ABOUT ISLAM

Selasa, 14 Agustus 2007

LHA... FAKTANYA...?

Hermawan Kertajaya dalam bukunya "On Marketing" (2003:112) menyatakan, bahwa di banyak negara, masyarakat tersegmentasi menjadi: Pertama, kelompok kaya urban, sebesar 3 % dari populasi. Kedua, kelompok kaya rural, sebesar 7 % dari populasi. Ketiga, kelompok miskin urban, sebesar 27 % dari populasi. Keempat, kelompok miskin rural, sebesar 63 % dari populasi.
Bila pernyataan Hermawan Kertajaya dilihat dalam konteks kekinian (tahun 2007), maka pernyataan tersebut masih relevan. Bahkan boleh jadi prosentase kelompok miskin di banyak negara cenderung meningkat (silahkan melihat data melalui internet). Demikian pula dalam kasus Indonesia, bukankah tidak terlalu sukar bagi kita untuk mencari orang miskin di sekitar kita?
Pertanyaannya, mengapa demikian? Bagaimana dengan globalisasi? Bagaimana dengan liberalisasi perdagangan? Dan juga, bagaimana dengan kapitalisasi? Atau, bagaimana dengan globalisme? Bagaimana dengan liberalisme? Dan juga, bagaimana dengan kapitalisme?
Ternyata, globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme telah "menina-bobokan" masyarakat dunia. Masyarakat dunia menyambut dengan gegap gempita, penuh sorak sorai, seperti bertemu dewa dan dewi. Namun ternyata globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme telah gagal mengentaskan kemiskinan, serta telah gagal memperhatikan dan membantu kelompok miskin keluar dari kemiskinannya.
Pertanyaan berikut, mengapa masyarakat dunia masih gegap gempita dan penuh sorak sorai bergembira menerima globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan sindiran dari Allah SWT kepada masyarakat dunia.
Allah SWT berfirman, bahwa yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal (lihat QS.5:58). Karena sesungguhnya kehinaan akan menimpa kaum yang tidak mempergunakan akalnya (lihat QS.10:100). Oleh karena itu Allah SWT memberikan tanda-tanda (simbol) yang terang kepada kaum yang berakal (lihat QS.29:35). Maka tentulah tidak dapat mengambil pelajaran, selain kaum yang mempunyai pikiran (lihat QS.3:7).
Oleh karena itu, sekiranya penduduk suatu negara beriman dan bertaqwa, pastilah Allah SWT akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Allah SWT, maka mereka mendapat kesulitan karena perbuatan mereka itu (lihat QS.7:96).
Sesungguhnya keimanan dan ketaqwaan penduduk suatu negara, akan mendorong mereka berada pada koridor nilai-nilai Islam, yaitu aqidah (sistem Ketuhanan), ibadah (sistem peribadatan), muamallah (sistem interaksi sosial), adab (sistem etika atau kesopanan), dan akhlak (sistem ekspresi orang yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, dan beradab). Koridor ini akan mengantarkan mereka pada karakter fathonah (cerdas), amanah (dapat dipercaya), shiddiq (obyektif), tabligh (informatif), istiqomah (konsisten), ikhlas (tulus hati), dan ridha (lapang dada). Kondisi ini selanjutnya akan memberi peluang bagi penduduk negara tersebut untuk membangun peradaban yang transcendent (meruhani), humanis (sesuai fitrah kesucian manusia), dan emansipatori (membebaskan manusia dari jebakan jahiliah modern).

Tidak ada komentar: