ABOUT ISLAM

Minggu, 30 Maret 2008

MENGENALI KEMISKINAN

Umat Islam adalah umat yang majemuk, pluralis, atau beraneka-ragam kondisi ekonomi atau kesejahteraannya. Ada sebagian umat Islam yang hidup makmur atau sejahtera, namun demikian ada pula sebagian umat Islam yang hidup serba kekurangan atau miskin.
Bila seseorang sudah berdzikir optimal (bertaqwa), berpikir optimal, dan berikhtiar optimal namun tetap miskin, maka tentulah Allah SWT Maha Mengetahui tentang amanat yang diemban oleh orang tersebut. Namun bila ia belum berdzikir optimal, belum berpikir optimal, dan belum berikhtiar optimal, dan ia dalam keadaan miskin, maka ia perlu melakukan introspeksi diri.
Secara faktual diketahui, bahwa ada sebagian umat Islam yang bodoh, sehingga mengalami marginalisasi (proses peminggiran sosial), dan akhirnya menjadi miskin. Oleh karena itu, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengatasi kebodohan, yaitu dengan memberi pencerahan.
Allah SWT berfirman, "Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, yaitu orang-orang yang lalai dan bodoh" (QS.51:11-12). Firman ini menunjukkan perintah tegas dari Allah SWT agar manusia menghindari tiga hal, yaitu: dusta, lalai, dan bodoh.
Rasulullah Muhammad SAW pernah berpesan, bahwa bila seseorang ingin sukses di dunia ia harus memiliki ilmunya, bila seseorang ingin sukses di akherat ia harus memiliki ilmunya, dan bila seseorang ingin sukses di dunia dan akherat ia juga harus memiliki ilmunya. Dengan demikian seorang manusia harus memiliki ilmu agar sukses di dunia dan akherat, termasuk sukses untuk keluar dari kemiskinan.
Agar hidup menjadi lebih baik, lebih makmur, atau lebih sejahtera, maka seorang manusia tidak boleh berdusta, agar orang lain dapat mempercayainya, dan bersedia berbisnis halal dengannya. Seorang manusia juga tidak boleh lalai, ia harus menepati janjinya, tidak mengabaikan kewajibannya, dan sangat memperhatikan hak-hak rekan bisnisnya. Seorang manusia juga tidak boleh bodoh, agar rekan bisnisnya tidak kecewa kepadanya. Seorang manusia yang cerdas akan dapat memenuhi kontrak bisnisnya dengan baik, yaitu tepat kualitas, kuantitas, dan waktu pelaksanaan atau penyampaiannya.
Bila ini terpenuhi, maka seseorang akan lebih mudah berbisnis. Banyak pihak yang bersedia berbisnis dengannya, dan insyaAllah ia dapat keluar dari kemiskinan, sehingga dapat berbagi kesejahteraan dengan orang lain.

Rabu, 26 Maret 2008

MENGELOLA HARTA

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami (Allah) keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (QS.2:267).
Firman Allah tersebut merupakan seruan agar orang-orang beriman (mukmin, muslim, muttaqin, dan mukhlisin) mengelola hartanya dalam perspektif sosial-empatik. Orang-orang beriman wajib mendistribusikan hartanya kepada masyarakat, dengan mengikuti ketentuan Islami. Harta yang didistribusikan harus optimal dari aspek kualitas, kuantitas, dan waktu.
Konsep distribusi inilah yang membedakan nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai kapitalis. Ketika nilai-nilai Islam memerintahkan distribusi, maka nilai-nilai kapitalis menganjurkan akumulas (penimbunan harta). Ajaran kapitalis (kapitalisme) berpandangan, bahwa manusia yang sukses adalah manusia yang mampu melakukan akumulasi harta sebanyak-banyaknya. Pandangan inilah yang dikenali sebagai materialisme.
Turunan dari kapitalis yaitu marketisme, juga berpandangan mirip. Pasar adalah tempat (baik konkret maupun abstrak) terjadinya persaingan antar para pihak. Selanjutnya marketisme semakin menguat dengan adanya liberalisme yang mendorong persaingan bebas (semu atau palsu) antara pengusaha kuat dengan pengusaha lemah (korban penjajahan). Oleh karena itu, maka kini dunia memiliki fenomena "yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin".
Oleh karena itu setiap muslim wajib mengelola hartanya secara bijaksana, misalnya dengan menerapkan zakat, infak, dan sedekah. Hal ini penting dilakukan sebagai bukti, kesediaan berbakti kepada Allah SWT dengan memenuhi perintahnya (rahmatan lil'alamiin). Zakat, infak, dan sedekah juga merupakan wujud dari kolaborasi sosial (social collaboration).

Jumat, 21 Maret 2008

PERINGATAN YANG MONUMENTAL

Kamis 20 Maret 2008 bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awwal 1429 Hijriah, yang merupakan hari kelahiran Rasulullah Muhammad SAW. Umat Islam menyebut moment ini dengan istilah "Maulud Nabi Muhammad SAW", atau disingkat "Maulud".
Dalam kondisi kekinian, "Maulud" merupakan hal penting bagi Umat Islam. Moment ini seakan kembali memperkuat keteguhan Umat Islam untuk hanya mencintai Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW, dan jihad (berjuang sungguh-sungguh) di "jalan" Allah SWT.
Keteguhan cinta ini penting, karena saat ini (dan sudah sejak dahulu) Pemerintah Negara-Negara Barat dan sebagian besar masyarakat Barat terus menerus menghina Rasulullah Muhammad SAW. Lihatlah kasus Denmark tahun 2005 dan tahun 2008.
Bagi Umat Islam tidaklah penting pemikiran, sikap, dan perilaku bodoh Pemerintah Negara-Negara Barat dan sebagian besar masyarakatnya, yang terus menerus menghina Rasulullah Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan secara filosofis, paradigmatik, dan substantif nilai-nilai Islam lebih unggul, bila dibandingkan dengan nilai-nilai Barat yang penuh kemaksiatan atau kejahiliahan.
Rasululllah Muhammad SAW memang datang untuk mengeluarkan manusia atau masyarakat dari "kegelapan" menuju "cahaya", bila manusia atau masyarakat itu berkenan menerapkan nilai-nilai Islam. Sebaliknya, bila seorang manusia atau suatu masyarakat tidak berkenan menerapkan nilai-nilai Islam, maka itulah pilihan mereka. Tugas Rasulullah Muhammad SAW dan Umat Islam hanyalah menyampaikan, selebihnya biarlah Allah SWT yang memberi ketetapan kepada orang-orang kafir, fasik, dan munafik.
Pemerintah dan sebagian besar masyarakat Barat seharusnya malu kepada Rasulullah Muhammad SAW dan Umat Islam, karena sampai hari ini hanya mampu mempertuhankan karakter manusia. Mereka juga gagal mencegah sebagian besar masyarakatnya meminum minuman keras, berzinah, dan mengembangkan perkawinan sesama sejenis (laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan).
Lihatlah pengalaman Amerika Serikat yang pernah mengeluarkan Prohibition Act 1920, untuk melarang warganya meminum minuman keras. Tetapi karena tidak menerapkan nilai-nilai Islam, maka undang-undang tersebut dilanggar secara berani oleh warganya. Akhirnya undang-undang tersebut dicabut pada tahun 1930.
Bandingkan dengan pengakuan filsuf Amerika Serikat Louis Lomax yang dimuat Imam Feisal Abdul Rauf (Imam Masjid Al Farah, New York City) dalam bukunya What's Right with Islam: A New Vision for Muslims and West (2004), sebagai berikut: "Anda tidak pernah melihat seorang Muslim (di Amerika Serikat) yang tidak berpakaian bersih, berdasi, dan berjas. Anda tidak pernah melihat seorang Muslim mabuk. Anda tidak pernah melihat seorang Muslim merokok. Anda tidak pernah melihat seorang Muslim berdansa. Anda tidak pernah melihat seorang Muslim memakai obat terlarang. Anda tidak pernah melihat seorang Muslim perempuan dengan seorang laki-laki non Muslim. Anda tidak pernah melihat seorang laki-laki Muslim dengan perempuan yang bukan istrinya.
Oleh karena itu, jika nilai-nilai Barat dibandingkan dengan nilai-nilai Islam, nampak seperti membandingkan bumi dengan langit, karena membandingkan kemaksiatan dengan kebajikan. Sehingga Umat Islam dapat memahami kebencian Pemerintah dan sebagian besar masyarakat Barat terhadap Islam, nilai-nilai Islam, dan Rasulullah Muhammad SAW. Adalah wajar jika penganut kemaksiatan membenci kebajikan.
Sementara itu, bagi Umat Islam di Indonesia, hendaknya tetap tenang. Teruslah perteguh kecintaan kepada Allah SWT, Rasulullah Muhammad SAW, dan jihad di "jalan" Allah SWT. Kenanglah dan praktekkan keteladanan Rasulullah Muhammad SAW.
Untuk itu, sudah saatnya Umat Islam Indonesia meninggalkan tradisi perayaan Maulid yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, seperti: penggunaan sesaji, serta arak-arakan berbagai jimat pusaka, dan berbagai replika benda-benda. Semua kesesatan itu, tentulah tidak disukai Allah SWT, dan juga tidak dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Kesesatan hanyalah akan ditolak dan dimurkai oleh Allah SWT. Dalam konteks manfaat, kesesatan hanyalah sesuatu yang mubazir. Kesesatan hanyalah menghambur-hamburkan uang, tanpa dapat menghadirkan keberkahan dari Allah SWT.
Maka, marilah kita tinggalkan (jangan hadiri) perayaan Maulid yang sesat (musyrik). Biarlah perayaan musyrik semacam itu punah dengan sendirinya. Jangan ada lagi seorang muslim yang menghidup-hidupkan tradisi musyrik yang diwariskan nenek moyang. Sudah saatnya Umat Islam Indonesia hidup lebih shaleh, agar Allah SWT memberkahinya di dunia dan di akherat.

Sabtu, 08 Maret 2008

SPIRITUAL DAN TRANSCENDENTAL

Sebagian umat Islam (baik awam maupun ilmuwan) seringkali keliru menggunakan istilah. Sebagai contoh mereka seringkali keliru menggunakan istilah "spiritual" untuk hal-hal yang berhubungan dengan ruhani, misalnya mereka menggunakan istilah "kecerdasan spiritual" untuk menggantikan istilah "kecerdasan ruhani". Sebagai muslim hendaknya kita berhati-hati dalam memahami dan menjelaskan konsepsi "ruhani" kepada saudara-saudara se-Islam (muslim) lainnya.
Dalam nilai-nilai Islam, pengertian "ruhani" tidaklah sama dengan pengertian "psike" dalam psikologi atau nilai-nilai non Islam. "Psike" tidak berhubungan dengan religiusitas, sedangkan "ruhani" sangat berhubungan erat dengan religiusitas. "Psike" hanyalah sebatas yang bukan jasad pada manusia, sedangkan "ruhani" adalah sesuatu yang bukan jasad pada manusia yang mengakui keberadaan dan posisi Allah SWT sebagai Tuhan bagi semesta alam (alam semesta dan alam akherat).
Orang-orang yang tidak mengakui dan tidak bersedia menerapkan nilai-nilai Islam, adalah orang-orang yang memiliki "psike", tetapi tidak memiliki ruhani, karena ruhaninya telah mati ketika ia mendustai dan mendurhakai Allah SWT. Sebaliknya orang-orang yang mengakui dan bersedia menerapkan nilai-nilai Islam, adalah orang-orang yang memiliki ruhani, dan ruhaninya tetap hidup sebagai pendorong dirinya berbakti kepada Allah SWT dan rahmatan lil'alamiin.
Orang-orang yang tidak mengakui dan tidak bersedia menerapkan nilai-nilai Islam, adalah orang-orang yang tidak lagi memiliki "Kontrak Ruhani" (lihat QS.7:172) dengan Allah SWT, karena telah melanggar kontrak tersebut, sehingga tentulah Allah SWT akan menganugerahkan kepedihan (neraka) kepada mereka di akherat kelak. Sebaliknya, orang-orang yang mengakui dan bersedia menerapkan nilai-nilai Islam, adalah orang-orang yang berpegang teguh pada "Kontrak Ruhani" dan berupaya memenuhinya, sehingga tentulah Allah SWT akan menganugerahkan kebahagiaan (surga) kepada mereka di akherat kelak (lihat QS.89:27-30) .
Oleh karena itu, secara terminologi (peristilahan) istilah "ruhani" lebih dekat kepada istilah "transcendental" daripada istilah "spiritual". Danah Zohar dan Ian Marshal (penulis "Spiritual Quotient", 2001) pada halaman 7-8 mengakui, bahwa spiritualitas tidak berhubungan dengan religiusitas. Spiritualitas hanyalah sebatas pemaknaan hidup dalam perspektif manusia yang bersangkutan.
Dengan demikian sudah saatnya umat Islam memahami perbedaan antara "spiritual" dengan "transcendental", dan antara "spiritualitas " dengan "transcendentalitas", serta antara "kecerdasan spiritual" dengan "kecerdasan transcendental".
Transcendentalitas adalah pemaknaan hidup dalam perspektif manusia yang telah dicerahkan oleh perspektif Allah SWT melalui nilai-nilai Islam yang tertuang dalam Al Qur'an dan Al Hadist. Oleh karena itu, kecerdasan transcendental adalah kemampuan manusia untuk secara efektif dan efisien merespon dinamika kehidupan berdasarkan transcendentalitas yang dimilikinya. Dalam konteks kekinian, hal ini akan memudahkan manusia memahami perbedaan antara tentara Amerika Serikat di Irak dengan para pejuang Irak.
Boleh jadi tentara Amerika Serikat di Irak memiliki spiritualitas, tetapi mereka tidak memiliki transcendentalitas. Boleh jadi tentara Amerika Serikat di Irak merasa hidupnya bermakna dalam perspektif keiblisan manusia (lihat QS.114:1-6), tetapi sesungguhnya hidup mereka tidak bermakna dalam perspektif Allah SWT (lihat QS.21:107).
Sebaliknya, boleh jadi para pejuang Irak dipandang rendah oleh Amerika Serikat dan para pengikutnya, tetapi mereka memiliki transcendentalitas yang tinggi. Hidup para pejuang Irak sangat bermakna dalam perspektif Allah SWT, karena sesuai dengan QS.21:107. Boleh jadi para pejuang Irak dihinakan sebagai teroris oleh Amerika Serikat dan para pengikutnya, tetapi mereka disanjung dan diberi kedudukan terhormat oleh Allah SWT, sebagaimana dimaksud QS.89:27-30.
Allah SWT berfirman, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu (Allah) dengan hati yang puas lagi diridhaiNya, maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu" (QS.89:27-30).
Biarlah dunia menghinakan kita, asalkan Allah SWT meridhai kita. Biarlah dunia merendahkan kita, asalkan Allah SWT menyanjung kita. Biarlah dunia memusuhi kita, asalkan Allah SWT mencintai kita.
Oleh karena itu, sudah selayaknya umat Islam terus berjuang menerapkan nilai-nilai Islam, agar tercipta masyarakat yang transcenden (meruhani), humanis (sesuai fitrah manusia), dan emansipatori (bebas dari nilai-nilai jahiliah).
Ketika manusia dirundung masalah kebodohan dan kemiskinan, sudah seharusnya ada sebagian umat Islam yang berupaya mencerdaskan manusia, sedangkan sebagian yang lain berusaha mensejahterakan manusia. Ingatlah firman Allah SWT dalam QS.21:107. Semoga Allah SWT meridhai perjuangan kita.

BREAKING NEWS

Bagi yang membutuhkan referensi tentang keterkaitan antara ketaqwaan kepada Allah SWT dengan kualitas diri dalam merespon lingkungan, dapat membaca buku, antara lain: (1) "Menuju Muslim Kaffah: Menggali Potensi Diri", karya Drs. H. Toto Tasmara; atau (2) "Transcendental Intelligent", karya Drs. H. Toto Tasmara.

Minggu, 02 Maret 2008

DOA BUAT MUSLIM GAZA

Bagi umat Islam di seluruh dunia, bila selesai shalat, berdoalah untuk muslim Gaza. Berdoalah untuk mereka, yang selalu diteror oleh tentara Israel. Hampir setiap hari selalu ada muslim Gaza yang tewas dibunuh tentara Israel, baik laki-laki maupun wanita, baik dewasa maupun anak-anak.
Jangan ragu dengan doa anda, karena Allah SWT berjanji akan mengabulkan doa setiap muslim bila ia berdoa.
Bila Romawi dapat runtuh, bila Uni Sovyet dapat runtuh, maka tidak mustahil suatu saat Amerika Serikat dan Israel akan runtuh. Tentang bagaimana proses keruntuhannya, biarlah Allah SWT yang menentukan.
Tidak ada janji Allah SWT yang tidak ditepatiNya, termasuk janji Allah SWT untuk mengadzab orang-orang kafir, seperti tentara Israel dan pendukungnya. Anda tentu masih ingat Ariel Sharon, tentara Israel yang kemudian menjadi Perdana Menteri Israel. Orang bengis yang telah membantai ribuan muslim Palestina. Sejak 13 Januari 2006 hingga saat ini dalam keadaan koma, atau dalam perspektif umat Islam tentulah dalam keadaan sakaratul maut. Dalam keadaan sakaratul maut itu seseorang ditunjukkan sepak terjangnya ketika masih sehat.
Oleh karena itu , setiap muslim tentu maklum, bahwa saat ini Ariel Sharon sedang ditunjukkan sepak terjangnya ketika masih sehat. Dalam posisi sakaratul maut, para pemuja setan seperti Ariel Sharon tentu berharap ia dapat kembali seperti semula untuk berbuat baik. Tetapi insyaAllah permintaannya tidak dikabulkan. Begitulah janji Allah SWT bagi orang-orang kafir dan dzalim, yaitu adzab yang sangat pedih di akherat.
Namun demikian kaum kafir tentu tidak faham dengan pengetahuan ini, maka mereka tetap bersemangat membantai umat Islam di manapun umat Islam berada. Oleh karena itu, marilah berdoa kepada Allah SWT, dan berikhtiarlah agar nilai-nilai Islam dapat tegak di alam semesta.