ABOUT ISLAM

Selasa, 28 Agustus 2007

LAKI - LAKI DAN PEREMPUAN

Neni Utami Adiningsih, seorang penggagas Forum Studi Pemberdayaan Keluarga (Family Empowerment Studies Forum), dalam Harian Republika tanggal 22 Desember 2004 menyatakan, bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia mengalami peningkatan dari 38,75 % pada tahun 1970-1980, menjadi 51,65 % pada tahun 1980-1990.
Dengan asumsi bahwa peningkatan terus terjadi, karena berbagai sebab yang bersumber pada keluarga, maka pada tahun 1990-2000 tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia berpeluang mencapai 64,55 % dan pada tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 73,58 %.
Bila angka-angka ini terus merangkak naik, maka tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki Indonesia akan semakin menurun. Akibatnya akan semakin banyak laki-laki yang menganggur, dan menggantungkan nafkahnya pada perempuan (istri).
Uniknya, banyak pihak mengetahui bahwa peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, antara lain disebabkan terjadinya kekerasan oleh laki-laki terhadap perempuan dalam rumah tangga. Oleh karena itu para perempuan Indonesia berbondong-bondong ke luar rumah untuk mencari penghasilan sendiri, agar lebih dihormati oleh laki-laki (suami), dan sekaligus untuk mengurangi jumlah jam tinggal di rumah yang berresiko mengalami kekerasan dari laki-laki.
Padahal, karena terjadi peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, maka meningkat pula jumlah laki-laki yang menganggur. Tanpa kemampuan emosional yang baik (karena tidak menerapkan nilai-nilai Islam), maka laki-laki pengangguran ini sangat berpotensi melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Sehingga antara kekerasan dalam rumah tangga, peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, penurunan partisipasi angkatan kerja laki-laki, peningkatan pengangguran laki-laki, dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi siklus yang berbahaya. Dalm konteks keluarga muslim, siklus semacam ini berbahaya bagi perkembangan umat Islam, merapuhkan keluarga-keluarga muslim, dan mengurangi kontribusi muslim bagi masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam kembali kepada nilai-nilai Islam (Al Qur'an dan Al Hadist). Sudah saatnya laki-laki diberi tanggungjawab sebagai pemimpin, sebagaimana diamanatkan Allah SWT dalam QS.4:34, "Arrijaalu qawwaamuunaa 'alan nisaa-i" (laki-laki itu pemimpin bagi perempuan). Sesuai dengan tanggungjawabnya sebagai pemimpin, tidak ada "ruang" bagi laki-laki untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Sesuai dengan tanggungjawabnya, seorang laki-laki harus melindungi dan menyayangi istri (perempuan) dan keluarganya (anak-anaknya).
Berdasarkan nilai-nilai Islam, maka seorang laki-laki wajib bergerak ke luar rumah, untuk mencari nafkah yang akan dipersembahkan bagi istri dan keluarganya. Tidak layak bagi laki-laki yang telah diberi amanat sebagai pemimpin oleh Allah SWT bersantai-santai di rumah, sedangkan istrinya bekerja keras mencari nafkah di luar rumah. Juga tidak layak bagi laki-laki (dengan alasan apapun) melakukan kekerasan terhadap istri dan keluarganya, karena ia telah diberi amanat oleh Allah SWT sebagai pemimpin, bukan sebagai "penjagal". Bila seorang laki-laki tidak menjalankan amanat dari Allah SWT sebagaimana tertuang dalam QS.4:34 maka Allah SWT tentu akan memberi konskuensi (sanksi) yang berat padanya.
Dengan demikian sudah selayaknya seorang istri berada di rumah untuk menjadi ibu bagi putra-putrinya. Bersama-sama dengan suami, seorang istri akan bekerjasama menyiapkan generasi umat Islam berikutnya, yang harus lebih baik kualitasnya dari kedua orangtuanya. Bila ini terjadi, umat Islam akan semakin baik dari generasi ke generasi, sehingga dapat memberi kontribusi yang terus meningkat bagi masyarakat pada umumnya. Sesuai dengan missi kehadiran umat Islam di dunia (alam semesta), yaitu rahmatan lil'alamiin (manfaat optimal bagi alam semesta).

Minggu, 26 Agustus 2007

JANGAN ANARKHIS, LHO...


Bila umat Islam berkenan sungguh- sungguh memper- hatikan firman Allah SWT dalam QS.10:2 maka sesungguhnya umat Islam dilarang berperilaku emosional, dan juga dilarang berperilaku anarkhis. Mengapa demikian? Jawabannya adalah, karena sejak abad ke-7 atau sejak 13 abad (1.300 tahun) yang lalu, sebagian manusia yang menolak nilai-nilai Islam telah berupaya menegasi (menghapus) nilai-nilai tersebut dari permukaan bumi. Oleh karena mereka (kaum anti nilai-nilai Islam) kesulitan dalam mendeskreditkan nilai-nilai Islam yang tertuang dalam Al Qur'an, maka sasaran berikutnya adalah tokoh yang menyampaikan nilai-nilai Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan demikian benarlah, ketika umat Islam wajib menahan diri, dan mengendalikan diri dari perilaku emosional dan anarkhis. Tidak layak bagi umat Islam melakukan tindakan anarkhis, termasuk ketika sebagian pers dan masyarakat Barat menghina Rasulullah Muhammad SAW. Meskipun data-data yang menunjukkan penghinaan tersebut relatif lengkap dan meluas (meliputi Asia, Eropa, Afrika, Amerika, dan Australia), umat Islam harus menerima fakta penghinaan tersebut dengan penuh kesabaran dalam nuansa semangat dakwah yang tinggi.
Rasulullah Muhammad SAW telah mencontohkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang FAST (Fathonah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh) dalam menghadapi berbagai persoalan dakwah. Oleh karena itu: Pertama, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku fathonah atau cerdas. Wujudnya dengan memahami historisitas "nasib" para Rasulullah di hadapan masyarakat Barat. Bagi masyarakat Barat para Rasulullah disikapi dengan dua sikap, yaitu bila tidak dihinakan sehina-hinanya, maka Rasulullah tersebut akan dipertuhankan.
Kedua, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku amanah atau dapat dipercaya. Wujudnya berupa kemampuan memperlihatkan karakter muslim yang berAIM-A2, yaitu ber: Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak. Hal ini penting karena sesungguhnya hanya manusia-manusia yang berAIM-A2 yang dapat dipercaya, sebab manusia-manusia ini mengetahui bahwa bahwa Allah SWT mengetahui kebohongan sekecil apapun.
Ketiga, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku shiddiq atau obyektif. Wujudnya dengan memperhatikan fakta sejarah (histori) selama ini, bahwa hanya nilai-nilai Islam yang mampu menjadi kompetitor nilai-nilai Barat, mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, hingga pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu sangat dapat difahami ketika sebagian pers dan masyarakat Barat yang hina berupaya menghina Rasulullah Muhammad SAW, dalam rangka menegasi nilai-nilai Islam. Sesungguhnya seorang manusia hanya akan terhina, bila ia berpikir, bersikap, dan berperilaku tidak mencerminkan karakter manusia yang beraqidah (berke-Tuhan-an), beribadah (berbakti kepada Tuhan), bermuamallah (berinteraksi sosial secara bermartabat), beradab (beretika dan berkesopanan), serta berakhlak (mengekspresikan diri sebagai manusia yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, dan beradab).
Keempat, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku tabligh atau informatif. Wujudnya dengan berdakwah tanpa kenal lelah terutama bagi masyarakat Barat, dengan memanfaatkan segenap teknologi informasi yang dimiliki. Hal ini dilakukan, karena sesunguhnya umat Islam tidak memusuhi masyarakat Barat, melainkan ingin bersama-sama dengan masyarakat Barat membangun peradaban dunia yang TRANSHUME, yaitu peradaban yang: (1) TRANSenden (meruhani, sehingga dapat mengenal Allah SWT, sebagai Tuhan Yang Maha Esa); (2) HUManis (manusiawi, yang memposisikan manusia sesuai dengan fitrahnya); dan (3) Emansipatori (membebaskan, yaitu membebaskan manusia dari kejahiliahan atau nilai-nilai maksiat).

MONUMEN TERORISME

Allah SWT berfirman dalam QS.10:2 sebagai berikut: "Apakah manusia heran, bahwa Kami (Allah, Tuhan Yang Maha Esa)) telah mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka (Muhammad). (Dan memerintahkan kepadanya) "Hendaklah engkau (Muhammad) memberi peringatan kepada manusia, dan gembirakanlah orang-orang yang beriman karena mereka mempunyai pendirian yang benar di sisi Tuhan mereka." (Meskipun) orang-orang kafir itu berkata, "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) adalah ahli sihir yang nyata."
Setiap umat Islam tentu faham, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang kafir dalam firman Allah ini adalah orang-orang yang menentang Allah SWT, yang dalam konteks real (nyata) berupa nilai-nilai Islam yang bersumber dari Allah SWT yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Sementara itu, dalam konteks kekinian (sekarang) orang-orang kafir meliputi orang-orang yang anti nilai-nilai Islam, anti Allah SWT, anti Rasulullah Muhammad SAW, dan anti umat Islam, yang tercermin pada peradaban Barat saat ini.
Peradaban Barat telah memvonis, bahwa umat Islam identik dengan teroris. Satu hal yang mereka lupa namun telah menjadi Monumen Terorisme adalah Negara Israel, yang didirikan dengan merampok tanah Bangsa Palestina, dan menteror Bangsa Palestina sejak tahun 1920 hingga saat ini. Padahal Monumen Kedzaliman ini dibangun oleh peradaban Barat, dan didukung hingga kini oleh peradaban Barat.
Peradaban Barat juga lupa, bahwa mereka telah menebar kolonialisme dan imperialisme sejak berabad-abad hingga kini. Sejarah membuktikan, bahwa setiap bangsa yang melakukan perlawanan akan diberi sebutan dengan sebutan yang buruk. Ingatlah pengalaman Indonesia yang dijajah Belanda selama lebih dari 250 tahun, maka ketika Bangsa Indonesia melakukan perlawanan, Belanda menyebut para pejuang (mujahid) Indonesia dengan sebutan "ekstrimis". Hal yang sama kini terjadi di Irak yang dijajah Bangsa Barat (Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya), maka ketika Bangsa Irak melakukan perlawanan, Bangsa Barat menyebut para pejuang Irak dengan sebutan "teroris."
Oleh karena itu ketahuilah, bahwa Islam adalah agama yang cinta damai. Agama Islam mengajarkan silaturahmi atau upaya membangun ikatan sosial yang harmonis. Namun agama Islam juga mengajarkan, bahwa setiap muslim harus berupaya menyampaikan kebenaran dan mampu menegakkan kebenaran, agar harkat dan martabat manusia terjaga secara baik. Semoga perdaiaman dunia dapat terwujud, amin....

Sabtu, 18 Agustus 2007

KEMBALI KE RUMAH

Setiap muslim hendaknya cermat dalam memperhatikan suatu issue yang berkaitan dengan prospek umat, misalnya issue tentang peran perempuan (wanita) dalam rumah tangga. Dalam konteks ini MUI (Majelis Ulama Indonesia) mendorong perempuan untuk kembali ke rumah, kecuali untuk profesi seperti dokter ahli kandungan dan profesi lain yang khusus berinteraksi dengan perempuan (lihat Harian Republika tanggal 16 Desember 2004).
MUI menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk melakukan gerakan kembali ke rumah bagi perempuan. Hal ini dikarenakan rumah merupakan wahana pendidikan pertama dan utama untuk membentengi anak dari serbuan budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Seruan MUI menjadi penting karena saat ini rumah cenderung hanya berfungsi sebagai "terminal" (tempat persinggahan) anggota keluarga, tanpa ada interaksi yang berkualitas (saling menyayangi).
Kecenderungan ini tentu mencemaskan setiap muslim, karena menjadi ancaman regeneratif umat. Oleh karena itu, hal ini perlu diatasi agar setiap keluarga muslim dapat menghadapi beratnya tantangan agresi budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Agresi budaya ini wujudnya berupa kemerosotan akhlak, seperti: minum-minuman keras dan penggunaan narkotika, perjudian, perzinahan, dan lain-lain.
Allah SWT telah mengingatkan agar orang tua (ayah dan bunda) berbagi fungsi, agar umat terhindar dari generasi berikutnya yang lemah. Tepatnya Allah SWT berfirman, "Dan hendaklah takut kepada Allah , orang-orang yang sekiranya meninggalkan anak-anak yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap anak-anak mereka. Maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah , dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (QS.4:9).
Firman Allah SWT ini hendaknya menjadi titik tumpu bagi laki-laki dan perempuan yang telah menikah dalam merancang sinergi. Berbasis nilai-nilai Islam, sudah saatnya laki-laki dengan didukung perempuan mengambil peran sebagai pencari nafkah (pekerjaan publik), sedangkan perempuan dengan didukung laki-laki mengambil peran sebagai pendidik anak yang utama (pekerjaan domestik). Sudah saatnya pula laki-laki dan perempuan saling menghargai perannya masing-masing, dan bertanggungjawab atas perannya itu kepada Allah SWT dan anggota keluarga. Bila ini terjadi, maka saat itulah terjadi gerakan perempuan-perempuan muslim untuk kembali ke rumah, demi bakti kepada Allah SWT, dengan mencetak generasi muslim yang unggul. Saat itu pula, setiap laki-laki muslim wajib menghormati dan menyayangi istri mereka msing-masing, karena Allah SWT akan memurkai laki-laki yang mengkhianati perempuan-perempuan mulia ini. Perempuan-perempuan muslim yang bersedia kembali ke rumah.

Selasa, 14 Agustus 2007

LHA... FAKTANYA...?

Hermawan Kertajaya dalam bukunya "On Marketing" (2003:112) menyatakan, bahwa di banyak negara, masyarakat tersegmentasi menjadi: Pertama, kelompok kaya urban, sebesar 3 % dari populasi. Kedua, kelompok kaya rural, sebesar 7 % dari populasi. Ketiga, kelompok miskin urban, sebesar 27 % dari populasi. Keempat, kelompok miskin rural, sebesar 63 % dari populasi.
Bila pernyataan Hermawan Kertajaya dilihat dalam konteks kekinian (tahun 2007), maka pernyataan tersebut masih relevan. Bahkan boleh jadi prosentase kelompok miskin di banyak negara cenderung meningkat (silahkan melihat data melalui internet). Demikian pula dalam kasus Indonesia, bukankah tidak terlalu sukar bagi kita untuk mencari orang miskin di sekitar kita?
Pertanyaannya, mengapa demikian? Bagaimana dengan globalisasi? Bagaimana dengan liberalisasi perdagangan? Dan juga, bagaimana dengan kapitalisasi? Atau, bagaimana dengan globalisme? Bagaimana dengan liberalisme? Dan juga, bagaimana dengan kapitalisme?
Ternyata, globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme telah "menina-bobokan" masyarakat dunia. Masyarakat dunia menyambut dengan gegap gempita, penuh sorak sorai, seperti bertemu dewa dan dewi. Namun ternyata globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme telah gagal mengentaskan kemiskinan, serta telah gagal memperhatikan dan membantu kelompok miskin keluar dari kemiskinannya.
Pertanyaan berikut, mengapa masyarakat dunia masih gegap gempita dan penuh sorak sorai bergembira menerima globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan sindiran dari Allah SWT kepada masyarakat dunia.
Allah SWT berfirman, bahwa yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal (lihat QS.5:58). Karena sesungguhnya kehinaan akan menimpa kaum yang tidak mempergunakan akalnya (lihat QS.10:100). Oleh karena itu Allah SWT memberikan tanda-tanda (simbol) yang terang kepada kaum yang berakal (lihat QS.29:35). Maka tentulah tidak dapat mengambil pelajaran, selain kaum yang mempunyai pikiran (lihat QS.3:7).
Oleh karena itu, sekiranya penduduk suatu negara beriman dan bertaqwa, pastilah Allah SWT akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Allah SWT, maka mereka mendapat kesulitan karena perbuatan mereka itu (lihat QS.7:96).
Sesungguhnya keimanan dan ketaqwaan penduduk suatu negara, akan mendorong mereka berada pada koridor nilai-nilai Islam, yaitu aqidah (sistem Ketuhanan), ibadah (sistem peribadatan), muamallah (sistem interaksi sosial), adab (sistem etika atau kesopanan), dan akhlak (sistem ekspresi orang yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, dan beradab). Koridor ini akan mengantarkan mereka pada karakter fathonah (cerdas), amanah (dapat dipercaya), shiddiq (obyektif), tabligh (informatif), istiqomah (konsisten), ikhlas (tulus hati), dan ridha (lapang dada). Kondisi ini selanjutnya akan memberi peluang bagi penduduk negara tersebut untuk membangun peradaban yang transcendent (meruhani), humanis (sesuai fitrah kesucian manusia), dan emansipatori (membebaskan manusia dari jebakan jahiliah modern).

Senin, 13 Agustus 2007

BINARY NUMBER GAMES


Binary number atau bilangan binair, adalah sistem bilangan yang hanya terdiri dari dua angka, yaitu 0 dan 1. Binary number digunakan dalam proses pengkodean informasi dalam komputer, sehingga komputer dapat memproses berbagai informasi dengan cepat dan tepat. Contoh binary number seperti: 0101, 0111, 0110, 1001, 1011, 1000, 0000, 0100, 0001, 0011, dan seterusnya.
Ada hal yang menarik yang berkaitan dengan binary number, yaitu kombinasi 0 dan 1. Dengan menggunakan perspektif simbolik bernuansa matematika, maka seorang muslim mengetahui bahwa binary number merupakan cermin kebenaran dan implementasi firman Allah SWT dalam QS. 112: 1-4 atau QS. Al Ikhlas.
Dalam QS.112:1-4 Allah SWT berfirman, bahwa: (1) Allah SWT itu Maha Esa; (2) Hanya kepada Allah SWT, manusia meminta atau mohon pertolongan; (3) Allah SWT itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan; dan (4) Tidak ada sesuatupun yang setara atau sebanding dengan Allah SWT.
Berdasarkan QS.112:1-4 diketahui adanya substansi mendasar yang harus diketahui manusia, yaitu: Allah SWT itu Maha Esa. Dengan menggunakan perspektif simbolik bernuansa matematika, maka penyebutan Maha Esa dapat disimbolkan dengan bilangan "1", dengan syarat bilangan ini dimaknai sebagaimana pengertian Maha Esa, dimana ke-Esa-anNya bersifat Maha, yaitu tidak terdiri dari unsur-unsur.
Selanjutnya bila manusia berkenan memperhatikan eksistensi kuantitatif seorang manusia (misal: si fulan), maka ia akan mengetahui bahwa si fulan hanyalah 1 (satu) dari sekian milyar manusia yang berada di bumi, di mana bumi hanyalah salah satu dari sekian planet dalam tata surya, di mana tata surya hanyalah salah satu dari sekian banyak tata surya dalam Galaksi Bimasakti (Milkyway), di mana Galaksi Bimasakti hanyalah salah satu dari sekian banyak galaksi di alam semesta. Berdasarkan pendekatan eksistensi kuantitatif ini maka seorang manusia hanyalah 1/~ atau satu per tak terhingga, yang bila diproses secara matematis maka dapatlah dikatakan bahwa seorang manusia hanyalah "0" (nol).
Pengertian "0" bagi seorang manusia, adalah ia (manusia tersebut) tidaklah berarti apa-apa bila dibandingkan dengan alam semesta yang luasnya tak terhingga. Pengertian ini juga berarti bahwa seorang manusia hanyalah "0" bila dibandingkan dengan Pencipta Alam Semesta, yaitu Allah SWT yang kekuasaan, dan keagunganNya tak terhingga. Berbekal pengertian ini, maka seorang manusia (siapapun dia) tak layak sombong, dan tak layak mendurhakai Allah SWT.
Seorang manusia (disimbulkan dengan huruf "M") yang telah menyadari dirinya "0" akan mengerti, bahwa Allah SWT itu Maha Esa (disimbulkan dengan bilangan "1"), maka secara matematis konsepsi ini dapat dituliskan: "M pangkat 0 sama dengan 1". Pengertiannya, siapapun bila menyadari dirinya "0" akan mengerti bahwa Allah itu Maha Esa. Hanya orang-orang yang sombong atau tidak mengetahui eksistensi dirinya, yang mengatakan Tuhan itu lebih dari satu (misal: tiga).
Seorang manusia (disimbulkan dengan huruf "M") yang telah mengetahui bahwa Allah SWT itu Maha Esa, akan menjadi manusia yang paling merdeka karena ia akan menjadi dirinya sendiri, yang secara matematis konsepsi ini dapat dituliskan: "M pangkat 1 sama dengan M". Dalam matematika bilangan berapapun bila berpangkat 1 maka akan menghasilkan bilangan itu sendiri.
Seorang manusia yang mengetahui dirinya "0", dan mengetahui Tuhannya, yaitu Allah SWT, adalah Maha Esa (disimbulkan dengan "1") akan menempatkan Tuhannya dalam posisi super ordinat (wajib dipatuhi) dan dirinya pada posisi subordinat (wajib mematuhi), sehingga ia akan dapat berfungsi tak terhingga (optimal), yang secara matematis konsepsi ini dapat dituliskan: "1 per 0 sama dengan tak terhingga" atau "1/0 = ~". Dengan kata lain seorang manusia yang berkenan memahami bahwa Allah SWT itu Maha Esa maka ia akan mampu memberi manfaat optimal bagi lingkungannya, yang dalam bahasa Al Qur'an disebut "rahmatan lil'alamiin" (rahmat bagi alam semesta).
Bila seorang muslim berkenan memperhatikan uraian tentang seorang manusia yang mengenal dirinya ("0"), kemudian manusia tersebut memahami bahwa Allah itu Maha Esa ("1"), sehingga ia menjadi manusia yang paling merdeka, dan dapat berfungsi optimal ("~"), maka dapatlah diketahui, bahwa Allah SWT sedang mengajarkan binary number (bilangan 0 dan 1), di mana manusia itu "0", sedangkan Allah SWT itu "1" (Maha Esa).
Bila binary number begitu penting dalam pengelolaan informasi saat ini, maka begitu pula dengan informasi bahwa manusia adalah "0" sedangkan Allah SWT itu "1" (Maha Esa). Dengan demikian inilah binary number games ("permainan" binary number) yang telah diketahui umat Islam sejak abad ke-7 (masa penyampaian Islam oleh Rasulullah Muhammad SAW).

IBADAH DAN MUAMALLAH

Ibadah secara khusus berarti ritual atau prosesi yang dilakukan manusia untuk dipersembahkan kepada Allah SWT; sedangkan muamallah berarti tata interaksi antar manusia. Berkaitan dengan ibadah ada suatu prinsip penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan ibadah seorang muslim harus sungguh-sungguh mengetahui adanya tuntunan dari Al Qur'an dan/atau Al Hadist untuk ibadah yang dilakukannya. Bila suatu ibadah dilakukan tanpa adanya tuntunan dari Al Qur'an dan/atau Al Hadist, maka ibadah tersebut bersifat bid'ah (menyimpang), dan setiap bid'ah akan ditolak oleh Allah SWT. Oleh karena itu seorang manusia tidak boleh menambah-nambah atau mengurang-ngurangi ketetapan Allah SWT tentang ibadah.
Sebaliknya, muamallah juga memiliki prinsip penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan muamallah seorang muslim harus sungguh-sungguh mengetahui ketiadaan larangan dari Al Qur'an dan/atau Al Hadist untuk muamallah yang dilakukannya. Bila suatu muamallah telah nyata dilarang dalam Al Qur'an dan/atau Al Hadist, namun masih tetap dilakukan oleh manusia, maka manusia tersebut tergolong manusia yang melakukan dosa.
Oleh karena itu, bila dalam ibadah manusia dilarang melakukan kreasi terbaru; maka dalam muamallah manusia sangat dianjurkan untuk berkreasi sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan. Salah satu contoh muamallah adalah Pancasila, yang berisi tata nilai yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Kamis, 09 Agustus 2007

BERBEKAL PSIKOSOSIAL

Setelah memahami "jiwa" masyarakat, maka seorang muslim dapat memetakan masyarakat yang sedang berinteraksi dengannya. Peta tersebut dapat memuat kategori masyarakat, seperti: kafir, fasiq, musyrik, munafik, atau muttaqiin. Bila suatu masyarakat masih dikategorikan sebagai masyarakat yang kafir, fasiq, musyrik, atau munafik, maka menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk mengajak mereka ke "jalan" taqwa, sehingga mencapai derajat muttaqiin. Pencerahan didahului dengan menyampaikan firman Allah SWT, bahwa Allah SWT telah memilihkan Agama Islam untuk manusia, maka janganlah mati melainkan dalam keadaan muslim (lihat QS.2:132). Meskipun sesungguhnya tidak ada paksaan dalam memeluk Agama Islam, karena sudah jelas "jalan" yang benar dengan yang salah (lihat QS.2:256). Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah SWT hanyalah Agama Islam (lihat QS.3:19). Oleh karena itu, barangsiapa memeluk agama selain Agama Islam, maka tidak akan diterima agamanya itu (lihat QS.3:85).

KOMUNIKASIKAN YUK....


Salah satu karakter muslim yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah tabligh (informatif). Karakter ini menuntut kemampuan informatif yang relatif tinggi, yaitu kemampuan mengkomunikasikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, setiap muslim perlu memahami kondisi psikologi masyarakat, yang biasa disebut psikososial. Oleh karena itu seorang muslim perlu mengetahui psikososial, meskipun serba sedikit. Psikososial sesungguhnya secara awam lebih mirip perpaduan antara psikologi dan sosiologi, meskipun pemahaman ini tidak seluruhnya benar.
Psikologi adalah ilmu tentang kondisi kejiwaan (suasana hati) individu dan hal-hal yang melatar belakangi serta implikasinya; sedangkan sosiologi adalah ilmu tentang kondisi masyarakat, hal-hal yang melatar belakangi serta implikasinya. Sebagai konsekuensi ilmu perpaduan maka psikososial dapat dipandang dari dua sisi ilmu yang menjadi basis konseptualnya. Dari sisi sosiologi, psikososial merupakan ilmu yang berasumsi bahwa masyarakat merupakan satu kesatuan yang memiliki "jiwa" tertentu, yang dapat dikaji kondisi, latar belakang, dan implikasinya. Sementara itu dari sisi psikologi, psikososial merupakan ilmu yang berasumsi bahwa individu-individu memiliki jiwa tertentu, yang selanjutnya mengalami kolektivisasi sehingga membentuk "jiwa" masyarakat, yang dapat dikaji kondisi, latar belakang, dan implikasinya.

Selasa, 07 Agustus 2007

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

Allah SWT dalam Al Qur'an menjelaskan, bahwa sesungguhnya langit dan bumi dahulunya berpadu, lalu Allah SWT memisahkan keduanya (lihat QS.21:30). Allah SWT membangun langit dan bumi dengan kekuasaanNya, termasuk dengan memperluas langit tersebut (lihat QS.51:47). Hingga langit dan bumi (alam semesta) akan berakhir, ketika bintang-bintang berguguran (QS.81:1-2).
Penjelasan Allah SWT ini telah disampaikan melalui Rasulullah Muhammad SAW pada abad ke-7, dan barulah pada abad ke-19 manusia berhasil memahami penjelasan Allah SWT ini. Orang-orang seperti Edwin Huble (1929) dan kawan-kawannya (para fisikawan ruang angkasa), telah berhasil secara empiris membuktikan kebenaran Al Qur'an. Mereka yang juga berjasa adalah Arnold Penzias dan Robert Wilson (pemenang Nobel).
Jika sampai saat ini masih ada Islam-phobia di kalangan manusia, maka hal ini menunjukkan "mahalnya" hidayah.

Jumat, 03 Agustus 2007

JANGAN RAGU - RAGU

Ada satu hal yang manusia tidak boleh ragu-ragu, yaitu tentang isi Al Qur'an, atau tentang Firman Allah SWT dalam Al Qur'an. Bila dalam kehidupan sehari - hari manusia boleh jadi tertipu oleh data palsu yang ditangkap inderanya (disebut fatamorgana), atau tertipu data tak lengkap karena keterbatasan inderanya (disebut fenomena), maka dengan berbekal Al Qur'an ia tak akan tertipu. Al Qur'an menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia melalui penjelasan yang sebenar-benarnya, yang karena absolutisme kebenarannya seringkali berada di luar jangkauan indera manusia (disebut numena).
Allah SWT menjelaskan, bahwa sesungguhnya Allah SWT yang menurunkan Al Qur'an, dan Allah SWT pula yang menjaganya (lihat QS.15:9).

Kamis, 02 Agustus 2007

KESOMBONGAN MANUSIA


Sifat sombong pada diri manusia sesungguhnya akan merugikan dirinya sendiri, karena akan terhalang dari mendapat kebenaran. Puncak kesombongan manusia adalah ketika menganggap dirinya lebih hebat, lebih tahu, dan lebih berhak dari Allah SWT. Kesombongan semacam ini tepat kiranya bila disebut "Fir'aun Syndrom". Saat ini Fir'aun Syndrom banyak menjangkiti manusia. Lihatlah manusia yang menghina ayat-ayat Al Qur'an, dan merendahkan Rasulullah Muhammad SAW. Mereka-mereka ini menderita Fir'aun Syndrom dan menunggu penghakiman dari Allah SWT.

Allah SWT berfirman, "Dan tidakkah mereka berjalan di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana akibat orang-orang (yang mendustakan Allah) sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka. Orang-orang itu juga mengolah bumi serta memakmurkannya melebihi dari yang mereka makmurkan. Dan datanglah kepada mereka rasul-rasulNya dengan keterangan- keterangan yang nyata (tapi mereka mengingkari). Maka (sesungguhnya) Allah tidaklah menganaiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri" (QS.30:9).

Rabu, 01 Agustus 2007

MEMBANGUN PERADABAN

Setiap muslim wajib berusaha mewujudkan peradaban dunia yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori), dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak), melalui karakter muslim yang FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqomah, Ikhlas, dan Ridha), dalam perannya sebagai MUASIR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Assabiquunal awaluun, SIrajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin. Peradaban TRANSHUME, adalah peradaban yang dibangun berdasarkan konsepsi-konsepsi ruhani (transenden), kemanusian (humanis), dan membebaskan (emansipatori). Konsepsi-konsepsi ruhani (Agama Islam) akan mendorong setiap muslim untuk menata pemikiran, sikap, dan perilakunya sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai nilai-nilai utama (ultimate values). Pemikiran, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam ini kemudian menciptakan peradaban yang menempatkan manusia berada pada posisinya sebagai manusia, atau sesuai dengan fitrahnya. Manusia tidak diposisikan sebagai super-ordinat, melainkan dalam posisi sub-ordinat. Super-ordinat (yang harus dipatuhi) semesta alam adalah Allah SWT, sedangkan manusia adalah sub-ordinat (yang harus mematuhi) dari Allah SWT. Semangat transenden dan humanis dalam koridor nilai-nilai Islam (AIM-A2) selanjutnya akan menciptakan peradaban yang emansipatori, yaitu peradaban yang membebaskan manusia dari penjajahan, eksploitasi, dan kedzaliman lainnya.