ABOUT ISLAM

Rabu, 31 Oktober 2007

PENTINGNYA MEMPELAJARI HADIST

Hadist (sunnah) Rasulullah Muhammad SAW merupakan sesuatu yang penting dalam nilai-nilai Islam. Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan takrir (diam sebagai tanda setuju atas perbuatan para sahabat) Rasulullah Muhammad SAW.
Hadist merupakan sumber hukum kedua setelah Al Qur'an dalam Agama Islam. Allah SWT berfirman, antara lain sebagai berikut: Pertama, "Siapapun yang taat kepada Rasul (Muhammad), maka sungguh dia telah taat kepada Allah, dan siapapun yang berpaling (menentang), maka Kami (Allah) tidak mengutus engkau (Rasul) sebagai penjaga atas mereka" (QS.4:80).
Kedua, "Sungguh pada diri Rasulullah (Muhammad) itu terdapat teladan yang baik bagi kamu, serta bagi orang yang mengharap rahmat Allah, meyakini hari kemudian (hari kiamat), dan banyak mengingat Allah" (QS.33:21).
Ketiga, "... Segala sesuatu yang disampaikan Rasul (Muhammad) kepadamu, maka ambillah (laksanakanlah); dan segala sesuatu yang dilarangnya kepadamu, maka hentikanlah; serta bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah keras (tegas) siksaNya (sanksiNya)" (QS.59:7).
Fungsi hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur'an dalam Agama Islam, adalah untuk menguraikan segala sesuatu yang telah disampaikan secara singkat dalam Al Qur'an. Contoh, Allah SWT berfirman, "Bacakanlah segala sesuatu yang diwahyukan kepadamu (Muhammad) dari Kitab (Al Qur'an), dan dirikanlah (kerjakanlah) shalat. Sesungguhnya shalat akan mencegah (manusia) dari perbuatan keji dan munkar. Sungguh Allah mengingat lebih banyak, dan Allah mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan" (QS.29:45).
Dalam QS.29:45 tersebut Allah SWT tidak memberikan petunjuk tentang cara melaksanakan shalat, dan jumlah rakaatnya. Maka Rasulullah Muhammad SAW menerangkan dan mencontohkan cara shalat, dan jumlah rakaatnya melalui hadist. Rasulullah Muhammad SAW berkata, "Shalatlah kamu, sebagaimana kamu melihat aku shalat" (HR: Bukhari).
Kesediaan serta kesiapan Umat Islam untuk mempelajari hadist, sesungguhnya juga menunjukkan kecintaan mereka kepada Rasulullah Muhammad SAW. Kesediaan serta kesiapan mempelajari hadist, juga akan memebantu Umat Islam dalam mengenali hadist-hadist palsu yang disebarkan oleh orang-orang kafir, fasiq, musyrik, dan munafik.
Kesediaan serta kesiapan mempelajari hadist, akan semakin "mengakrabkan" hubungan Umat Islam dengan yang dicintainya (Rasulullah Muhammad SAW). Hal ini penting, agar Umat Islam dapat mengenali dan menolak klaim kerasulan dan kenabian dari para oportunis (pencari kesempatan) dan orang-orang sesat, yang berupaya menyesatkan manusia.

Senin, 22 Oktober 2007

MARI BATASI HERMEUNETIKA

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik (mendurhakai Allah) dengan suatu berita, maka selidikilah, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu" (QS.49:6).
Firman tersebut relevan dalam mengingatkan Umat Islam agar berhati-hati dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku menghadapi berbagai desakan dan tekanan. Salah satu desakan dan tekanan yang dihadapi Umat Islam saat ini adalah, desakan dan tekanan untuk menafsirkan teks Al Qur'an dengan menggunakan metode hermeunetika.
Sesungguhnya secara metodologi (ilmu tentang metode) tidaklah tepat menafsirkan teks Al Qur'an dengan menggunakan metode hermeunetika, sebab: Pertama, hermeunetika adalah metode yang digunakan manusia untuk memahami teks yang ditulis (sebagai buah pikiran) oleh manusia lainnya.
Kedua, pada awalnya hermeunetika berasal dari istilah "peri hermenias" (Bahasa Yunani) yang digunakan Aristoteles (384-322 SM), yang artinya adalah "untuk memahami" (to understand).
Ketiga, berdasarkan arahan dari Aristoteles hermeunetika dimasukkan pada ranah filsafat, sebagai metode untuk memahami teks-teks klasik.
Keempat, dalam perkembangan selanjutnya hermeunetika digunakan ilmuwan Barat untuk memahami teks Injil (Bible), yang ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, beberapa tahun setelah Rasulullah Isa AS (Alaihi Salam) tidak ada lagi di tengah-tengah umatnya.
Kelima, oleh karena itu hermeunetika tidak tepat bila digunakan sebagai metode untuk memahami Al Qur'an. Sebab telah diketahui bahwa Al Qur'an bukanlah teks yang ditulis (sebagai buah pikiran) oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami (Allah) yang menurunkan Al Qur'an dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya" (QS.15:9).
Keenam, hermeunetika tidak tepat bila digunakan sebagai metode untuk memahami Al Qur'an. Sebab upaya pemahaman teks dalam hermeunetika diawali dengan kecurigaan (suspicious) terhadap motivasi pembuat teks (penulis).
Padahal dalam memahami Al Qur'an, Rasulullah Muhammad SAW telah mengajarkan agar Umat Islam berprasangka baik kepada Allah SWT. Sebab Allah SWT dalam Al Qur'an telah memperkenalkan diri sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Ketujuh, oleh karena itu cukuplah hermeunetika digunakan sebagai metode pemahaman bagi teks-teks yang ditulis oleh manusia. Tetapi tidak dapat digunakan terhadap Al Qur'an (Firman Allah SWT).