ABOUT ISLAM

Kamis, 27 Desember 2007

MASA LALU ATAU MASA KINI

Bila Umat Islam tidak kritis, maka ia dapat terkecoh oleh tulisan Francis Fukuyama yang berjudul "The End of History and The Last Man" (1992), yang menjelaskan tentang kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal (KDL) terhadap Komunisme dan Sosialis (KS).
Bila Umat Islam tidak kritis, maka ia dapat terkecoh , seolah-olah KS runtuh karena keunggulan nilai-nilai KDL Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. KS runtuh, karena adanya kerapuhan pada nilai-nilai yang diperjuangkan dan dipraktekkan. Uniknya, kerapuhan juga terdapat pada nilai-nilai yang diperjuangkan dan dipraktekkan oleh KDL.
Pertarungan antara KDL dengan KS, adalah seperti pertandingan tinju antara dua orang pengidap busung lapar. Kedua petinju ini akan sama-sama jatuh karena kelaparan (lapar nilai-nilai utama). Dengan kata lain, kedua petinju ini sama-sama rapuh (kerapuhan konsepsi), dan tak layak bertinju (berkompetisi).
Petinju yang satu (KDL) mengklaim telah berhasil merobohkan petinju yang lainnya (KS). Padahal petinju ini (KS) roboh karena kelaparan, bukan karena ditinju oleh lawannya (KDL). Kemudian petinju yang mengklaim diri sebagai pemenang (KDL) jatuh setelah diumumkan sebagai pemenang, juga karena kelaparan.
Jadi KDL dan KS sama-sama jatuh, karena kelaparan (lapar nilai-nilai utama), bukan karena saling menjatuhkan. Jadi, tidak ada hebatnya KDL (Kapitalisme dan Demokrasi Liberal)!
Sesungguhnya KDL identik dengan tradisi jahiliah, ketika nilai-nilai Islam belum dikenal oleh manusia. Bukankah konsepsi pengagungan pemilik modal, pendzaliman manusia yang satu terhadap manusia yang lain, perekonomian ribawi, voting dalam menetapkan jalan kesesatan, perzinahan, penuhanan manusia oleh manusia, dan bentuk-bentuk kesesatan lainnya telah ada sejak dahulu (zaman jahiliah). Jadi, tidak ada hebatnya KDL (Kapitalisme dan Demokrasi Liberal)?
Oleh karena itu Allah SWT berfirman, "Itu adalah umat yang telah lalu, baginya apa yang diusahakannya, dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan" (QS.2:141).
Berdasarkan firman Allah SWT ini diketahui, bahwa umat yang menerapkan nilai-nilai Islam adalah umat masa kini. Sedangkan umat yang tidak bersedia menerapkan nilai-nilai Islam adalah umat masa lalu.
Bila pada masa kini ada umat (masyarakat) yang tidak bersedia menerapkan nilai-nilai Islam, maka ia adalah umat masa lalu yang hidup di masa kini. Ia bukanlah umat masa kini yang sebenarnya, karena nilai-nilai yang dianutnya adalah nilai-nilai masa lalu.
Umat masa lalu ini gagal memahami aqidah, tidak bersedia beribadah kepada Allah SWT, rusak dalam menata muamallah, tidak memiliki adab, hingga guncanglah akhlaknya. Hal ini disebabkan mereka menolak nilai-nilai Islam, yang tertuang dalam Al Qur'an dan Al Hadist.

Minggu, 09 Desember 2007

BERSABAR DALAM KETAQWAAN

Allah SWT berfirman, "Dan berapa banyak nabi yang berperang, yang bersama-sama mereka ikut serta sejumlah besar pengikut yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana (kesulitan) yang menimpanya di jalan Allah, dan tidak lesu, serta tidak menyerah; Karena Allah menyukai orang-orang yang sabar" (QS.3:146).
Bila umat Islam berkenan berhikmah dan berkhidmat pada QS.3:146, maka ia akan mengerti bahwa ketika berjuang menjalani hidup dalam konteks kekinian, diperlukan taqwa kepada Allah SWT.
Bila umat Islam bertaqwa, maka ia tidak akan lemah, tidak akan lesu, dan pantang menyerah ketika berjuang menjalani hidup dalam konteks kekinian. Dengan kata lain umat Islam memiliki kesabaran, ketika berjuang menjalani hidup di dunia, yang nantinya akan menjadi bekal hidup di akherat.
M. Quraish Shihab dalam "Tafsir Al Mishbah" menjelaskan, bahwa sabar (dalam QS.3:146) memiliki makna tabah dalam melaksanakan kewajiban, tabah ketika menderita, serta tabah dalam menghadapi musuh-musuh Islam, yaitu: segala bentuk kemaksiatan.
Sedangkan lemah, lesu, dan menyerah (dalam QS.3:146) memiliki makna adanya tiga hal yang bertingkat (berurutan), yaitu: Pertama, mula-mula lemah, yang berkaitan dengan jasmani dan ruhani. Kedua, lalu menimbulkan kelesuan, yang akan menurunkan tekad dan semangat juang. Ketiga, sehingga menimbulkan sikap menyerah kepada musuh-musuh Islam.
Oleh karena itu umat Islam harus bersabar, tabah, dan bersungguh-sungguh ketika menjalani hidup. Caranya dengan terus menerus mencari ilmu, dan pengetahuan, serta menguasai teknologi, dalam bingkai kokoh nilai-nilai Islam.
Ilmu, adalah cara untuk memahami atau mengetahui kaidah-kaidah, yang meliputi: Pertama, ilmu kealaman (seperti: ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial), yaitu ilmu tentang alam semesta dan seisinya, yang harus dicerahkan oleh; Kedua, ilmu keIslaman (seperti: aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak), yaitu ilmu tentang tata laksana hidup di dunia (alam semesta) dan konsekuensi yang akan diperoleh di akherat.
Sedangkan pengetahuan, adalah kaidah-kaidah di alam semesta, serta tata laksana hidup di dunia (alam semesta) dan konsekuensi yang akan diperoleh di akherat, yang berhasil diketahui manusia dengan menggunakan ilmu.
Ketika ditentang oleh sebagian manusia, Rasulullah Muhammad SAW berdoa, "Ya Allah, limpahkanlah petunjuk kepada mereka, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui" (HR: Bukhari dan Muslim dari Sahal Ibn Said RA).
Sementara itu, teknologi, adalah instrumen atau alat/konsepsi yang dihasilkan oleh manusia sebagai respon terhadap adanya kaidah-kaidah di alam semesta.
Allah SWT berfirman dalam QS.55:33, "Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu mampu melintasi segenap penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Namun kamu tidak akan dapat melintasinya melainkan dengan kekuatan (ilmu, pengetahuan, dan teknologi)."

Minggu, 02 Desember 2007

BREAKING NEWS

Untuk memberi kesempatan yang lebih luas pada masyarakat, maka pendaftaran mengikuti Dauroh Penerimaan Santri Baru Angkatan IV Pondok Pesantren Takwinul Muballighin (Jl. Narodo Gg. Masjid, Gandok, Condong Catur, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) telah diperpanjang. Untuk lebih jelasnya, silahkan hubungi contact person: Ustadz Fai (081804273537) atau Ustadz Adi (085292438822), atau hubungi Ponpes pada nomor (0274) 547652.

ADANYA GANGGUAN DAN UJIAN

Allah SWT berfirman, "Sungguh kamu akan diuji terhadap harta dan dirimu, serta kamu akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, berupa gangguan yang banyak; tetapi jika kamu sabar dan taqwa, maka yang demikian itu termasuk urusan yang memerlukan keteguhan hati" (QS.3:186).
Jika setiap muslim berkenan memperhatikan firman Allah SWT tersebut, maka ia akan mengerti bahwa setiap muslim wajib melakukan kebajikan Islami atau amal shaleh, yang berkaitan dengan harta dan dirinya. Untuk itu, ia harus melakukan optimalisasi manfaat harta dan dirinya, bagi penegakan nilai-nilai Islam.
Hanya saja setiap muslim juga harus mengerti, bahwa ketika ia sedang melakukan optimalisasi manfaat harta dan dirinya, maka ia akan mendapat gangguan yang banyak dari orang-orang yang mendustai Allah SWT. Oleh karena itu, setiap muslim harus mampu bersabar, dan tetap tegar menghadapi gangguan yang banyak.
Pemikiran, sikap, dan perilaku muslim yang sabar dan tegar merupakan sesuatu yang penting, agar ia tergolong sebagai orang-orang yang bertaqwa. Gangguan yang banyak dari orang-orang yang mendustai Allah SWT, merupakan hal yang sudah sejak lama terjadi. Sehingga kesabaran dan ketaqwaan sangat diperlukan, agar setiap muslim dapat mengatasi dinamika kehidupan dirinya dan umat Islam.
Kesabaran dan ketaqwaan diperlukan agar setiap muslim dapat melakukan optimalisasi manfaat harta dan dirinya, bagi penegakan nilai-nilai Islam. Hal ini sangat relevan dengan firman Allah SWT yang menyatakan, bahwa optimalisasi manfaat harta dan diri seorang muslim, merupakan urusan yang memerlukan keteguhan hati (lihat kembali QS.3:186).
Sementara itu, M. Quraish Shihab dalam "Tafsir Al Mishbah" menyoroti aspek "ujian" yang terdapat dalam QS.3:186. Menurutnya QS.3:186 mengandung hiburan, karena: Pertama, ayat ini menetapkan bahwa ujian merupakan keniscayaan untuk semua orang. Oleh karena itu mereka yang dihadapkan pada ujian, hendaknya mengerti bahwa ia bukanlah orang pertama ataupun orang terakhir yang mengalaminya.
Kedua, penyampaian tentang keniscayaan ujian merupakan persiapan mental untuk menghadapinya. Sehingga kedatangannya yang telah diduga itu, dapat meringankan beban mental orang yang bersangkutan.
Akhirnya dapatlah difahami, bahwa supaya setiap muslim dapat mengatasi gangguan dan ujian terhadap amal shalehnya, maka muslim tersebut harus berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak). Ia juga harus sangat bersungguh-sungguh memperlihatkan performa muslim yang FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqamah, Ikhlas, dan Ridha).