ABOUT ISLAM

Senin, 26 November 2007

STOP, JANGAN BERSEDIH HATI!

Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu lemah dan jangan bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu beriman" (QS.3:139).
Sehubungan dengan firman Allah SWT ini, M. Quraish Shihab dalam karyanya "Tafsir Al Mishbah" menjelaskan, bahwa untuk memahami QS.3:139 hendaknya dikaitkan dengan QS.3:137-138.
Dalam QS.3:137 Allah SWT telah berfirman, "Sungguh telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah (beberapa peristiwa), karena itu berjalanlah kamu di muka bumi, dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan."
Sedangkan dalam QS.3:138 Allah SWT telah berfirman, "Inilah suatu keterangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa."
Oleh karena itu setiap muslim tidak perlu bersedih ketika menghadapi tantangan masa kini. Setiap muslim tidak boleh bersedih, sekalipun saat ini banyak fitnah yang ditebar oleh musuh-musuh Allah SWT, untuk merusak keindahan nilai-nilai Islam.
Bukankah Allah SWT telah menjelaskan dalam QS. An Naas atau QS.114:1-6 sebagai berikut: "Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (Allah), yang memelihara manusia, yang menguasai manusia, dan Tuhan bagi manusia, dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, yang membisikkan dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia."
Ketidak-bolehan setiap muslim bersedih, karena zaman fitnah di akhir zaman sudah dikenali. Sehingga yang dibutuhkan adalah pemikiran, sikap, dan perilaku yang tegar. Setiap muslim tidak boleh lemah, ia harus tegar, karena sungguh telah berlalu sebelum ini beberapa peristiwa atau sunnah-sunnah Allah, yang menunjukkan keberhasilan muslim.
Keberhasilan akan tercapai bila setiap muslim sungguh-sungguh menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai: Pertama, sumber keterangan, yaitu ketika setiap muslim bersedia merujukkan kajian dan analisis faktualnya dengan berbagai informasi yang terdapat dalam Al Qur'an dan Al Hadist.
Kedua, petunjuk, yaitu ketika setiap muslim bersedia menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai penentu kebenaran, kebaikan, dan keindahan suatu pemikiran, sikap, dan perilaku. Ketiga, pelajaran, yaitu ketika setiap muslim bersedia menjadikan korelasi antara informasi Al Qur'an dan Al Hadist dengan fakta kekinian, sebagai suatu pengalaman ilmiah yang melibatkan rasa dan rasio.
Oleh karena itu, sepanjang seseorang itu beriman (Islam), maka ia tidak boleh lemah, dan tidak boleh bersedih hati. Karena ia berada pada derajat yang tinggi, dalam perspektif Allah SWT.
Hal ini dikarenakan ia telah siap menghadapi fitnah (bisikan setan) zaman akhir. Ia tahu, bahwa ada segolongan manusia yang berprofesi menjajakan fitnah dan kesesatan pada manusia yang lain. Bagi setiap muslim, yang harus diutamakan adalah ketegaran pemikiran, sikap, dan perilaku dalam menghadapi fitnah, sehingga ia dapat menjelaskan dan membuktikan keindahan nilai-nilai Islam pada masyarakat di sekitarnya.

Minggu, 18 November 2007

KEINDAHAN NILAI - NILAI ISLAM

Sebagaimana telah diketahui oleh segenap manusia, nilai-nilai Islam bersumber pada Al Qur'an dan Al Hadist. Sebagai sumber pertama adalah Al Qur'an, dan sebagai sumber kedua adalah Al Hadist.
Dalam QS.15:9 Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami (Allah) yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya."
Pada ayat yang lain (QS.11:14) Allah SWT juga telah berfirman, "... sesungguhnya (Al Qur'an) diturunkan dengan ilmu Allah ..."
Juga telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya, "Kitab ini (Al Qur'an) tidak ada keraguan di dalamnya, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa" (QS.2:2).
Selanjutnya agar manusia dapat memahami dan mempraktekkan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Qur'an, maka Allah SWT menghadirkan seorang manusia sebagai utusanNya, yaitu: Rasulullah Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman, "Dan Kami (Allah) berikan kepada mereka keterangan yang nyata tentang utusan itu (Muhammad). Dan mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat, tentang hal-hal yang mereka perselisihkan" (QS.45:17).
Selanjutnya Rasulullah Muhammad SAW inilah yang mengajarkan kepada umat manusia, tentang tata cara mempraktekkan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Qur'an. Rasulullah Muhammad SAW berkata, "Bersegeralah melakukan amal dalam menghadapi berbagai fitnah, yang seperti gelapnya malam. Sehingga seseorang beriman di pagi hari, tetapi kafir di sore harinya. Ada pula yang beriman pada malam hari, tetapi kafir pada siang harinya. Bahkan di antara kalian ada yang menjual agamanya untuk mendapatkan dunia" (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist, seorang manusia mengetahui bahwa ia harus memiliki aqidah (berbasis Rukun Iman), yang akan menjadi dasar ibadah (berbasis Rukun Islam), muamallah (interaksi sosial Islami), dan adab (etika atau sopan santun Islami). Selanjutnya ia mengekspresikan aqidah, ibadah, muamallah, dan adab dalam akhlak (ekspresi total Islami) sebagai manusia.
Agar akhlaknya konsisten dengan aqidah, ibadah, muamallah, dan adab, maka ia berupaya sungguh-sungguh mencontoh sifat Rasulullah Muhammad SAW yang fathonah (cerdas), amanah (terpercaya), shiddiq (obyektif), dan tabligh (informatif).
Hal ini penting ia lakukan dalam rangka menjalankan perannya sebagai mujahiddin (pejuang nilai-nilai Islam), uswatun hasanah (teladan yang baik), assabiqunal awaluun (pioneer atau pendahulu), sirajan muniran (pencerah), dan rahmatan lil'alamiin (menjadi rahmat bagi alam semesta).
Inilah keindahan nilai-nilai Islam, dan inilah saat manusia untuk menerapkannya.

Sabtu, 17 November 2007

PONDOK PESANTREN TAKWINUL MUBALLIGHIN

Pondok Pesantren Takwinul Muballighin yang beralamat di Jl. Narodo, Gg. Masjid, Gandok, Condong Catur, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kode Pos 55283, Telpon (0274) 547652, menyelenggarakan Dauroh Penerimaan Santri Baru Angkatan IV. Waktu pendaftaran tanggal 1 - 30 November 2007 bertempat di Sekretariat Pondok Pesantren Takwinul Muballighin.
Bagi yang berminat menjadi santri di pesantren ini, harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) beragama Islam, (2) laki-laki. (3) usia minimal 18 tahun, (4) pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat, (5) belum menikah dan sanggup tidak menikah selama masa studi (dua tahun), (6) menyerahkan dua lembar foto terbaru ukuran 3 cm x 4 cm berwarna, (7) membayar uang pendaftaran Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah), (8) bersedia mengikuti dauroh seleksi, (9) mengisi formulir pendaftaran, (10) mengisi surat pernyataan sanggup mengikuti pendidikan selama dua tahun dan mematuhi peraturan pondok, (11) menyerahkan surat izin dari orang tua/wali, (12) bersedia diasramakan, (13) tidak merokok, tidak pacaran, dan bukan pecandu narkoba, dan lain-lain, serta (14) membayar uang asrama dan SPP sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per tahun bagi yang lulus seleksi.
Untuk contact person dapat dihubungi Ust. Fai (081 804 273 537) atau Ust. Adi (085 292 438 822). Technical meeting diselenggarakan pada hari Jum'at tanggal 30 November 2007, pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai. Sedangkan dauroh seleksi dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 1 Desember 2007 dan hari Minggu tanggal 2 Desember 2007.
Pondok Pesantren Takwinul Muballighin dilengkapi fasilitas, berupa: (1) asrama, (2) ruang kelas, dan (3) masjid. Sedangkan mata-kuliah yang diajarkan, adalah: (1) Ulumul Qur'an, (2) Ulumul Hadist, (3) Tafsir, (4) Hadist, (5) Aqidah, (6) Ushul Fiqh, (7) Fiqh Islam, (8) Fiqh Dakwah, (9) Bahasa Arab, (10) Bahasa Inggris, (11) Kristologi Islam, (12) Sosiologi dan Psikologi Dakwah, (13) Retorika, (14) Syakhshiyah Islamiah, (15) Leadership and management, (16) Kapita Selekta, dan (17) Beladiri.
Kegiatan lain yang ada di pesantren ini, meliputi: (1) Latihan Ceramah dan Khutbah, (2) Hafalan Qur'an dan Hadist, (3) Wirausaha, (4) Thibun Nabawi, (5) Bimbingan Belajar, (6) Bina Desa, dan (7) Training.
Sementara itu, pesantren ini didukung oleh staf pengajar, yang terdiri dari, antara lain: (1) Ust. Prof. Dr. Kuswandi, M.Phil., Apt., (2) Ust. Didik Purwodarsono, (3) Ust. Drs. H. Syafaruddin Alwi, M.Si., (4) Ust. Drs. H. W.R. Lasiman, M.A., (5) Ust. Aristiono Nugroho, A.Ptnh., M.Si., (6) Ust. Drs. Mahasin Zaeni, (7) Ust. Drs. H. Zaenal Fanani, dan (8) Ust. Muh. Rais Ramli, S.S., S.Th.I.

Kamis, 15 November 2007

PENTINGNYA SENSOR FILM

Baru-baru ini beberapa artis film dan sutradara mengajukan gugatan terhadap keberadaan sensor film di Indonesia. Hal yang mereka lakukan ini, secara jelas menggambarkan kepentingan mereka, yaitu kebebasan berekspresi tanpa memperdulikan dampak buruknya bagi Bangsa Indonesia. Mereka biasanya memang tidak perduli dengan upaya memperbaiki akhlak Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, setiap muslim perlu menolak upaya mereka. Sudah selayaknya setiap muslim memperhatikan firman Allah SWT, sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq (yang mendurhakai Allah) dengan suatu berita, maka selidikilah, agar kamu tidak mencelakai suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu" (QS.49:6).
Sensor film merupakan suatu mekanisme penting dalam perfilman Indonesia, yang akan menjadi mekanisme pengaman bagi perlindungan akhlak Bangsa Indonesia. Jika saat ini sensor film dipandang belum memadai dalam menjaga akhlak bangsa, maka sudah seharusnya ia diperkuat, dan bukannya malah diberangus.
Tanpa sensor film yang kuat, maka para artis film Indonesia tidak berhak menyebut diri sebagai seniman. Mereka seharusnya menyebut diri sebagai penjaja aurat, karena yang mereka hasilkan bukan karya seni, melainkan penjajaan aurat. Jika ini terjadi, maka sudah sewajarnya bila setiap muslim menganggap penjaja aurat ini sebagai beban bangsa, karena membebani bangsa dengan kerusakan akhlak.

Senin, 12 November 2007

PENCAPAIAN PARA PECINTA DUNIA

Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami (Allah) sempurnakan pekerjaannya di dunia, dan mereka tidak dirugikan sedikitpun. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di akherat, kecuali neraka, dan lenyaplah segala sesuatu yang mereka telah usahakan di dunia, dan sia-sialah segala sesuatu yang mereka kerjakan" (QS.11:15-16).
M. Quraish Shihab menjelaskan dalam karyanya "Tafsir Al Mishbah", bahwa firman Allah SWT dalam QS.11:15-16 menjelaskan tentang salah satu penyebab utama keengganan sebagian manusia untuk menerima nilai-nilai Islam (Al Qur'an dan Al Hadist). Penyebab utamanya adalah, adanya sebagian manusia yang memiliki kecintaan atau kegemaran yang amat sangat kepada dunia.
Sebagian manusia ini membatasi pemikiran, sikap, perilaku, dan kegiatannya hanya sebatas mengejar pencapaian dunia. Termasuk dalam hal ini, bila mereka melakukan kegiatan keagamaan, maka kegiatan itu juga ditujukan bagi pencapaian dunia. Mereka bersungguh-sungguh dalam mengejar dunia, namun lalai dan enggan dalam menggapai keridhaan Allah SWT.
Allah SWT berfirman, "Barangsiapa menghendaki (mengejar) kehidupan duniawi, maka Kami (Allah) segerakan baginya di dunia ini segala sesuatu yang Kami kehendaki, bagi orang-orang yang Kami kehendaki; dan Kami tentukan baginya neraka jahanam, di mana ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir" (QS.17:18).
Allah SWT juga berfirman, "Jangan sekalipun engkau (muslim) terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak di berbagai tempat" (QS.3:196).
Bahkan Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami (Allah), maka Kami akan menarik mereka secara berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui, atau Aku (Allah) akan memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencanaKu amat teguh" (QS.7:182-183).
Berdasarkan firman Allah SWT dan penjelasan M. Quraish Shihab diketahui, bahwa: Pertama, ada sebagian dari manusia yang mengorientasikan hidupnya untuk dunia. Ia amat sangat besar kecintaan dan kegemarannya pada dunia.
Kedua, oleh karena itu, para pecinta dunia ini amat sangat mengabaikan dan memandang remeh hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai Islam, yaitu: Al Qur'an dan Al Hadist.
Ketiga, para pecinta dunia ini tidak sadar, bahwa Allah SWT memurkai pemikiran, sikap, perilaku, dan kegiatan mereka (lihat QS.17:18, QS.3:196, QS.7:182-183).
Keempat, para pecinta dunia ini tidak mampu berpikir kritis, "Apa hebatnya, jika hanya meraih dunia?" Mereka telah kerasukan dunia, dan tidak bersedia membebaskan dirinya, sehingga orang lainpun tak sanggup mengingatkannya lagi.

Rabu, 07 November 2007

FENOMENA KESESATAN

Ketika manusia berkenan membaca dan memahami Al Qur'an, maka ia akan faham dengan fenomena kekinian, yaitu fenomena kesesatan. Ia akan faham ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan tentang adanya beberapa aliran sesat di Indonesia. Bukankah bagian akhir dari Al Qur'an telah mengisyaratkan fenomena ini dalam Surah An Naas atau QS.114:1-6,
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, "Aku berlindung kepada Allah yang memelihara manusia, yang menguasai manusia, Tuhan bagi manusia; dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, yang membisikkan dalam dada (kesadaran) manusia; dari jenis jin dan manusia" (QS.114:1-6).
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut difahami bahwa: Pertama, ada jenis jin dan manusia yang selalu berupaya melakukan bisikan setan, yang antara lain berwujud kesesatan.
Kedua, bisikan itu ditujukan atau diarahkan pada manusia.
Ketiga, bisikan itu menyerang akal manusia, yang sesungguhnya merupakan instrumen untuk mengingat Allah SWT.
Keempat, ada manusia-manusia tertentu yang akalnya dapat "dimatikan" oleh serangan tersebut, misal melalui sihir, maka kesadarannya menjadi rusak.
Kelima, ada pula manusia-manusia tertentu yang akalnya tidak "dimatikan" oleh serangan tersebut, namun mindsetnya diserang dengan berbagai pemikiran kufur, seperti: sekularisme, liberalisme, atheisme, dan lain-lain. Akibatnya mindsetnya menjadi rusak, yang menyebabkan rusaknya kesadaran manusia.
Keenam, pada saat kesadaran manusia rusak karena sihir maupun karena pemikiran kufur, maka saat itulah manusia tersebut tergiring pada kesesatan.

Senin, 05 November 2007

KEBENARAN DAN KEADILAN

Allah SWT berfirman, "Dan di antara orang-orang yang Kami (Allah) ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan haq, dan dengannya mereka berlaku adil" (QS.7:181).
Bila seorang muslim berkenan membaca "Tafsir Al Mishbah" yang ditulis oleh ulama Indonesia, yaitu: M. Quraish Shihab, maka ia tentu akan mengerti, bahwa QS.7:181 menunjukkan keterangan, sebagai berikut: Pertama, di setiap masa selalu ada sekelompok manusia yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, yang bersumber dari Allah SWT.
Kedua, dalam konteks kekinian, sumber rujukan bagi kebenaran dan keadilan tersebut adalah Al Qur'an (firman Allah SWT), serta Al Hadist (perkataan, perbuatan, dan isyarat persetujuan Rasulullah Muhammad SAW).
Ketiga, penempatan QS.7:181 setelah firman Allah SWT dalam QS.7:180 memiliki makna yang khusus. Sebagaimana diketahui QS.7:180 menguraikan tentang perintah agar manusia menyeru Allah SWT dengan nama dan sifatNya yang indah.
Keempat, dengan demikian QS.7:181 bermakna isyarat, bahwa mereka yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, adalah mereka yang menyeru Allah SWT dengan nama dan sifatNya yang indah.
Kelima, mereka yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, serta menyeru Allah SWT dengan nama dan sifatNya yang indah, adalah Umat Islam.
Oleh karena itu, bila seorang muslim berkenan membaca dan memahami firman Allah SWT dalam QS.7:181 maka ia akan mengerti, bahwa ia diperintahkan untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Untuk itu, dalam konteks kebenaran yang akan diperjuangkannya, seorang muslim harus mengerti, bahwa: (1) kebenaran itu adalah dari Allah SWT (lihat QS.2:147 dan QS.18:29); serta (2) bila kebenaran itu berdasarkan kebenaran manusia maka, maka terjadilah kekacauan di alam semesta (lihat QS.23:71).
Sedangkan dalam konteks keadilan, seorang muslim harus harus mengerti, bahwa: (1) keadilan berkait erat dengan kebenaran filosofis, dan kesaksian fenomenologis (lihat QS.5:8), dan (2) keadilan hanya dapat ditegakkan dengan hukum yang adil pula (lihat QS.4:58).
Dalam konteks keadilan, selayaknya seorang muslim bersungguh-sungguh memperjuangkan keadilan distributif, yang indikatornya adalah pemenuhan kebutuhan fisik dasar masyarakat, seperti: pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (perumahan).
Setelah tercapainya keadilan distributif, perjuangan seorang muslim dilanjutkan dengan upaya mencapai keadilan kontributif, yang indikatornya adalah terciptanya kondisi kompetitif yang sehat di masyarakat. Keadilan kontributif akan memberi peluang bagi tiap individu di masyarakat untuk melakukan yang terbaik.
Dengan demikian seorang muslim telah melaksanakan amanat QS.21:107 (rahmat bagi alam semesta).