ABOUT ISLAM

Minggu, 31 Juli 2011

MAMPU MENGANGKAT DIRI

“Mengangkat diri” adalah suatu kemampuan yang ada pada diri seseorang, di mana ia dapat menempatkan atau memposisikan dirinya sebagai individu yang memiliki tingkat dan kualitas diri yang lebih baik atau lebih tinggi dari sebelumnya.


Agar seseorang dapat memiliki kemampuan mengangkat diri, maka ia harus memperhatikan tingkat dan kualitas diri yang ingin dicapainya. Tingkat diri yang akan ditetapkan, haruslah berdasarkan kualifikasi diri yang telah dicapainya saat ini, yang meliputi keahlian dan kompetensi yang ada pada dirinya.


Keahlian diperlihatkan oleh kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan tertentu dengan baik, berdasarkan latihan yang terus menerus yang dilakukannya selama ini. Sementara itu, kompetensi diperlihatkan oleh kemampuannya dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan tertentu dengan baik, berdasarkan keahlian dan bakat yang dimilikinya.


Tingkat diri akan semakin berada pada posisi yang baik (tinggi) bila didukung oleh kualitas diri yang baik pula. Sementara itu, kualitas diri ditandai oleh karakter yang dimiliki seseorang, yang merupakan personalitas atau kepribadian seseorang, yang membuat seseorang berbeda dengan orang lain.


Allah SWT berfirman, “Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi…” (QS.3:191). Allah SWT juga berfirman, “Maka apabila telah ditunaikan shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka bumi dan carilah karunia Allah, serta ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS.62:10).


Firman Allah SWT dalam QS.3:191 dan QS.62:10 menunjukkan, bahwa mengingat Allah SWT dalam berbagai keadaan relevan dengan berbagai aktivitas yang perlu dilakukan oleh seorang manusia. Dengan demikin seorang manusia yang memahami QS.3:191 dan QS.62:10 mengerti, bahwa ia perlu mencapai kualitas diri yang baik, mampu memperhitungkan prospek dirinya, dan menghargai waktu.


Apabila seluruh capaian kualitas diri berada pada ”lintasan” kualitas yang ingin dicapai oleh seseorang, maka hal ini akan menjadikannya memiliki suatu kualitas yang tipikal atau unik. Kualitas tipikal seseorang yang berupaya mengangkat diri akan mewujud dalam kesiapan untuk menjalani hidup sebaik mungkin, dengan tetap memikirkan prospek kehidupannya di masa depan.


Apabila prospek yang dipikirkannya mewujud, ia telah siap menyambutnya dengan responsif. Prospek yang mewujud tidak akan diresponnya secara reaktif (respon berlebihan), tidak pula pasif (tanpa respon), dan tidak pula sekedar aktif (merespon sekedarnya), melainkan secara responsif (merespon secara proporsional).


Ia akan menghargai waktu, karena merupakan bagian dari kehidupannya. Tepatnya, kehidupan merupakan proses mengisi aktifitas pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku dalam rentang waktu tertentu.


Oleh karena itu, menghargai waktu merupakan wujud dari penghargaannya kepada kehidupannya yang penuh makna dihadapan semesta, manusia, dan Allah SWT. Seseorang yang berupaya mengangkat diri memahami, bahwa ia pernah menjalani kehidupannya di masa lalu, sedang menjalani kehidupan di masa kini, dan akan menjalani kehidupan di masa depan. Kehidupan masa depan yang difahaminya juga meliputi kehidupan masa depan duniawi, dan kehidupan masa depan akherat.


Selamat mencoba, semoga Allah SWT meridhai…

Minggu, 24 Juli 2011

MAMPU MENGEMBANGKAN DIRI

Mengembangkan diri adalah suatu kondisi ketika seseorang mampu memajukan diri, sehingga kehadirannya memberi dampak yang besar, penting, dan baik. Seseorang yang berada di “jalan” yang benar ketika mengembangkan diri, akan merasakan dampak kehadirannya, yang juga akan berdampak bagi orang lain.


Dampak orang yang sedang mengembangkan diri, antara lain: Pertama, semakin besar dan banyaknya nilai positif yang didapat oleh dirinya dan orang lain. Kedua, semakin bernilai, berguna, dan sesuai dengan kebutuhan dirinya dan orang lain. Ketiga, semakin menyenangkan, nyaman, dan menarik bagi dirinya dan orang lain.


Ada satu hal penting yang perlu dilakukan oleh seseorang dalam rangka mengembangkan diri, yaitu melakukan analisis kebutuhan agar ia dapat mewujudkan tujuan hidupnya. Bagi setiap manusia Allah SWT telah menetapkan tujuan hidup, yaitu: menggapai ridha Allah SWT. Caranya dengan beribadah kepada Allah SWT, dan rahmatan lil’alamiin.


Bagi orang yang sedang mengembangkan diri, analisis kebutuhan diperlukan agar ia mampu mendorong perbaikan tingkat kompetensi dirinya. Oleh karena itu, ia perlu mengawalinya dengan peningkatan rasa ingin tahu. Analisis kebutuhan juga perlu dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan.


Pada saat seseorang berkenan melakukan perbaikan dalam rangka mengembangkan diri, maka ia mampu berubah. Kalaupun karena sesuatu dan lain hal ia belum mampu berubah, maka ia harus menyatakan diri ingin berubah ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, ia harus menanamkan dalam mindset atau pola pikirnya, bahwa ia meyakini sesuatu bukan karena faktor subyektif, melainkan karena faktor obyektif.


Ia harus meyakinkan diri, bahwa meskipun sesuatu dipandang sulit oleh dirinya dan orang lain, namun secara obyektif ia berkeyakinan, bahwa ia dapat melakukannya. Ia tidak “terpesona” dengan kondisi yang mengungkungnya, melainkan terus berupaya mencari peluang agar dapat mencapai sesuatu yang lebih baik, dengan membuka diri terhadap hal-hal yang baru, yang berada dalam koridor nilai-nilai Islam.


Dalam QS.22:54, Allah SWT berfirman, “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu (pengetahuan), meyakini bahwa Al Qur’an adalah sesuatu yang hak (benar) dari Tuhanmu (Allah), lalu mereka beriman dan menundukkan hati mereka kepadanya. Dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus (Islam).”


Dengan demikian seorang manusia yang sedang mengembangkan diri berpeluang memiliki pola pikir yang unggul, yang dicirikan oleh: Pertama, memiliki rasa ingin tahu pada hal-hal yang baru, yang berada dalam koridor nilai-nilai Islam. Kedua, memiliki pikiran yang terbuka, karena ingin mengerti. Ketiga, memiliki kemampuan untuk menerima perubahan ke arah yang lebih baik. Keempat, memiliki kesediaan untuk terus menerus belajar dengan gembira dan senang hati. Kelima, memiliki kesediaan untuk membangun suasana yang baik dalam interaksi sosial.

Senin, 18 Juli 2011

MAMPU MENGATUR DIRI

Mengatur diri adalah suatu kondisi ketika seseorang mampu mengubah pemikiran, sikap dan perilakunya, sehingga dari berbagai masukan yang diperolehnya, ia dapat menghasilkan keluaran dan dampak yang paling baik.


Ketika seseorang menyatakan dirinya bersedia berubah, maka sesungguhnya ia siap berpikir, bersikap, dan berperilaku berbeda dari sebelumnya, menuju ke arah yang lebih baik. Saat itu ia siap mengelola segala potensi dan masukan dari orang lain, sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Dengan demikian ia memiliki harapan bagi dihasilkannya keluaran yang baik, yang kelak juga akan memberi dampak yang baik.


Rasulullah Muhammad SAW pernah mengingatkan, “Setiap kegiatan ada saatnya bersemangat terus menerus, tetapi setiap semangat ada saatnya melemah. Barangsiapa yang semangatnya melemah, lalu ia mencontoh sunnahku, maka ia akan berhasil. Sebaliknya, barangsiapa yang semangatnya melemah, tetapi ia menolak mencontoh sunnahku, maka ia akan gagal” (HR: Ahmad).


Dengan demikian agar dapat terus menerus semangat, maka seorang manusia perlu mencontoh keteladanan Rasulullah Muhammad SAW, lalu menetapkan visi dan misi baru bagi hidupnya. Visi, adalah cita-cita yang ingin dicapai oleh seseorang di masa depan, yang rumusannya akan memberikan inspirasi, motivasi, dan kekuatan pada orang tersebut. Biasanya seseorang akan merumuskan visi yang dapat ia capai, dan dapat ia ukur pencapaiannya, serta dapat ditetapkan periode waktu pencapaiannya.


Sementara itu, misi adalah “perintah” yang harus dilakukan oleh seseorang sesuai dengan visi yang telah ditetapkannya. Rumusan misi seseorang akan memberikan arah bagi orang tersebut dalam mewujudkan visinya. Oleh karena itu, rumusan misi seseorang akan ditetapkannya dalam bentuk rumusan kegiatan utama yang perlu dilakukannya.


Rumusan kegiatan tersebut juga akan dikaitkan dengan ruang lingkup hasil yang hendak dicapai oleh seseorang, dan syarat-syarat yang berkaitan dengan pemikiran, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik. Syarat-syarat tersebut, antara lain: Pertama, bersedia menggapai kemampuan di bidang tertentu. Kedua, bersedia menggapai kemampuan memelihara kelangsungan hidup. Ketiga, bersedia menggapai kemampuan hidup bermasyarakat. Keempat, bersedia untuk menggapai kemampuan belajar sepanjang masa.


Ringkasnya, agar seseorang dapat mengatur diri, maka ia harus mampu mengubah pemikiran, sikap dan perilakunya. Acuan bagi perubahan pemikiran, sikap, dan perilaku orang tersebut adalah visi (cita-cita) dan misi (kegiatan utama) baru, yang ditetapkannya sebagai respon atas dinamika sosial yang ada. Selanjutnya, dengan memperhatikan dan menerima berbagai masukan, maka ia akan dapat menghasilkan keluaran (output) dan dampak (out come) yang paling baik bagi dirinya dan orang lain.

Senin, 04 Juli 2011

MAMPU "BERALAMAT" SENDIRI

“Beralamat sendiri”, mengandung makna “mandiri”. Seseorang yang mampu “beralamat sendiri” berarti orang yang mandiri. Pemikiran, sikap, dan perilaku orang tersebut tidaklah dideterminir atau ditentukan oleh pihak lain di luar dirinya, melainkan dia sendirilah yang menentukan pemikiran, sikap, dan perilakunya. Berbekal kemampuan, kepercayaan, dan potensi yang dimilikinya, orang tersebut menetapkan pemikiran, sikap, dan perilakunya.


Dengan demikian ada tiga hal yang dibutuhkan oleh seseorang agar ia mampu “beralamat sendiri”, yaitu: Pertama, “beralamat sendiri” membutuhkan pemikiran, di mana pemikiran adalah suatu kondisi di mana seseorang: (1) memiliki opini tentang sesuatu atau tentang seseorang; (2) mempertimbangkan suatu ide atau suatu permasalahan; dan (3) memiliki keyakinan bahwa sesuatu itu benar, atau mengharapkan bahwa sesuatu akan terjadi meskipun orang tersebut tidak setuju. Dengan demikian pemikiran meliputi tiga hal, yaitu opini, pertimbangan, dan harapan.


Kedua, “beralamat sendiri” membutuhkan sikap, di mana sikap adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil seseorang setelah ia berpikir. Berdasarkan pemikirannya, seseorang berhasil menyediakan beberapa alternatif solusi atas suatu masalah. Beberapa alternatif solusi inilah yang kemudian salah satu di antaranya dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan, karena dipandang paling sesuai atau paling menguntungkan. Proses memilih salah satu di antara beberapa alternatif solusi inilah yang disebut “sikap”.


Selain ditentukan oleh pemikiran, sikap juga ditentukan oleh perasaan seseorang terhadap sesuatu, yang kemudian diekspresikannya dalam format tertentu. Perasaan merupakan suatu instrumen kepekaan (sensitivitas) yang ada pada diri seseorang dalam merespon pengalaman, pemikiran, dan persinggungan dengan pihak lain. Orang-orang yang memiliki perasaan yang peka (sensitif) seringkali mengekspresikan sikapnya dengan penuh sopan santun, dalam rangka menjaga perasaan orang lain atau masyarakat. Sebagaimana diketahui, sopan santun berarti melakukan atau menyampaikan sesuatu dengan cara yang tepat dan sesuai dengan norma-norma (ketentuan-ketentuan) yang berlaku di masyarakat.


Ketiga, “beralamat sendiri” membutuhkan perilaku, di mana perilaku adalah tindakan yang dilakukan berulang-ulang. Tindakan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang, yang biasanya dikarenakan sesuatu itu menarik atau dipandang penting oleh seseorang. Dalam konteks interaksi sosial, tindakan (selain bersifat individual) juga bersifat sosial, atau sesuatu yang melibatkan pihak lain. Beberapa kemungkinan yang melatar-belakangi pelibatan pihak lain dalam tindakan, antara lain: (1) karena sesuatu yang dilakukan diperlukan oleh pihak lain, (2) karena sesuatu yang dilakukan berakibat atau berdampak pada pihak lain, dan (3) karena sesuatu yang dilakukan tersebut oleh pihak lain dipandang sebagai bagian dari dirinya.


Oleh karena itu, seseorang yang ingin ”beralamat sendiri” hendaknya bersungguh mengembangkan pemikiran, sikap, dan perilakunya. Ia harus berupaya agar pemikirannya mampu memberi opini yang tepat, mempertimbangkan segala sesuatu secara komprehensif (menyeluruh), dan memuat harapan yang baik. Ia juga harus berupaya agar sikapnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Selain itu, ia juga hendaknya berupaya agar perilakunya merupakan pengulangan atas tindakan yang diperlukan bagi dirinya dan pihak lain, dan memberi dampak yang baik bagi dirinya dan pihak lain, sehingga dipandang sebagai bagian dari dirinya dan pihak lain.


Sebagai orang yang mandiri, maka seorang manusia hendaknya menyadari, bahwa Allah SWT menugaskan manusia sebagai pemakmur bumi (lihat QS.11:61). Oleh karena itu, seorang manusia harus mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar Allah SWT berkenan membantunya dalam menjalankan tugas sebagai pemakmur bumi. Kondisi ini disebut taqwa. tepatnya seorang manusia harus bertaqwa kepada Allah SWT (lihat QS.39:16) dengan sebenar-benarnya taqwa (lihat QS.3:102).


Selamat mencoba, semoga Allah SWT berkenan meridhai...