Bani Israil (melalui Rasulullah Musa AS) sebuah Kitab Suci, yaitu: Taurat (lihat QS.2:51). Namun Bani Israil mendustai Allah SWT dengan tetap mempertuhankan anak lembu (lihat QS.2:54). Bahkan dalam konteks kekinian, Bani Israil dengan sangat berani (sangat durhaka) menggantikan peran Taurat dengan kitab yang mereka buat sendiri, yaitu Talmud.
Allah SWT juga mengizinkan Bani Israil untuk memasuki Baitul Maqdis (tanah Palestina) dengan rendah hati, sebagai tamu yang dihormati oleh Bangsa Palestina (lihat QS.2:58). Tetapi harmoni menjadi rusak, ketika Bani Israil mengganti perintah (rendah hati) dengan mengerjakan hal-hal yang tidak diperintahkan Allah SWT, yaitu: memusuhi Bangsa Palestina (lihat QS.2:59).
Harmoni antara tamu (Bani Israil) dengan tuan rumah (Bangsa Palestina) di tanah Palestina menjadi sulit terwujud, karena Bani Israil memusuhi dan memerangi Bangsa Palestina. Disharmoni di tanah Palestina ini segera dimanfaatkan oleh negara-negara besar yang ada pada saat itu, untuk menyerang dan menguasai tanah Palestina. Uniknya, tanpa rasa terimakasih kepada Bangsa Palestina, Bani Israil tidak bersedia membantu Bangsa Palestina yang tanahnya sedang diserang oleh negara-negara lain. Bani Israil lebih memilih melakukan diaspora (melarikan diri ke berbagai negara).
Lebih unik lagi, ketika tanah Palestina dijajah Inggris, Bani Israil bekerjasama dengan Inggris melakukan migrasi Bani Israil secara besar-besaran ke tanah Palestina sejak tahun 1920, untuk mendirikan Negara Israel di tanah Palestina. Kejahatan Bani Israil ini berhasil terwujud pada tahun 1948 dengan berdirinya Negara Israel di tanah Palestina. Kejahatan Bani Israil semakin parah, karena setelah berdirinya Negara Israel mereka mendapat dukungan yang kuat dari Amerika Serikat hingga saat ini. Hal ini dapat difahami, karena secara faktual Bangsa Amerika Serikat yang multi ras berada dalam hegemoni (kekuasaan) Bani Israil yang terorganisir dalam berbagai lobby Yahudi.

Minggu, 09 September 2007

MEWASPADAI WAKTU

Allah SWT dalam QS.103:1-3 telah berfirman, "Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran."
Firman Allah SWT ini menunjukkan adanya proses pada diri manusia, mulai dari pemikiran, dan sikap, hingga menjadi perilaku. Manusia yang sebenar-benarnya manusia (humanis) adalah manusia yang mengembangkan pemikiran yang berada dalam frame (kerangka) iman, sehingga ia berpeluang untuk bersikap sebagai seorang manusia yang beriman.
Pemikiran dan sikap yang berbasis pada keimanan (hanya mempertuhankan Allah SWT) inilah yang akan mendorong seorang manusia untuk berperilaku (beramal) saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Pemikiran, sikap, dan perilaku ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan sequence (penggalan) waktu yang terus bergerak, tanpa pernah kembali. Oleh karena itu menjadi penting bagi manusia, untuk terus menerus, setiap saat, atau setiap waktu meningkatkan keimanannya, dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Bila manusia tidak berkenan meningkatkan keimanannya, maka ia akan mustahil beramal saleh, apalagi untuk saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran. Selanjutnya, manusia ini akan tergolong sebagai orang-orang yang merugi karena mengabaikan perintah Tuhan (Allah SWT).
Oleh karena itu menjadi mudah untuk difahami, ketika banyak manusia mengekspresikan kegembiraan dengan datangnya Bulan Ramadhan, karena pada bulan inilah manusia kembali mendapat kesempatan berupa kondisi yang ideal (secara ruhani) untuk meningkatkan keimanannya.
Allah SWT berfirman dalam QS.2:183, "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.