ABOUT ISLAM

Kamis, 27 Desember 2007

MASA LALU ATAU MASA KINI

Bila Umat Islam tidak kritis, maka ia dapat terkecoh oleh tulisan Francis Fukuyama yang berjudul "The End of History and The Last Man" (1992), yang menjelaskan tentang kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal (KDL) terhadap Komunisme dan Sosialis (KS).
Bila Umat Islam tidak kritis, maka ia dapat terkecoh , seolah-olah KS runtuh karena keunggulan nilai-nilai KDL Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. KS runtuh, karena adanya kerapuhan pada nilai-nilai yang diperjuangkan dan dipraktekkan. Uniknya, kerapuhan juga terdapat pada nilai-nilai yang diperjuangkan dan dipraktekkan oleh KDL.
Pertarungan antara KDL dengan KS, adalah seperti pertandingan tinju antara dua orang pengidap busung lapar. Kedua petinju ini akan sama-sama jatuh karena kelaparan (lapar nilai-nilai utama). Dengan kata lain, kedua petinju ini sama-sama rapuh (kerapuhan konsepsi), dan tak layak bertinju (berkompetisi).
Petinju yang satu (KDL) mengklaim telah berhasil merobohkan petinju yang lainnya (KS). Padahal petinju ini (KS) roboh karena kelaparan, bukan karena ditinju oleh lawannya (KDL). Kemudian petinju yang mengklaim diri sebagai pemenang (KDL) jatuh setelah diumumkan sebagai pemenang, juga karena kelaparan.
Jadi KDL dan KS sama-sama jatuh, karena kelaparan (lapar nilai-nilai utama), bukan karena saling menjatuhkan. Jadi, tidak ada hebatnya KDL (Kapitalisme dan Demokrasi Liberal)!
Sesungguhnya KDL identik dengan tradisi jahiliah, ketika nilai-nilai Islam belum dikenal oleh manusia. Bukankah konsepsi pengagungan pemilik modal, pendzaliman manusia yang satu terhadap manusia yang lain, perekonomian ribawi, voting dalam menetapkan jalan kesesatan, perzinahan, penuhanan manusia oleh manusia, dan bentuk-bentuk kesesatan lainnya telah ada sejak dahulu (zaman jahiliah). Jadi, tidak ada hebatnya KDL (Kapitalisme dan Demokrasi Liberal)?
Oleh karena itu Allah SWT berfirman, "Itu adalah umat yang telah lalu, baginya apa yang diusahakannya, dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan" (QS.2:141).
Berdasarkan firman Allah SWT ini diketahui, bahwa umat yang menerapkan nilai-nilai Islam adalah umat masa kini. Sedangkan umat yang tidak bersedia menerapkan nilai-nilai Islam adalah umat masa lalu.
Bila pada masa kini ada umat (masyarakat) yang tidak bersedia menerapkan nilai-nilai Islam, maka ia adalah umat masa lalu yang hidup di masa kini. Ia bukanlah umat masa kini yang sebenarnya, karena nilai-nilai yang dianutnya adalah nilai-nilai masa lalu.
Umat masa lalu ini gagal memahami aqidah, tidak bersedia beribadah kepada Allah SWT, rusak dalam menata muamallah, tidak memiliki adab, hingga guncanglah akhlaknya. Hal ini disebabkan mereka menolak nilai-nilai Islam, yang tertuang dalam Al Qur'an dan Al Hadist.

Minggu, 09 Desember 2007

BERSABAR DALAM KETAQWAAN

Allah SWT berfirman, "Dan berapa banyak nabi yang berperang, yang bersama-sama mereka ikut serta sejumlah besar pengikut yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana (kesulitan) yang menimpanya di jalan Allah, dan tidak lesu, serta tidak menyerah; Karena Allah menyukai orang-orang yang sabar" (QS.3:146).
Bila umat Islam berkenan berhikmah dan berkhidmat pada QS.3:146, maka ia akan mengerti bahwa ketika berjuang menjalani hidup dalam konteks kekinian, diperlukan taqwa kepada Allah SWT.
Bila umat Islam bertaqwa, maka ia tidak akan lemah, tidak akan lesu, dan pantang menyerah ketika berjuang menjalani hidup dalam konteks kekinian. Dengan kata lain umat Islam memiliki kesabaran, ketika berjuang menjalani hidup di dunia, yang nantinya akan menjadi bekal hidup di akherat.
M. Quraish Shihab dalam "Tafsir Al Mishbah" menjelaskan, bahwa sabar (dalam QS.3:146) memiliki makna tabah dalam melaksanakan kewajiban, tabah ketika menderita, serta tabah dalam menghadapi musuh-musuh Islam, yaitu: segala bentuk kemaksiatan.
Sedangkan lemah, lesu, dan menyerah (dalam QS.3:146) memiliki makna adanya tiga hal yang bertingkat (berurutan), yaitu: Pertama, mula-mula lemah, yang berkaitan dengan jasmani dan ruhani. Kedua, lalu menimbulkan kelesuan, yang akan menurunkan tekad dan semangat juang. Ketiga, sehingga menimbulkan sikap menyerah kepada musuh-musuh Islam.
Oleh karena itu umat Islam harus bersabar, tabah, dan bersungguh-sungguh ketika menjalani hidup. Caranya dengan terus menerus mencari ilmu, dan pengetahuan, serta menguasai teknologi, dalam bingkai kokoh nilai-nilai Islam.
Ilmu, adalah cara untuk memahami atau mengetahui kaidah-kaidah, yang meliputi: Pertama, ilmu kealaman (seperti: ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial), yaitu ilmu tentang alam semesta dan seisinya, yang harus dicerahkan oleh; Kedua, ilmu keIslaman (seperti: aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak), yaitu ilmu tentang tata laksana hidup di dunia (alam semesta) dan konsekuensi yang akan diperoleh di akherat.
Sedangkan pengetahuan, adalah kaidah-kaidah di alam semesta, serta tata laksana hidup di dunia (alam semesta) dan konsekuensi yang akan diperoleh di akherat, yang berhasil diketahui manusia dengan menggunakan ilmu.
Ketika ditentang oleh sebagian manusia, Rasulullah Muhammad SAW berdoa, "Ya Allah, limpahkanlah petunjuk kepada mereka, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui" (HR: Bukhari dan Muslim dari Sahal Ibn Said RA).
Sementara itu, teknologi, adalah instrumen atau alat/konsepsi yang dihasilkan oleh manusia sebagai respon terhadap adanya kaidah-kaidah di alam semesta.
Allah SWT berfirman dalam QS.55:33, "Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu mampu melintasi segenap penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Namun kamu tidak akan dapat melintasinya melainkan dengan kekuatan (ilmu, pengetahuan, dan teknologi)."

Minggu, 02 Desember 2007

BREAKING NEWS

Untuk memberi kesempatan yang lebih luas pada masyarakat, maka pendaftaran mengikuti Dauroh Penerimaan Santri Baru Angkatan IV Pondok Pesantren Takwinul Muballighin (Jl. Narodo Gg. Masjid, Gandok, Condong Catur, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) telah diperpanjang. Untuk lebih jelasnya, silahkan hubungi contact person: Ustadz Fai (081804273537) atau Ustadz Adi (085292438822), atau hubungi Ponpes pada nomor (0274) 547652.

ADANYA GANGGUAN DAN UJIAN

Allah SWT berfirman, "Sungguh kamu akan diuji terhadap harta dan dirimu, serta kamu akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, berupa gangguan yang banyak; tetapi jika kamu sabar dan taqwa, maka yang demikian itu termasuk urusan yang memerlukan keteguhan hati" (QS.3:186).
Jika setiap muslim berkenan memperhatikan firman Allah SWT tersebut, maka ia akan mengerti bahwa setiap muslim wajib melakukan kebajikan Islami atau amal shaleh, yang berkaitan dengan harta dan dirinya. Untuk itu, ia harus melakukan optimalisasi manfaat harta dan dirinya, bagi penegakan nilai-nilai Islam.
Hanya saja setiap muslim juga harus mengerti, bahwa ketika ia sedang melakukan optimalisasi manfaat harta dan dirinya, maka ia akan mendapat gangguan yang banyak dari orang-orang yang mendustai Allah SWT. Oleh karena itu, setiap muslim harus mampu bersabar, dan tetap tegar menghadapi gangguan yang banyak.
Pemikiran, sikap, dan perilaku muslim yang sabar dan tegar merupakan sesuatu yang penting, agar ia tergolong sebagai orang-orang yang bertaqwa. Gangguan yang banyak dari orang-orang yang mendustai Allah SWT, merupakan hal yang sudah sejak lama terjadi. Sehingga kesabaran dan ketaqwaan sangat diperlukan, agar setiap muslim dapat mengatasi dinamika kehidupan dirinya dan umat Islam.
Kesabaran dan ketaqwaan diperlukan agar setiap muslim dapat melakukan optimalisasi manfaat harta dan dirinya, bagi penegakan nilai-nilai Islam. Hal ini sangat relevan dengan firman Allah SWT yang menyatakan, bahwa optimalisasi manfaat harta dan diri seorang muslim, merupakan urusan yang memerlukan keteguhan hati (lihat kembali QS.3:186).
Sementara itu, M. Quraish Shihab dalam "Tafsir Al Mishbah" menyoroti aspek "ujian" yang terdapat dalam QS.3:186. Menurutnya QS.3:186 mengandung hiburan, karena: Pertama, ayat ini menetapkan bahwa ujian merupakan keniscayaan untuk semua orang. Oleh karena itu mereka yang dihadapkan pada ujian, hendaknya mengerti bahwa ia bukanlah orang pertama ataupun orang terakhir yang mengalaminya.
Kedua, penyampaian tentang keniscayaan ujian merupakan persiapan mental untuk menghadapinya. Sehingga kedatangannya yang telah diduga itu, dapat meringankan beban mental orang yang bersangkutan.
Akhirnya dapatlah difahami, bahwa supaya setiap muslim dapat mengatasi gangguan dan ujian terhadap amal shalehnya, maka muslim tersebut harus berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak). Ia juga harus sangat bersungguh-sungguh memperlihatkan performa muslim yang FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqamah, Ikhlas, dan Ridha).

Senin, 26 November 2007

STOP, JANGAN BERSEDIH HATI!

Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu lemah dan jangan bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu beriman" (QS.3:139).
Sehubungan dengan firman Allah SWT ini, M. Quraish Shihab dalam karyanya "Tafsir Al Mishbah" menjelaskan, bahwa untuk memahami QS.3:139 hendaknya dikaitkan dengan QS.3:137-138.
Dalam QS.3:137 Allah SWT telah berfirman, "Sungguh telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah (beberapa peristiwa), karena itu berjalanlah kamu di muka bumi, dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan."
Sedangkan dalam QS.3:138 Allah SWT telah berfirman, "Inilah suatu keterangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa."
Oleh karena itu setiap muslim tidak perlu bersedih ketika menghadapi tantangan masa kini. Setiap muslim tidak boleh bersedih, sekalipun saat ini banyak fitnah yang ditebar oleh musuh-musuh Allah SWT, untuk merusak keindahan nilai-nilai Islam.
Bukankah Allah SWT telah menjelaskan dalam QS. An Naas atau QS.114:1-6 sebagai berikut: "Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (Allah), yang memelihara manusia, yang menguasai manusia, dan Tuhan bagi manusia, dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, yang membisikkan dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia."
Ketidak-bolehan setiap muslim bersedih, karena zaman fitnah di akhir zaman sudah dikenali. Sehingga yang dibutuhkan adalah pemikiran, sikap, dan perilaku yang tegar. Setiap muslim tidak boleh lemah, ia harus tegar, karena sungguh telah berlalu sebelum ini beberapa peristiwa atau sunnah-sunnah Allah, yang menunjukkan keberhasilan muslim.
Keberhasilan akan tercapai bila setiap muslim sungguh-sungguh menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai: Pertama, sumber keterangan, yaitu ketika setiap muslim bersedia merujukkan kajian dan analisis faktualnya dengan berbagai informasi yang terdapat dalam Al Qur'an dan Al Hadist.
Kedua, petunjuk, yaitu ketika setiap muslim bersedia menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai penentu kebenaran, kebaikan, dan keindahan suatu pemikiran, sikap, dan perilaku. Ketiga, pelajaran, yaitu ketika setiap muslim bersedia menjadikan korelasi antara informasi Al Qur'an dan Al Hadist dengan fakta kekinian, sebagai suatu pengalaman ilmiah yang melibatkan rasa dan rasio.
Oleh karena itu, sepanjang seseorang itu beriman (Islam), maka ia tidak boleh lemah, dan tidak boleh bersedih hati. Karena ia berada pada derajat yang tinggi, dalam perspektif Allah SWT.
Hal ini dikarenakan ia telah siap menghadapi fitnah (bisikan setan) zaman akhir. Ia tahu, bahwa ada segolongan manusia yang berprofesi menjajakan fitnah dan kesesatan pada manusia yang lain. Bagi setiap muslim, yang harus diutamakan adalah ketegaran pemikiran, sikap, dan perilaku dalam menghadapi fitnah, sehingga ia dapat menjelaskan dan membuktikan keindahan nilai-nilai Islam pada masyarakat di sekitarnya.

Minggu, 18 November 2007

KEINDAHAN NILAI - NILAI ISLAM

Sebagaimana telah diketahui oleh segenap manusia, nilai-nilai Islam bersumber pada Al Qur'an dan Al Hadist. Sebagai sumber pertama adalah Al Qur'an, dan sebagai sumber kedua adalah Al Hadist.
Dalam QS.15:9 Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami (Allah) yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya."
Pada ayat yang lain (QS.11:14) Allah SWT juga telah berfirman, "... sesungguhnya (Al Qur'an) diturunkan dengan ilmu Allah ..."
Juga telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya, "Kitab ini (Al Qur'an) tidak ada keraguan di dalamnya, menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa" (QS.2:2).
Selanjutnya agar manusia dapat memahami dan mempraktekkan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Qur'an, maka Allah SWT menghadirkan seorang manusia sebagai utusanNya, yaitu: Rasulullah Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman, "Dan Kami (Allah) berikan kepada mereka keterangan yang nyata tentang utusan itu (Muhammad). Dan mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat, tentang hal-hal yang mereka perselisihkan" (QS.45:17).
Selanjutnya Rasulullah Muhammad SAW inilah yang mengajarkan kepada umat manusia, tentang tata cara mempraktekkan nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Qur'an. Rasulullah Muhammad SAW berkata, "Bersegeralah melakukan amal dalam menghadapi berbagai fitnah, yang seperti gelapnya malam. Sehingga seseorang beriman di pagi hari, tetapi kafir di sore harinya. Ada pula yang beriman pada malam hari, tetapi kafir pada siang harinya. Bahkan di antara kalian ada yang menjual agamanya untuk mendapatkan dunia" (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist, seorang manusia mengetahui bahwa ia harus memiliki aqidah (berbasis Rukun Iman), yang akan menjadi dasar ibadah (berbasis Rukun Islam), muamallah (interaksi sosial Islami), dan adab (etika atau sopan santun Islami). Selanjutnya ia mengekspresikan aqidah, ibadah, muamallah, dan adab dalam akhlak (ekspresi total Islami) sebagai manusia.
Agar akhlaknya konsisten dengan aqidah, ibadah, muamallah, dan adab, maka ia berupaya sungguh-sungguh mencontoh sifat Rasulullah Muhammad SAW yang fathonah (cerdas), amanah (terpercaya), shiddiq (obyektif), dan tabligh (informatif).
Hal ini penting ia lakukan dalam rangka menjalankan perannya sebagai mujahiddin (pejuang nilai-nilai Islam), uswatun hasanah (teladan yang baik), assabiqunal awaluun (pioneer atau pendahulu), sirajan muniran (pencerah), dan rahmatan lil'alamiin (menjadi rahmat bagi alam semesta).
Inilah keindahan nilai-nilai Islam, dan inilah saat manusia untuk menerapkannya.

Sabtu, 17 November 2007

PONDOK PESANTREN TAKWINUL MUBALLIGHIN

Pondok Pesantren Takwinul Muballighin yang beralamat di Jl. Narodo, Gg. Masjid, Gandok, Condong Catur, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kode Pos 55283, Telpon (0274) 547652, menyelenggarakan Dauroh Penerimaan Santri Baru Angkatan IV. Waktu pendaftaran tanggal 1 - 30 November 2007 bertempat di Sekretariat Pondok Pesantren Takwinul Muballighin.
Bagi yang berminat menjadi santri di pesantren ini, harus memenuhi syarat sebagai berikut: (1) beragama Islam, (2) laki-laki. (3) usia minimal 18 tahun, (4) pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas atau yang sederajat, (5) belum menikah dan sanggup tidak menikah selama masa studi (dua tahun), (6) menyerahkan dua lembar foto terbaru ukuran 3 cm x 4 cm berwarna, (7) membayar uang pendaftaran Rp.25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah), (8) bersedia mengikuti dauroh seleksi, (9) mengisi formulir pendaftaran, (10) mengisi surat pernyataan sanggup mengikuti pendidikan selama dua tahun dan mematuhi peraturan pondok, (11) menyerahkan surat izin dari orang tua/wali, (12) bersedia diasramakan, (13) tidak merokok, tidak pacaran, dan bukan pecandu narkoba, dan lain-lain, serta (14) membayar uang asrama dan SPP sebesar Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per tahun bagi yang lulus seleksi.
Untuk contact person dapat dihubungi Ust. Fai (081 804 273 537) atau Ust. Adi (085 292 438 822). Technical meeting diselenggarakan pada hari Jum'at tanggal 30 November 2007, pukul 15.00 WIB sampai dengan selesai. Sedangkan dauroh seleksi dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 1 Desember 2007 dan hari Minggu tanggal 2 Desember 2007.
Pondok Pesantren Takwinul Muballighin dilengkapi fasilitas, berupa: (1) asrama, (2) ruang kelas, dan (3) masjid. Sedangkan mata-kuliah yang diajarkan, adalah: (1) Ulumul Qur'an, (2) Ulumul Hadist, (3) Tafsir, (4) Hadist, (5) Aqidah, (6) Ushul Fiqh, (7) Fiqh Islam, (8) Fiqh Dakwah, (9) Bahasa Arab, (10) Bahasa Inggris, (11) Kristologi Islam, (12) Sosiologi dan Psikologi Dakwah, (13) Retorika, (14) Syakhshiyah Islamiah, (15) Leadership and management, (16) Kapita Selekta, dan (17) Beladiri.
Kegiatan lain yang ada di pesantren ini, meliputi: (1) Latihan Ceramah dan Khutbah, (2) Hafalan Qur'an dan Hadist, (3) Wirausaha, (4) Thibun Nabawi, (5) Bimbingan Belajar, (6) Bina Desa, dan (7) Training.
Sementara itu, pesantren ini didukung oleh staf pengajar, yang terdiri dari, antara lain: (1) Ust. Prof. Dr. Kuswandi, M.Phil., Apt., (2) Ust. Didik Purwodarsono, (3) Ust. Drs. H. Syafaruddin Alwi, M.Si., (4) Ust. Drs. H. W.R. Lasiman, M.A., (5) Ust. Aristiono Nugroho, A.Ptnh., M.Si., (6) Ust. Drs. Mahasin Zaeni, (7) Ust. Drs. H. Zaenal Fanani, dan (8) Ust. Muh. Rais Ramli, S.S., S.Th.I.

Kamis, 15 November 2007

PENTINGNYA SENSOR FILM

Baru-baru ini beberapa artis film dan sutradara mengajukan gugatan terhadap keberadaan sensor film di Indonesia. Hal yang mereka lakukan ini, secara jelas menggambarkan kepentingan mereka, yaitu kebebasan berekspresi tanpa memperdulikan dampak buruknya bagi Bangsa Indonesia. Mereka biasanya memang tidak perduli dengan upaya memperbaiki akhlak Bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, setiap muslim perlu menolak upaya mereka. Sudah selayaknya setiap muslim memperhatikan firman Allah SWT, sebagai berikut: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq (yang mendurhakai Allah) dengan suatu berita, maka selidikilah, agar kamu tidak mencelakai suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu" (QS.49:6).
Sensor film merupakan suatu mekanisme penting dalam perfilman Indonesia, yang akan menjadi mekanisme pengaman bagi perlindungan akhlak Bangsa Indonesia. Jika saat ini sensor film dipandang belum memadai dalam menjaga akhlak bangsa, maka sudah seharusnya ia diperkuat, dan bukannya malah diberangus.
Tanpa sensor film yang kuat, maka para artis film Indonesia tidak berhak menyebut diri sebagai seniman. Mereka seharusnya menyebut diri sebagai penjaja aurat, karena yang mereka hasilkan bukan karya seni, melainkan penjajaan aurat. Jika ini terjadi, maka sudah sewajarnya bila setiap muslim menganggap penjaja aurat ini sebagai beban bangsa, karena membebani bangsa dengan kerusakan akhlak.

Senin, 12 November 2007

PENCAPAIAN PARA PECINTA DUNIA

Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami (Allah) sempurnakan pekerjaannya di dunia, dan mereka tidak dirugikan sedikitpun. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu di akherat, kecuali neraka, dan lenyaplah segala sesuatu yang mereka telah usahakan di dunia, dan sia-sialah segala sesuatu yang mereka kerjakan" (QS.11:15-16).
M. Quraish Shihab menjelaskan dalam karyanya "Tafsir Al Mishbah", bahwa firman Allah SWT dalam QS.11:15-16 menjelaskan tentang salah satu penyebab utama keengganan sebagian manusia untuk menerima nilai-nilai Islam (Al Qur'an dan Al Hadist). Penyebab utamanya adalah, adanya sebagian manusia yang memiliki kecintaan atau kegemaran yang amat sangat kepada dunia.
Sebagian manusia ini membatasi pemikiran, sikap, perilaku, dan kegiatannya hanya sebatas mengejar pencapaian dunia. Termasuk dalam hal ini, bila mereka melakukan kegiatan keagamaan, maka kegiatan itu juga ditujukan bagi pencapaian dunia. Mereka bersungguh-sungguh dalam mengejar dunia, namun lalai dan enggan dalam menggapai keridhaan Allah SWT.
Allah SWT berfirman, "Barangsiapa menghendaki (mengejar) kehidupan duniawi, maka Kami (Allah) segerakan baginya di dunia ini segala sesuatu yang Kami kehendaki, bagi orang-orang yang Kami kehendaki; dan Kami tentukan baginya neraka jahanam, di mana ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir" (QS.17:18).
Allah SWT juga berfirman, "Jangan sekalipun engkau (muslim) terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak di berbagai tempat" (QS.3:196).
Bahkan Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami (Allah), maka Kami akan menarik mereka secara berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui, atau Aku (Allah) akan memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencanaKu amat teguh" (QS.7:182-183).
Berdasarkan firman Allah SWT dan penjelasan M. Quraish Shihab diketahui, bahwa: Pertama, ada sebagian dari manusia yang mengorientasikan hidupnya untuk dunia. Ia amat sangat besar kecintaan dan kegemarannya pada dunia.
Kedua, oleh karena itu, para pecinta dunia ini amat sangat mengabaikan dan memandang remeh hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai Islam, yaitu: Al Qur'an dan Al Hadist.
Ketiga, para pecinta dunia ini tidak sadar, bahwa Allah SWT memurkai pemikiran, sikap, perilaku, dan kegiatan mereka (lihat QS.17:18, QS.3:196, QS.7:182-183).
Keempat, para pecinta dunia ini tidak mampu berpikir kritis, "Apa hebatnya, jika hanya meraih dunia?" Mereka telah kerasukan dunia, dan tidak bersedia membebaskan dirinya, sehingga orang lainpun tak sanggup mengingatkannya lagi.

Rabu, 07 November 2007

FENOMENA KESESATAN

Ketika manusia berkenan membaca dan memahami Al Qur'an, maka ia akan faham dengan fenomena kekinian, yaitu fenomena kesesatan. Ia akan faham ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan tentang adanya beberapa aliran sesat di Indonesia. Bukankah bagian akhir dari Al Qur'an telah mengisyaratkan fenomena ini dalam Surah An Naas atau QS.114:1-6,
Allah SWT berfirman, "Katakanlah, "Aku berlindung kepada Allah yang memelihara manusia, yang menguasai manusia, Tuhan bagi manusia; dari kejahatan bisikan setan yang tersembunyi, yang membisikkan dalam dada (kesadaran) manusia; dari jenis jin dan manusia" (QS.114:1-6).
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut difahami bahwa: Pertama, ada jenis jin dan manusia yang selalu berupaya melakukan bisikan setan, yang antara lain berwujud kesesatan.
Kedua, bisikan itu ditujukan atau diarahkan pada manusia.
Ketiga, bisikan itu menyerang akal manusia, yang sesungguhnya merupakan instrumen untuk mengingat Allah SWT.
Keempat, ada manusia-manusia tertentu yang akalnya dapat "dimatikan" oleh serangan tersebut, misal melalui sihir, maka kesadarannya menjadi rusak.
Kelima, ada pula manusia-manusia tertentu yang akalnya tidak "dimatikan" oleh serangan tersebut, namun mindsetnya diserang dengan berbagai pemikiran kufur, seperti: sekularisme, liberalisme, atheisme, dan lain-lain. Akibatnya mindsetnya menjadi rusak, yang menyebabkan rusaknya kesadaran manusia.
Keenam, pada saat kesadaran manusia rusak karena sihir maupun karena pemikiran kufur, maka saat itulah manusia tersebut tergiring pada kesesatan.

Senin, 05 November 2007

KEBENARAN DAN KEADILAN

Allah SWT berfirman, "Dan di antara orang-orang yang Kami (Allah) ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan haq, dan dengannya mereka berlaku adil" (QS.7:181).
Bila seorang muslim berkenan membaca "Tafsir Al Mishbah" yang ditulis oleh ulama Indonesia, yaitu: M. Quraish Shihab, maka ia tentu akan mengerti, bahwa QS.7:181 menunjukkan keterangan, sebagai berikut: Pertama, di setiap masa selalu ada sekelompok manusia yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, yang bersumber dari Allah SWT.
Kedua, dalam konteks kekinian, sumber rujukan bagi kebenaran dan keadilan tersebut adalah Al Qur'an (firman Allah SWT), serta Al Hadist (perkataan, perbuatan, dan isyarat persetujuan Rasulullah Muhammad SAW).
Ketiga, penempatan QS.7:181 setelah firman Allah SWT dalam QS.7:180 memiliki makna yang khusus. Sebagaimana diketahui QS.7:180 menguraikan tentang perintah agar manusia menyeru Allah SWT dengan nama dan sifatNya yang indah.
Keempat, dengan demikian QS.7:181 bermakna isyarat, bahwa mereka yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, adalah mereka yang menyeru Allah SWT dengan nama dan sifatNya yang indah.
Kelima, mereka yang memperjuangkan kebenaran dan keadilan, serta menyeru Allah SWT dengan nama dan sifatNya yang indah, adalah Umat Islam.
Oleh karena itu, bila seorang muslim berkenan membaca dan memahami firman Allah SWT dalam QS.7:181 maka ia akan mengerti, bahwa ia diperintahkan untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
Untuk itu, dalam konteks kebenaran yang akan diperjuangkannya, seorang muslim harus mengerti, bahwa: (1) kebenaran itu adalah dari Allah SWT (lihat QS.2:147 dan QS.18:29); serta (2) bila kebenaran itu berdasarkan kebenaran manusia maka, maka terjadilah kekacauan di alam semesta (lihat QS.23:71).
Sedangkan dalam konteks keadilan, seorang muslim harus harus mengerti, bahwa: (1) keadilan berkait erat dengan kebenaran filosofis, dan kesaksian fenomenologis (lihat QS.5:8), dan (2) keadilan hanya dapat ditegakkan dengan hukum yang adil pula (lihat QS.4:58).
Dalam konteks keadilan, selayaknya seorang muslim bersungguh-sungguh memperjuangkan keadilan distributif, yang indikatornya adalah pemenuhan kebutuhan fisik dasar masyarakat, seperti: pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (perumahan).
Setelah tercapainya keadilan distributif, perjuangan seorang muslim dilanjutkan dengan upaya mencapai keadilan kontributif, yang indikatornya adalah terciptanya kondisi kompetitif yang sehat di masyarakat. Keadilan kontributif akan memberi peluang bagi tiap individu di masyarakat untuk melakukan yang terbaik.
Dengan demikian seorang muslim telah melaksanakan amanat QS.21:107 (rahmat bagi alam semesta).

Rabu, 31 Oktober 2007

PENTINGNYA MEMPELAJARI HADIST

Hadist (sunnah) Rasulullah Muhammad SAW merupakan sesuatu yang penting dalam nilai-nilai Islam. Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan takrir (diam sebagai tanda setuju atas perbuatan para sahabat) Rasulullah Muhammad SAW.
Hadist merupakan sumber hukum kedua setelah Al Qur'an dalam Agama Islam. Allah SWT berfirman, antara lain sebagai berikut: Pertama, "Siapapun yang taat kepada Rasul (Muhammad), maka sungguh dia telah taat kepada Allah, dan siapapun yang berpaling (menentang), maka Kami (Allah) tidak mengutus engkau (Rasul) sebagai penjaga atas mereka" (QS.4:80).
Kedua, "Sungguh pada diri Rasulullah (Muhammad) itu terdapat teladan yang baik bagi kamu, serta bagi orang yang mengharap rahmat Allah, meyakini hari kemudian (hari kiamat), dan banyak mengingat Allah" (QS.33:21).
Ketiga, "... Segala sesuatu yang disampaikan Rasul (Muhammad) kepadamu, maka ambillah (laksanakanlah); dan segala sesuatu yang dilarangnya kepadamu, maka hentikanlah; serta bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah keras (tegas) siksaNya (sanksiNya)" (QS.59:7).
Fungsi hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur'an dalam Agama Islam, adalah untuk menguraikan segala sesuatu yang telah disampaikan secara singkat dalam Al Qur'an. Contoh, Allah SWT berfirman, "Bacakanlah segala sesuatu yang diwahyukan kepadamu (Muhammad) dari Kitab (Al Qur'an), dan dirikanlah (kerjakanlah) shalat. Sesungguhnya shalat akan mencegah (manusia) dari perbuatan keji dan munkar. Sungguh Allah mengingat lebih banyak, dan Allah mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan" (QS.29:45).
Dalam QS.29:45 tersebut Allah SWT tidak memberikan petunjuk tentang cara melaksanakan shalat, dan jumlah rakaatnya. Maka Rasulullah Muhammad SAW menerangkan dan mencontohkan cara shalat, dan jumlah rakaatnya melalui hadist. Rasulullah Muhammad SAW berkata, "Shalatlah kamu, sebagaimana kamu melihat aku shalat" (HR: Bukhari).
Kesediaan serta kesiapan Umat Islam untuk mempelajari hadist, sesungguhnya juga menunjukkan kecintaan mereka kepada Rasulullah Muhammad SAW. Kesediaan serta kesiapan mempelajari hadist, juga akan memebantu Umat Islam dalam mengenali hadist-hadist palsu yang disebarkan oleh orang-orang kafir, fasiq, musyrik, dan munafik.
Kesediaan serta kesiapan mempelajari hadist, akan semakin "mengakrabkan" hubungan Umat Islam dengan yang dicintainya (Rasulullah Muhammad SAW). Hal ini penting, agar Umat Islam dapat mengenali dan menolak klaim kerasulan dan kenabian dari para oportunis (pencari kesempatan) dan orang-orang sesat, yang berupaya menyesatkan manusia.

Senin, 22 Oktober 2007

MARI BATASI HERMEUNETIKA

Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik (mendurhakai Allah) dengan suatu berita, maka selidikilah, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu" (QS.49:6).
Firman tersebut relevan dalam mengingatkan Umat Islam agar berhati-hati dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku menghadapi berbagai desakan dan tekanan. Salah satu desakan dan tekanan yang dihadapi Umat Islam saat ini adalah, desakan dan tekanan untuk menafsirkan teks Al Qur'an dengan menggunakan metode hermeunetika.
Sesungguhnya secara metodologi (ilmu tentang metode) tidaklah tepat menafsirkan teks Al Qur'an dengan menggunakan metode hermeunetika, sebab: Pertama, hermeunetika adalah metode yang digunakan manusia untuk memahami teks yang ditulis (sebagai buah pikiran) oleh manusia lainnya.
Kedua, pada awalnya hermeunetika berasal dari istilah "peri hermenias" (Bahasa Yunani) yang digunakan Aristoteles (384-322 SM), yang artinya adalah "untuk memahami" (to understand).
Ketiga, berdasarkan arahan dari Aristoteles hermeunetika dimasukkan pada ranah filsafat, sebagai metode untuk memahami teks-teks klasik.
Keempat, dalam perkembangan selanjutnya hermeunetika digunakan ilmuwan Barat untuk memahami teks Injil (Bible), yang ditulis oleh Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, beberapa tahun setelah Rasulullah Isa AS (Alaihi Salam) tidak ada lagi di tengah-tengah umatnya.
Kelima, oleh karena itu hermeunetika tidak tepat bila digunakan sebagai metode untuk memahami Al Qur'an. Sebab telah diketahui bahwa Al Qur'an bukanlah teks yang ditulis (sebagai buah pikiran) oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami (Allah) yang menurunkan Al Qur'an dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya" (QS.15:9).
Keenam, hermeunetika tidak tepat bila digunakan sebagai metode untuk memahami Al Qur'an. Sebab upaya pemahaman teks dalam hermeunetika diawali dengan kecurigaan (suspicious) terhadap motivasi pembuat teks (penulis).
Padahal dalam memahami Al Qur'an, Rasulullah Muhammad SAW telah mengajarkan agar Umat Islam berprasangka baik kepada Allah SWT. Sebab Allah SWT dalam Al Qur'an telah memperkenalkan diri sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Ketujuh, oleh karena itu cukuplah hermeunetika digunakan sebagai metode pemahaman bagi teks-teks yang ditulis oleh manusia. Tetapi tidak dapat digunakan terhadap Al Qur'an (Firman Allah SWT).

Minggu, 30 September 2007

JANGAN MUNAFIK YAA...

Pada masa kini pengertian "munafik" seringkali diselewengkan. Seorang muslim yang menolak ajakan maksiat sering dicemooh sebagai orang munafik. Seorang muslim yang berupaya sungguh-sungguh untuk menerapkan nilai-nilai Islam, bahkan juga dicemooh sebagai orang munafik. Inilah kesesatan dunia yang menyesatkan orang-orang yang tidak waspada terhadap tipudaya dunia. Mereka hanya berpikir, "Apa kata dunia?"
Sesungguhnya kata "munafik" berarti seorang manusia yang berpenampilan formal sebagai muslim (semua identitas tertulis menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah muslim), dan menjalankan ibadah ritual (misal: shalat, puasa, zakat,atau haji), namun hatinya sangat membenci nilai-nilai Islam dan orang-orang yang berusaha menerapkannya (ia belum bisa tidur bila dalam satu hari belum menghujat nilai-nilai Islam dan orang-orang yang berusaha menerapkannya).
Allah SWT menjelaskan, "Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik), "Mari kita berhukum kepada yang diturunkan Allah kepada Rasul (Al Qur'an)", maka engkau dapati orang-orang munafik itu akan menolak dengan sekuat-kuatnya" (QS.4:61).
Penjelasan Allah SWT tersebut menunjukkan bagian detail dari sifat orang munafik yang menyimpan kebencian terhadap nilai-nilai Islam dan orang-orang yang berusaha menerapkannya. Penjelasan Allah SWT tersebut menggambarkan, bahwa: Pertama, orang-orang munafik tidak berkenan menggunakan nilai-nilai Islam sebagai acuan pemikiran, sikap, dan perilaku. Kedua, orang-orang munafik enggan menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai sumber nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, orang-orang munafik gemar berpaling sekuat-kuatnya dari nilai-nilai yang terdapat dalam Al Qur'an dan Al Hadist.
Oleh karena itu setiap muslim harus bersungguh-sungguh menghindarkan diri dari ciri-ciri orang munafik, caranya: Pertama, tetap tegar menolak ajakan maksiat meskipun dicemooh sebagai orang munafik. Kedua, tetap berupaya sungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, meskipun dicemooh sebagai orang munafik. Ketiga, tetap berpegang kuat pada nilai-nilai Islam, meskipun dunia mencemooh nilai-nilai Islam. Keempat, tetap berpenampilan sebagai muslim, tetap menjalankan ibadah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, tetap berupaya mencintai dan menerapkan nilai Islam serta mendukung orang-orang yang berusaha menerapkan nilai-nilai Islam. Kelima, tetap menjadikan Al Qur'an dan Al Hadist sebagai sumber nilai-nilai yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Keenam, tetap berupaya sekuat-kuatnya (dengan penuh kesabaran), dalam menjelaskan kepada orang-orang munafik tentang kekeliruan pemikiran, sikap, dan perilaku mereka.

Minggu, 23 September 2007

PENATAAN INTERAKSI KEPENTINGAN

Suatu keluarga, yang terdiri dari: suami (ayah), istri (bunda), dan anak, memerlukan penataan interaksi kepentingan agar kehidupan keluarga dapat berjalan harmonis, dan membahagiakan semua pihak. Nilai-nilai Islam telah menata interaksi kepentingan ini sejak abad ke-7, dan atas rahmat Allah SWT berlaku hingga akhir zaman. Bahkan nilai-nilai Islam juga telah menata interaksi kepentingan para pihak dalam keluarga, ketika keluarga dalam keadaan darurat, yaitu pada saat suami-istri dalam proses perceraian dan paska perceraian.
Perceraian adalah sebagaimana pintu darurat dalam pesawat. "Pintu" ini digunakan jika dan hanya jika keluarga dalam keadaan darurat. Dalam keadaan normal "pintu" ini tidak boleh dibuka, sebab jika dibuka justru akan mengakibatkan keluarga dalam keadaan darurat.
Ketika suatu keluarga berada dalam keadaan darurat (suami dan istri terancam bercerai), Allah SWT telah berfirman dalam QS.65:6, sebagai berikut: "Berilah mereka (istri-istrimu) tempat tinggal sebagaimana kamu bertempat tinggal, sesuai kemampuanmu. Janganlah kamu menyakiti mereka, hanya karena ingin menyusahkan mereka. Jika mereka hamil, maka hendaklah kamu berikan belanja kepada mereka sampai mereka melahirkan kandungannya. Jika mereka menyusui anakmu, maka berikanlah kepada mereka biaya. Bermusyawarahlah kamu dengan mereka mengenai segala sesuatunya secara baik. Namun jika kamu (dan mereka) menemui kesulitan (dalam hal kesepakatan untuk menyusui anakmu), maka wanita lain boleh menyusui anakmu."
Jika umat manusia berkenan secara obyektif memperhatikan firman Allah SWT tersebut, maka ia akan mengerti tentang sifat keparipurnaan nilai-nilai Islam. Betapa tidak, dalam nilai-nilai Islam telah terdapat penataan kepentingan yang harmonis antar para pihak (suami, istri, dan anak). Dalam keadaan darurat sekalipun, seorang anak tidak boleh terlantar, apalagi diterlantarkan. Perceraian boleh jadi solusi terbaik bagi suami dan istri, namun ia tetap merupakan kecelakaan sosial bagi si anak. Orang tua yang baik, adalah orang tua yang berkenan untuk terus menerus bekerjasama (bukan sama-sama kerja) untuk menjadikan anaknya sebagai anak yang shaleh atau shalihah.
Dalam rangka melindungi anak pulalah, Allah SWT berfirman sebagaimana tertuang dalam QS.65:6. Allah SWT menghendaki kedua orang tua tetap menjamin kebutuhan anaknya, meskipun mereka telah bercerai. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan lahir dan batin, seperti: perhatian, gizi, dan lain-lain.
Firman Allah SWT tersebut juga diberlakukan sebagai norma demi menjaga dan melindungi mantan istri (seorang wanita), misalnya dengan mewajibkan suami untuk: (1) Tetap menghormati mantan istrinya, yang sekaligus juga merupakan ibu dari anaknya; (2) Tidak menyakiti dan menyusahkan mantan istrinya, termasuk dengan tetap menjaga martabat dan kehormatannya; (3) Memberi tempat tinggal yang layak, sesuai dengan kemampuan mantan suami; (4) Memenuhi kebutuhan hidupnya; dan (5) Wajib memusyawarahkan segala sesuatu yang berhubungan dengan diri mantan istrinya, dengan mantan istrinya.
Demikianlah penataan interaksi kepentingan dalam keluarga, yang sebenarnya memposisikan suami (ayah, atau laki-laki) sebagi pihak yang paling bertanggung jawab atas keberlangsungan dan harmoni dalam keluarga. Sudah selayaknya seorang suami memahami, bahwa istri dan anak adalah amanat dari Allah SWT kepada dirinya. Oleh karena itu wajib bagi dirinya untuk menjaga dan melaksanakan amanat itu dengan sebaik-baiknya. Seorang suami hendaknya memiliki ilmu dan pengetahuan yang cukup dalam menciptakan harmoni dalam keluarganya. Jika ia merasa belum cukup mampu menciptakan harmoni dalam keluarga, maka ia harus belajar terus menerus dengan sebaik-baiknya. Tidak layak baginya (suami), ketika ia belum mampu menjaga dan melaksanakan amanat Allah SWT dengan baik, ia justru meminta amanat baru dengan cara menikah lagi. Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga, maka Allah SWT akan meminta pertanggung-jawabannya tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan yang dipimpinnya.

Kamis, 20 September 2007

TEORI EVOLUSI LAYAK DITINGGALKAN

Teori Evolusi layak ditinggalkan, karena: Pertama, Teori Evolusi menyatakan bahwa semua spesies makhluk hidup berevolusi dari sebuah sel tunggal hidup, yang ada di bumi purba pada lebih kurang 3,8 milyar tahun yang lalu. Sel tunggal ini terjadi secara kebetulan, karena hukum alam dan tanpa perencanaan serta pengaturan tertentu. Dengan kata lain benda mati dapat memproduksi makhluk hidup.
Kedua, hal ini sesuai dengan teori abad pertengahan "Generatio Spontanea", yang menganggap benda mati muncul bersama-sama untuk membentuk makhluk hidup. Pada abad pertengahan orang percaya, bahwa serangga berasal dari makanan basi, belatung berasal dari daging busuk, dan akhirnya tikus berasal dari gandum.
Ketiga, pada tahun 1864 Louis Pasteur mengumumkan hasil temuannya yang menggugurkan teori "Generatio Spontanea" dengan membuktikan, bahwa tidak benar makhluk hidup berasal dari benda mati. Akibatnya terjadi penentangan dari para pendukung Teori Evolusi, yang antara lain dilakukan oleh Alexander Oparin (1930) dari Rusia yang berupaya membuktikan, bahwa sel hidup terjadi secara kebetulan. Demikian pula dengan Stanley Miller (1953) dari Amerika Serikat yang berupaya membuktikan, bahwa asam amino (struktur protein) berasal dari kombinasi gas diatmosfir.
Keempat, namun Oparin gagal mendapatkan sel hidup. Sedangkan Miller berhasil mendapatkan asam amino, namun dengan kombinasi gas yang berbeda dengan yang ada di atmosfir. Selain itu hasil penelitian Miller yang berupa protein (struktur utama sel hidup) tetaplah tidak hidup.
Kelima, kegagalan Oparin dan Miller sesungguhnya dikarenakan makhluk hidup yang paling sederhana sekalipun (makhluk bersel tunggal) memiliki struktur yang rumit. Molekul DNA (Deoxyribo Nucleid Acid) yang terletak pada inti sel (nucleus) memiliki informasi cetak biru (blue print) genetika suatu makhluk hidup, yang informasinya setara dengan 900 volume ensiklopedi yang masing-masing volume memiliki 500 halaman.
Keenam, DNA hanya dapat berreplikasi dengan bantuan beberapa enzim (protein khusus), sedangkan pembuatan enzim ini pada makhluk hidup hanya dapat dilakukan bila ada informasi dari DNA. Oleh karena DNA dengan enzim yang mendukungnya saling bergantung, maka keduanya harus ada pada waktu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan tidak mungkin dikembangkan oleh dirinya sendiri.
Dengan demikian pernyataan bahwa sel tunggal hadir secara kebetulan, bukanlah pernyataan yang memenuhi kualitas berpikir ilmiah, padahal inilah kata kunci dari Teori Evolusi. Sementara itu, Derek V. Ager dalam "The Nature of The Fossil Record" (1976:33) menyatakan, bahwa semua spesies tiba-tiba muncul dalam bentuk yang sempurna, tanpa melalui bentuk transisi sebelumnya.
Akhirnya menjadi keharusan bagi siapapun yang berkenan menggunakan akal dan pikirannya, untuk meninggalkan (menolak) Teori Evolusi yang digagas oleh Charles Darwin (1859) melalui bukunya "The Origin of Species." Karena pada Bab "Difficulties of Theories" Darwin mengakui, bahwa ia kesulitan membangun teori disebabkan adanya missing link (keterputusan jalur) pada sejarah genetik.

Minggu, 16 September 2007

KEINDAHAN CINTA

Ibnu Hibban meriwayatkan dalam "Shahih Ibnu Hibban" dari Ubaid bin Umair, bahwa ada kisah yang menarik antara Rasulullah Muhammad SAW dengan ketiga istrinya, yaitu: (1) Aisyah; (2) Hafshah; dan (3) Zainab binti Jahsy.
Pada suatu ketika, karena kecintaannya kepada Rasulullah Muhammad SAW, maka Aisyah dan Hafshah cemburu kepada Zainab binti Jahsy, karena Rasulullah Muhammad SAW sempat minum madu ketika berada di rumah Zainab binti Jahsy. Kecemburuan didasari pada keinginan Aisyah dan Hafshah untuk menunjukkan kecintaan kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Aisyah dan Hafshah membuat kesepakatan, bahwa bila Rasulullah Muhammad SAW datang menemui salah seorang dari mereka (Aisyah, atau Hafshah), maka orang yang ditemui tersebut akan menyatakan kepada Rasulullah Muhammad SAW, "Sungguh saya mencium bau madu pada diri Anda!"
Ternyata kemudian Rasulullah Muhammad SAW memang datang kepada salah seorang dari Aisyah dan Hafshah, maka Rasulullah Muhammad SAW mendapati pernyataan, "Sungguh saya mencium bau madu pada diri Anda!" Tentu saja Rasulullah Muhammad SAW mengerti, bahwa pernyataan itu menunjukkan kecemburuan salah seorang istrinya kepada istrinya yang lain (Zainab binti Jahsy).
Oleh karena itu Rasulullah Muhammad SAW berkata, "Saya minum madu di rumah Zainab binti Jahsy, tapi saya tidak akan melakukannya lagi." Pernyataan Rasulullah Muhammad SAW yang menunjukkan kecintaannya kepada para istrinya ini mendapat teguran dari Allah SWT, melalui firmanNya, "Hai Nabi, mengapa engkau haramkan sesuatu yang telah Allah halalkan bagimu, karena engkau ingin menyenangkan istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS.66:1).
Kisah ini menggambarkan keindahan cinta antara Rasulullah Muhammad SAW dengan ketiga istrinya (Aisyah, Hafshah, dan Zainab binti Jahsy). Alangkah indahnya, ketika para istri Rasulullah Muhammad SAW berlomba-lomba menunjukkan kecintaannya kepada Rasulullah Muhamad SAW. Demikian pula dengan keindahan cinta yang ditunjukkan Rasulullah Muhammad SAW kepada istri-istrinya. Semoga Allah SWT berkenan menumbuhkan keindahan cinta pada keluarga-keluarga muslim, sebagaimana keindahan cinta yang berada pada keluarga Rasulullah Muhammad SAW.

Kamis, 13 September 2007

MEMAHAMI ISRAEL

Tidak mudah memahami Israel, karena keunikannya. Ketika berbicara tentang "Israel" ingatan kita tertuju pada Bangsa Yahudi (yang dalam Al Qur'an disebut dengan nama "Bani Israil") yang mendirikan Negara Israel dengan cara merampas tanah milik Bangsa Palestina. Oleh karena itu, agar dapat memahami Israel secara obyektif (sebenar-benarnya), maka kita harus mempelajarinya dari Sumber Kebenaran, yaitu Allah SWT.
Allah SWT berfirman, bahwa hendaknya Bani Israil (dapat dibaca: Bangsa Israel atau Bangsa Yahudi) ingat tentang nikmat Allah SWT kepada mereka (lihat QS.2:47), ketika mereka diselamatkan dari kekejaman Raja Mesir, Fir'aun (lihat QS.2:49). Allah SWT menyelamatkan mereka dengan cara yang luar biasa (melampaui nikmat Allah SWT kepada bangsa-bangsa lain), ketika Rasulullah Musa AS berhasil membelah lautan untuk disebrangi oleh Bani Israil yang sedang dikejar oleh tentara Fir'aun (lihat QS.2:50).
Selanjutnya dalam rangka rahmat Allah SWT kepada Bani Israil, Allah SWT juga memberikan kepada Bani Israil (melalui Rasulullah Musa AS) sebuah Kitab Suci, yaitu: Taurat (lihat QS.2:51). Namun Bani Israil mendustai Allah SWT dengan tetap mempertuhankan anak lembu (lihat QS.2:54). Bahkan dalam konteks kekinian, Bani Israil dengan sangat berani (sangat durhaka) menggantikan peran Taurat dengan kitab yang mereka buat sendiri, yaitu Talmud.
Allah SWT juga mengizinkan Bani Israil untuk memasuki Baitul Maqdis (tanah Palestina) dengan rendah hati, sebagai tamu yang dihormati oleh Bangsa Palestina (lihat QS.2:58). Tetapi harmoni menjadi rusak, ketika Bani Israil mengganti perintah (rendah hati) dengan mengerjakan hal-hal yang tidak diperintahkan Allah SWT, yaitu: memusuhi Bangsa Palestina (lihat QS.2:59).
Harmoni antara tamu (Bani Israil) dengan tuan rumah (Bangsa Palestina) di tanah Palestina menjadi sulit terwujud, karena Bani Israil memusuhi dan memerangi Bangsa Palestina. Disharmoni di tanah Palestina ini segera dimanfaatkan oleh negara-negara besar yang ada pada saat itu, untuk menyerang dan menguasai tanah Palestina. Uniknya, tanpa rasa terimakasih kepada Bangsa Palestina, Bani Israil tidak bersedia membantu Bangsa Palestina yang tanahnya sedang diserang oleh negara-negara lain. Bani Israil lebih memilih melakukan diaspora (melarikan diri ke berbagai negara).
Lebih unik lagi, ketika tanah Palestina dijajah Inggris, Bani Israil bekerjasama dengan Inggris melakukan migrasi Bani Israil secara besar-besaran ke tanah Palestina sejak tahun 1920, untuk mendirikan Negara Israel di tanah Palestina. Kejahatan Bani Israil ini berhasil terwujud pada tahun 1948 dengan berdirinya Negara Israel di tanah Palestina. Kejahatan Bani Israil semakin parah, karena setelah berdirinya Negara Israel mereka mendapat dukungan yang kuat dari Amerika Serikat hingga saat ini. Hal ini dapat difahami, karena secara faktual Bangsa Amerika Serikat yang multi ras berada dalam hegemoni (kekuasaan) Bani Israil yang terorganisir dalam berbagai lobby Yahudi.

Minggu, 09 September 2007

MEWASPADAI WAKTU

Allah SWT dalam QS.103:1-3 telah berfirman, "Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran."
Firman Allah SWT ini menunjukkan adanya proses pada diri manusia, mulai dari pemikiran, dan sikap, hingga menjadi perilaku. Manusia yang sebenar-benarnya manusia (humanis) adalah manusia yang mengembangkan pemikiran yang berada dalam frame (kerangka) iman, sehingga ia berpeluang untuk bersikap sebagai seorang manusia yang beriman.
Pemikiran dan sikap yang berbasis pada keimanan (hanya mempertuhankan Allah SWT) inilah yang akan mendorong seorang manusia untuk berperilaku (beramal) saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Pemikiran, sikap, dan perilaku ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan sequence (penggalan) waktu yang terus bergerak, tanpa pernah kembali. Oleh karena itu menjadi penting bagi manusia, untuk terus menerus, setiap saat, atau setiap waktu meningkatkan keimanannya, dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Bila manusia tidak berkenan meningkatkan keimanannya, maka ia akan mustahil beramal saleh, apalagi untuk saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran. Selanjutnya, manusia ini akan tergolong sebagai orang-orang yang merugi karena mengabaikan perintah Tuhan (Allah SWT).
Oleh karena itu menjadi mudah untuk difahami, ketika banyak manusia mengekspresikan kegembiraan dengan datangnya Bulan Ramadhan, karena pada bulan inilah manusia kembali mendapat kesempatan berupa kondisi yang ideal (secara ruhani) untuk meningkatkan keimanannya.
Allah SWT berfirman dalam QS.2:183, "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.

Selasa, 28 Agustus 2007

LAKI - LAKI DAN PEREMPUAN

Neni Utami Adiningsih, seorang penggagas Forum Studi Pemberdayaan Keluarga (Family Empowerment Studies Forum), dalam Harian Republika tanggal 22 Desember 2004 menyatakan, bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia mengalami peningkatan dari 38,75 % pada tahun 1970-1980, menjadi 51,65 % pada tahun 1980-1990.
Dengan asumsi bahwa peningkatan terus terjadi, karena berbagai sebab yang bersumber pada keluarga, maka pada tahun 1990-2000 tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia berpeluang mencapai 64,55 % dan pada tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 73,58 %.
Bila angka-angka ini terus merangkak naik, maka tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki Indonesia akan semakin menurun. Akibatnya akan semakin banyak laki-laki yang menganggur, dan menggantungkan nafkahnya pada perempuan (istri).
Uniknya, banyak pihak mengetahui bahwa peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, antara lain disebabkan terjadinya kekerasan oleh laki-laki terhadap perempuan dalam rumah tangga. Oleh karena itu para perempuan Indonesia berbondong-bondong ke luar rumah untuk mencari penghasilan sendiri, agar lebih dihormati oleh laki-laki (suami), dan sekaligus untuk mengurangi jumlah jam tinggal di rumah yang berresiko mengalami kekerasan dari laki-laki.
Padahal, karena terjadi peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, maka meningkat pula jumlah laki-laki yang menganggur. Tanpa kemampuan emosional yang baik (karena tidak menerapkan nilai-nilai Islam), maka laki-laki pengangguran ini sangat berpotensi melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Sehingga antara kekerasan dalam rumah tangga, peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, penurunan partisipasi angkatan kerja laki-laki, peningkatan pengangguran laki-laki, dan kekerasan dalam rumah tangga menjadi siklus yang berbahaya. Dalm konteks keluarga muslim, siklus semacam ini berbahaya bagi perkembangan umat Islam, merapuhkan keluarga-keluarga muslim, dan mengurangi kontribusi muslim bagi masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam kembali kepada nilai-nilai Islam (Al Qur'an dan Al Hadist). Sudah saatnya laki-laki diberi tanggungjawab sebagai pemimpin, sebagaimana diamanatkan Allah SWT dalam QS.4:34, "Arrijaalu qawwaamuunaa 'alan nisaa-i" (laki-laki itu pemimpin bagi perempuan). Sesuai dengan tanggungjawabnya sebagai pemimpin, tidak ada "ruang" bagi laki-laki untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Sesuai dengan tanggungjawabnya, seorang laki-laki harus melindungi dan menyayangi istri (perempuan) dan keluarganya (anak-anaknya).
Berdasarkan nilai-nilai Islam, maka seorang laki-laki wajib bergerak ke luar rumah, untuk mencari nafkah yang akan dipersembahkan bagi istri dan keluarganya. Tidak layak bagi laki-laki yang telah diberi amanat sebagai pemimpin oleh Allah SWT bersantai-santai di rumah, sedangkan istrinya bekerja keras mencari nafkah di luar rumah. Juga tidak layak bagi laki-laki (dengan alasan apapun) melakukan kekerasan terhadap istri dan keluarganya, karena ia telah diberi amanat oleh Allah SWT sebagai pemimpin, bukan sebagai "penjagal". Bila seorang laki-laki tidak menjalankan amanat dari Allah SWT sebagaimana tertuang dalam QS.4:34 maka Allah SWT tentu akan memberi konskuensi (sanksi) yang berat padanya.
Dengan demikian sudah selayaknya seorang istri berada di rumah untuk menjadi ibu bagi putra-putrinya. Bersama-sama dengan suami, seorang istri akan bekerjasama menyiapkan generasi umat Islam berikutnya, yang harus lebih baik kualitasnya dari kedua orangtuanya. Bila ini terjadi, umat Islam akan semakin baik dari generasi ke generasi, sehingga dapat memberi kontribusi yang terus meningkat bagi masyarakat pada umumnya. Sesuai dengan missi kehadiran umat Islam di dunia (alam semesta), yaitu rahmatan lil'alamiin (manfaat optimal bagi alam semesta).

Minggu, 26 Agustus 2007

JANGAN ANARKHIS, LHO...


Bila umat Islam berkenan sungguh- sungguh memper- hatikan firman Allah SWT dalam QS.10:2 maka sesungguhnya umat Islam dilarang berperilaku emosional, dan juga dilarang berperilaku anarkhis. Mengapa demikian? Jawabannya adalah, karena sejak abad ke-7 atau sejak 13 abad (1.300 tahun) yang lalu, sebagian manusia yang menolak nilai-nilai Islam telah berupaya menegasi (menghapus) nilai-nilai tersebut dari permukaan bumi. Oleh karena mereka (kaum anti nilai-nilai Islam) kesulitan dalam mendeskreditkan nilai-nilai Islam yang tertuang dalam Al Qur'an, maka sasaran berikutnya adalah tokoh yang menyampaikan nilai-nilai Islam, yaitu Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan demikian benarlah, ketika umat Islam wajib menahan diri, dan mengendalikan diri dari perilaku emosional dan anarkhis. Tidak layak bagi umat Islam melakukan tindakan anarkhis, termasuk ketika sebagian pers dan masyarakat Barat menghina Rasulullah Muhammad SAW. Meskipun data-data yang menunjukkan penghinaan tersebut relatif lengkap dan meluas (meliputi Asia, Eropa, Afrika, Amerika, dan Australia), umat Islam harus menerima fakta penghinaan tersebut dengan penuh kesabaran dalam nuansa semangat dakwah yang tinggi.
Rasulullah Muhammad SAW telah mencontohkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang FAST (Fathonah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh) dalam menghadapi berbagai persoalan dakwah. Oleh karena itu: Pertama, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku fathonah atau cerdas. Wujudnya dengan memahami historisitas "nasib" para Rasulullah di hadapan masyarakat Barat. Bagi masyarakat Barat para Rasulullah disikapi dengan dua sikap, yaitu bila tidak dihinakan sehina-hinanya, maka Rasulullah tersebut akan dipertuhankan.
Kedua, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku amanah atau dapat dipercaya. Wujudnya berupa kemampuan memperlihatkan karakter muslim yang berAIM-A2, yaitu ber: Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak. Hal ini penting karena sesungguhnya hanya manusia-manusia yang berAIM-A2 yang dapat dipercaya, sebab manusia-manusia ini mengetahui bahwa bahwa Allah SWT mengetahui kebohongan sekecil apapun.
Ketiga, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku shiddiq atau obyektif. Wujudnya dengan memperhatikan fakta sejarah (histori) selama ini, bahwa hanya nilai-nilai Islam yang mampu menjadi kompetitor nilai-nilai Barat, mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, hingga pertahanan dan keamanan. Oleh karena itu sangat dapat difahami ketika sebagian pers dan masyarakat Barat yang hina berupaya menghina Rasulullah Muhammad SAW, dalam rangka menegasi nilai-nilai Islam. Sesungguhnya seorang manusia hanya akan terhina, bila ia berpikir, bersikap, dan berperilaku tidak mencerminkan karakter manusia yang beraqidah (berke-Tuhan-an), beribadah (berbakti kepada Tuhan), bermuamallah (berinteraksi sosial secara bermartabat), beradab (beretika dan berkesopanan), serta berakhlak (mengekspresikan diri sebagai manusia yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, dan beradab).
Keempat, umat Islam harus menghadapi penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad SAW oleh sebagian pers dan masyarakat Barat dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku tabligh atau informatif. Wujudnya dengan berdakwah tanpa kenal lelah terutama bagi masyarakat Barat, dengan memanfaatkan segenap teknologi informasi yang dimiliki. Hal ini dilakukan, karena sesunguhnya umat Islam tidak memusuhi masyarakat Barat, melainkan ingin bersama-sama dengan masyarakat Barat membangun peradaban dunia yang TRANSHUME, yaitu peradaban yang: (1) TRANSenden (meruhani, sehingga dapat mengenal Allah SWT, sebagai Tuhan Yang Maha Esa); (2) HUManis (manusiawi, yang memposisikan manusia sesuai dengan fitrahnya); dan (3) Emansipatori (membebaskan, yaitu membebaskan manusia dari kejahiliahan atau nilai-nilai maksiat).

MONUMEN TERORISME

Allah SWT berfirman dalam QS.10:2 sebagai berikut: "Apakah manusia heran, bahwa Kami (Allah, Tuhan Yang Maha Esa)) telah mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka (Muhammad). (Dan memerintahkan kepadanya) "Hendaklah engkau (Muhammad) memberi peringatan kepada manusia, dan gembirakanlah orang-orang yang beriman karena mereka mempunyai pendirian yang benar di sisi Tuhan mereka." (Meskipun) orang-orang kafir itu berkata, "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) adalah ahli sihir yang nyata."
Setiap umat Islam tentu faham, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang kafir dalam firman Allah ini adalah orang-orang yang menentang Allah SWT, yang dalam konteks real (nyata) berupa nilai-nilai Islam yang bersumber dari Allah SWT yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Sementara itu, dalam konteks kekinian (sekarang) orang-orang kafir meliputi orang-orang yang anti nilai-nilai Islam, anti Allah SWT, anti Rasulullah Muhammad SAW, dan anti umat Islam, yang tercermin pada peradaban Barat saat ini.
Peradaban Barat telah memvonis, bahwa umat Islam identik dengan teroris. Satu hal yang mereka lupa namun telah menjadi Monumen Terorisme adalah Negara Israel, yang didirikan dengan merampok tanah Bangsa Palestina, dan menteror Bangsa Palestina sejak tahun 1920 hingga saat ini. Padahal Monumen Kedzaliman ini dibangun oleh peradaban Barat, dan didukung hingga kini oleh peradaban Barat.
Peradaban Barat juga lupa, bahwa mereka telah menebar kolonialisme dan imperialisme sejak berabad-abad hingga kini. Sejarah membuktikan, bahwa setiap bangsa yang melakukan perlawanan akan diberi sebutan dengan sebutan yang buruk. Ingatlah pengalaman Indonesia yang dijajah Belanda selama lebih dari 250 tahun, maka ketika Bangsa Indonesia melakukan perlawanan, Belanda menyebut para pejuang (mujahid) Indonesia dengan sebutan "ekstrimis". Hal yang sama kini terjadi di Irak yang dijajah Bangsa Barat (Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya), maka ketika Bangsa Irak melakukan perlawanan, Bangsa Barat menyebut para pejuang Irak dengan sebutan "teroris."
Oleh karena itu ketahuilah, bahwa Islam adalah agama yang cinta damai. Agama Islam mengajarkan silaturahmi atau upaya membangun ikatan sosial yang harmonis. Namun agama Islam juga mengajarkan, bahwa setiap muslim harus berupaya menyampaikan kebenaran dan mampu menegakkan kebenaran, agar harkat dan martabat manusia terjaga secara baik. Semoga perdaiaman dunia dapat terwujud, amin....

Sabtu, 18 Agustus 2007

KEMBALI KE RUMAH

Setiap muslim hendaknya cermat dalam memperhatikan suatu issue yang berkaitan dengan prospek umat, misalnya issue tentang peran perempuan (wanita) dalam rumah tangga. Dalam konteks ini MUI (Majelis Ulama Indonesia) mendorong perempuan untuk kembali ke rumah, kecuali untuk profesi seperti dokter ahli kandungan dan profesi lain yang khusus berinteraksi dengan perempuan (lihat Harian Republika tanggal 16 Desember 2004).
MUI menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk melakukan gerakan kembali ke rumah bagi perempuan. Hal ini dikarenakan rumah merupakan wahana pendidikan pertama dan utama untuk membentengi anak dari serbuan budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Seruan MUI menjadi penting karena saat ini rumah cenderung hanya berfungsi sebagai "terminal" (tempat persinggahan) anggota keluarga, tanpa ada interaksi yang berkualitas (saling menyayangi).
Kecenderungan ini tentu mencemaskan setiap muslim, karena menjadi ancaman regeneratif umat. Oleh karena itu, hal ini perlu diatasi agar setiap keluarga muslim dapat menghadapi beratnya tantangan agresi budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Agresi budaya ini wujudnya berupa kemerosotan akhlak, seperti: minum-minuman keras dan penggunaan narkotika, perjudian, perzinahan, dan lain-lain.
Allah SWT telah mengingatkan agar orang tua (ayah dan bunda) berbagi fungsi, agar umat terhindar dari generasi berikutnya yang lemah. Tepatnya Allah SWT berfirman, "Dan hendaklah takut kepada Allah , orang-orang yang sekiranya meninggalkan anak-anak yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap anak-anak mereka. Maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah , dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (QS.4:9).
Firman Allah SWT ini hendaknya menjadi titik tumpu bagi laki-laki dan perempuan yang telah menikah dalam merancang sinergi. Berbasis nilai-nilai Islam, sudah saatnya laki-laki dengan didukung perempuan mengambil peran sebagai pencari nafkah (pekerjaan publik), sedangkan perempuan dengan didukung laki-laki mengambil peran sebagai pendidik anak yang utama (pekerjaan domestik). Sudah saatnya pula laki-laki dan perempuan saling menghargai perannya masing-masing, dan bertanggungjawab atas perannya itu kepada Allah SWT dan anggota keluarga. Bila ini terjadi, maka saat itulah terjadi gerakan perempuan-perempuan muslim untuk kembali ke rumah, demi bakti kepada Allah SWT, dengan mencetak generasi muslim yang unggul. Saat itu pula, setiap laki-laki muslim wajib menghormati dan menyayangi istri mereka msing-masing, karena Allah SWT akan memurkai laki-laki yang mengkhianati perempuan-perempuan mulia ini. Perempuan-perempuan muslim yang bersedia kembali ke rumah.

Selasa, 14 Agustus 2007

LHA... FAKTANYA...?

Hermawan Kertajaya dalam bukunya "On Marketing" (2003:112) menyatakan, bahwa di banyak negara, masyarakat tersegmentasi menjadi: Pertama, kelompok kaya urban, sebesar 3 % dari populasi. Kedua, kelompok kaya rural, sebesar 7 % dari populasi. Ketiga, kelompok miskin urban, sebesar 27 % dari populasi. Keempat, kelompok miskin rural, sebesar 63 % dari populasi.
Bila pernyataan Hermawan Kertajaya dilihat dalam konteks kekinian (tahun 2007), maka pernyataan tersebut masih relevan. Bahkan boleh jadi prosentase kelompok miskin di banyak negara cenderung meningkat (silahkan melihat data melalui internet). Demikian pula dalam kasus Indonesia, bukankah tidak terlalu sukar bagi kita untuk mencari orang miskin di sekitar kita?
Pertanyaannya, mengapa demikian? Bagaimana dengan globalisasi? Bagaimana dengan liberalisasi perdagangan? Dan juga, bagaimana dengan kapitalisasi? Atau, bagaimana dengan globalisme? Bagaimana dengan liberalisme? Dan juga, bagaimana dengan kapitalisme?
Ternyata, globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme telah "menina-bobokan" masyarakat dunia. Masyarakat dunia menyambut dengan gegap gempita, penuh sorak sorai, seperti bertemu dewa dan dewi. Namun ternyata globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme telah gagal mengentaskan kemiskinan, serta telah gagal memperhatikan dan membantu kelompok miskin keluar dari kemiskinannya.
Pertanyaan berikut, mengapa masyarakat dunia masih gegap gempita dan penuh sorak sorai bergembira menerima globalisasi, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi, globalisme, liberalisme, dan kapitalisme? Untuk menjawab pertanyaan ini mari kita perhatikan sindiran dari Allah SWT kepada masyarakat dunia.
Allah SWT berfirman, bahwa yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal (lihat QS.5:58). Karena sesungguhnya kehinaan akan menimpa kaum yang tidak mempergunakan akalnya (lihat QS.10:100). Oleh karena itu Allah SWT memberikan tanda-tanda (simbol) yang terang kepada kaum yang berakal (lihat QS.29:35). Maka tentulah tidak dapat mengambil pelajaran, selain kaum yang mempunyai pikiran (lihat QS.3:7).
Oleh karena itu, sekiranya penduduk suatu negara beriman dan bertaqwa, pastilah Allah SWT akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Allah SWT, maka mereka mendapat kesulitan karena perbuatan mereka itu (lihat QS.7:96).
Sesungguhnya keimanan dan ketaqwaan penduduk suatu negara, akan mendorong mereka berada pada koridor nilai-nilai Islam, yaitu aqidah (sistem Ketuhanan), ibadah (sistem peribadatan), muamallah (sistem interaksi sosial), adab (sistem etika atau kesopanan), dan akhlak (sistem ekspresi orang yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, dan beradab). Koridor ini akan mengantarkan mereka pada karakter fathonah (cerdas), amanah (dapat dipercaya), shiddiq (obyektif), tabligh (informatif), istiqomah (konsisten), ikhlas (tulus hati), dan ridha (lapang dada). Kondisi ini selanjutnya akan memberi peluang bagi penduduk negara tersebut untuk membangun peradaban yang transcendent (meruhani), humanis (sesuai fitrah kesucian manusia), dan emansipatori (membebaskan manusia dari jebakan jahiliah modern).

Senin, 13 Agustus 2007

BINARY NUMBER GAMES


Binary number atau bilangan binair, adalah sistem bilangan yang hanya terdiri dari dua angka, yaitu 0 dan 1. Binary number digunakan dalam proses pengkodean informasi dalam komputer, sehingga komputer dapat memproses berbagai informasi dengan cepat dan tepat. Contoh binary number seperti: 0101, 0111, 0110, 1001, 1011, 1000, 0000, 0100, 0001, 0011, dan seterusnya.
Ada hal yang menarik yang berkaitan dengan binary number, yaitu kombinasi 0 dan 1. Dengan menggunakan perspektif simbolik bernuansa matematika, maka seorang muslim mengetahui bahwa binary number merupakan cermin kebenaran dan implementasi firman Allah SWT dalam QS. 112: 1-4 atau QS. Al Ikhlas.
Dalam QS.112:1-4 Allah SWT berfirman, bahwa: (1) Allah SWT itu Maha Esa; (2) Hanya kepada Allah SWT, manusia meminta atau mohon pertolongan; (3) Allah SWT itu tidak beranak dan tidak pula diperanakkan; dan (4) Tidak ada sesuatupun yang setara atau sebanding dengan Allah SWT.
Berdasarkan QS.112:1-4 diketahui adanya substansi mendasar yang harus diketahui manusia, yaitu: Allah SWT itu Maha Esa. Dengan menggunakan perspektif simbolik bernuansa matematika, maka penyebutan Maha Esa dapat disimbolkan dengan bilangan "1", dengan syarat bilangan ini dimaknai sebagaimana pengertian Maha Esa, dimana ke-Esa-anNya bersifat Maha, yaitu tidak terdiri dari unsur-unsur.
Selanjutnya bila manusia berkenan memperhatikan eksistensi kuantitatif seorang manusia (misal: si fulan), maka ia akan mengetahui bahwa si fulan hanyalah 1 (satu) dari sekian milyar manusia yang berada di bumi, di mana bumi hanyalah salah satu dari sekian planet dalam tata surya, di mana tata surya hanyalah salah satu dari sekian banyak tata surya dalam Galaksi Bimasakti (Milkyway), di mana Galaksi Bimasakti hanyalah salah satu dari sekian banyak galaksi di alam semesta. Berdasarkan pendekatan eksistensi kuantitatif ini maka seorang manusia hanyalah 1/~ atau satu per tak terhingga, yang bila diproses secara matematis maka dapatlah dikatakan bahwa seorang manusia hanyalah "0" (nol).
Pengertian "0" bagi seorang manusia, adalah ia (manusia tersebut) tidaklah berarti apa-apa bila dibandingkan dengan alam semesta yang luasnya tak terhingga. Pengertian ini juga berarti bahwa seorang manusia hanyalah "0" bila dibandingkan dengan Pencipta Alam Semesta, yaitu Allah SWT yang kekuasaan, dan keagunganNya tak terhingga. Berbekal pengertian ini, maka seorang manusia (siapapun dia) tak layak sombong, dan tak layak mendurhakai Allah SWT.
Seorang manusia (disimbulkan dengan huruf "M") yang telah menyadari dirinya "0" akan mengerti, bahwa Allah SWT itu Maha Esa (disimbulkan dengan bilangan "1"), maka secara matematis konsepsi ini dapat dituliskan: "M pangkat 0 sama dengan 1". Pengertiannya, siapapun bila menyadari dirinya "0" akan mengerti bahwa Allah itu Maha Esa. Hanya orang-orang yang sombong atau tidak mengetahui eksistensi dirinya, yang mengatakan Tuhan itu lebih dari satu (misal: tiga).
Seorang manusia (disimbulkan dengan huruf "M") yang telah mengetahui bahwa Allah SWT itu Maha Esa, akan menjadi manusia yang paling merdeka karena ia akan menjadi dirinya sendiri, yang secara matematis konsepsi ini dapat dituliskan: "M pangkat 1 sama dengan M". Dalam matematika bilangan berapapun bila berpangkat 1 maka akan menghasilkan bilangan itu sendiri.
Seorang manusia yang mengetahui dirinya "0", dan mengetahui Tuhannya, yaitu Allah SWT, adalah Maha Esa (disimbulkan dengan "1") akan menempatkan Tuhannya dalam posisi super ordinat (wajib dipatuhi) dan dirinya pada posisi subordinat (wajib mematuhi), sehingga ia akan dapat berfungsi tak terhingga (optimal), yang secara matematis konsepsi ini dapat dituliskan: "1 per 0 sama dengan tak terhingga" atau "1/0 = ~". Dengan kata lain seorang manusia yang berkenan memahami bahwa Allah SWT itu Maha Esa maka ia akan mampu memberi manfaat optimal bagi lingkungannya, yang dalam bahasa Al Qur'an disebut "rahmatan lil'alamiin" (rahmat bagi alam semesta).
Bila seorang muslim berkenan memperhatikan uraian tentang seorang manusia yang mengenal dirinya ("0"), kemudian manusia tersebut memahami bahwa Allah itu Maha Esa ("1"), sehingga ia menjadi manusia yang paling merdeka, dan dapat berfungsi optimal ("~"), maka dapatlah diketahui, bahwa Allah SWT sedang mengajarkan binary number (bilangan 0 dan 1), di mana manusia itu "0", sedangkan Allah SWT itu "1" (Maha Esa).
Bila binary number begitu penting dalam pengelolaan informasi saat ini, maka begitu pula dengan informasi bahwa manusia adalah "0" sedangkan Allah SWT itu "1" (Maha Esa). Dengan demikian inilah binary number games ("permainan" binary number) yang telah diketahui umat Islam sejak abad ke-7 (masa penyampaian Islam oleh Rasulullah Muhammad SAW).

IBADAH DAN MUAMALLAH

Ibadah secara khusus berarti ritual atau prosesi yang dilakukan manusia untuk dipersembahkan kepada Allah SWT; sedangkan muamallah berarti tata interaksi antar manusia. Berkaitan dengan ibadah ada suatu prinsip penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan ibadah seorang muslim harus sungguh-sungguh mengetahui adanya tuntunan dari Al Qur'an dan/atau Al Hadist untuk ibadah yang dilakukannya. Bila suatu ibadah dilakukan tanpa adanya tuntunan dari Al Qur'an dan/atau Al Hadist, maka ibadah tersebut bersifat bid'ah (menyimpang), dan setiap bid'ah akan ditolak oleh Allah SWT. Oleh karena itu seorang manusia tidak boleh menambah-nambah atau mengurang-ngurangi ketetapan Allah SWT tentang ibadah.
Sebaliknya, muamallah juga memiliki prinsip penting yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan muamallah seorang muslim harus sungguh-sungguh mengetahui ketiadaan larangan dari Al Qur'an dan/atau Al Hadist untuk muamallah yang dilakukannya. Bila suatu muamallah telah nyata dilarang dalam Al Qur'an dan/atau Al Hadist, namun masih tetap dilakukan oleh manusia, maka manusia tersebut tergolong manusia yang melakukan dosa.
Oleh karena itu, bila dalam ibadah manusia dilarang melakukan kreasi terbaru; maka dalam muamallah manusia sangat dianjurkan untuk berkreasi sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan. Salah satu contoh muamallah adalah Pancasila, yang berisi tata nilai yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Kamis, 09 Agustus 2007

BERBEKAL PSIKOSOSIAL

Setelah memahami "jiwa" masyarakat, maka seorang muslim dapat memetakan masyarakat yang sedang berinteraksi dengannya. Peta tersebut dapat memuat kategori masyarakat, seperti: kafir, fasiq, musyrik, munafik, atau muttaqiin. Bila suatu masyarakat masih dikategorikan sebagai masyarakat yang kafir, fasiq, musyrik, atau munafik, maka menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk mengajak mereka ke "jalan" taqwa, sehingga mencapai derajat muttaqiin. Pencerahan didahului dengan menyampaikan firman Allah SWT, bahwa Allah SWT telah memilihkan Agama Islam untuk manusia, maka janganlah mati melainkan dalam keadaan muslim (lihat QS.2:132). Meskipun sesungguhnya tidak ada paksaan dalam memeluk Agama Islam, karena sudah jelas "jalan" yang benar dengan yang salah (lihat QS.2:256). Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah SWT hanyalah Agama Islam (lihat QS.3:19). Oleh karena itu, barangsiapa memeluk agama selain Agama Islam, maka tidak akan diterima agamanya itu (lihat QS.3:85).

KOMUNIKASIKAN YUK....


Salah satu karakter muslim yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah tabligh (informatif). Karakter ini menuntut kemampuan informatif yang relatif tinggi, yaitu kemampuan mengkomunikasikan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, setiap muslim perlu memahami kondisi psikologi masyarakat, yang biasa disebut psikososial. Oleh karena itu seorang muslim perlu mengetahui psikososial, meskipun serba sedikit. Psikososial sesungguhnya secara awam lebih mirip perpaduan antara psikologi dan sosiologi, meskipun pemahaman ini tidak seluruhnya benar.
Psikologi adalah ilmu tentang kondisi kejiwaan (suasana hati) individu dan hal-hal yang melatar belakangi serta implikasinya; sedangkan sosiologi adalah ilmu tentang kondisi masyarakat, hal-hal yang melatar belakangi serta implikasinya. Sebagai konsekuensi ilmu perpaduan maka psikososial dapat dipandang dari dua sisi ilmu yang menjadi basis konseptualnya. Dari sisi sosiologi, psikososial merupakan ilmu yang berasumsi bahwa masyarakat merupakan satu kesatuan yang memiliki "jiwa" tertentu, yang dapat dikaji kondisi, latar belakang, dan implikasinya. Sementara itu dari sisi psikologi, psikososial merupakan ilmu yang berasumsi bahwa individu-individu memiliki jiwa tertentu, yang selanjutnya mengalami kolektivisasi sehingga membentuk "jiwa" masyarakat, yang dapat dikaji kondisi, latar belakang, dan implikasinya.

Selasa, 07 Agustus 2007

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA

Allah SWT dalam Al Qur'an menjelaskan, bahwa sesungguhnya langit dan bumi dahulunya berpadu, lalu Allah SWT memisahkan keduanya (lihat QS.21:30). Allah SWT membangun langit dan bumi dengan kekuasaanNya, termasuk dengan memperluas langit tersebut (lihat QS.51:47). Hingga langit dan bumi (alam semesta) akan berakhir, ketika bintang-bintang berguguran (QS.81:1-2).
Penjelasan Allah SWT ini telah disampaikan melalui Rasulullah Muhammad SAW pada abad ke-7, dan barulah pada abad ke-19 manusia berhasil memahami penjelasan Allah SWT ini. Orang-orang seperti Edwin Huble (1929) dan kawan-kawannya (para fisikawan ruang angkasa), telah berhasil secara empiris membuktikan kebenaran Al Qur'an. Mereka yang juga berjasa adalah Arnold Penzias dan Robert Wilson (pemenang Nobel).
Jika sampai saat ini masih ada Islam-phobia di kalangan manusia, maka hal ini menunjukkan "mahalnya" hidayah.

Jumat, 03 Agustus 2007

JANGAN RAGU - RAGU

Ada satu hal yang manusia tidak boleh ragu-ragu, yaitu tentang isi Al Qur'an, atau tentang Firman Allah SWT dalam Al Qur'an. Bila dalam kehidupan sehari - hari manusia boleh jadi tertipu oleh data palsu yang ditangkap inderanya (disebut fatamorgana), atau tertipu data tak lengkap karena keterbatasan inderanya (disebut fenomena), maka dengan berbekal Al Qur'an ia tak akan tertipu. Al Qur'an menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia melalui penjelasan yang sebenar-benarnya, yang karena absolutisme kebenarannya seringkali berada di luar jangkauan indera manusia (disebut numena).
Allah SWT menjelaskan, bahwa sesungguhnya Allah SWT yang menurunkan Al Qur'an, dan Allah SWT pula yang menjaganya (lihat QS.15:9).

Kamis, 02 Agustus 2007

KESOMBONGAN MANUSIA


Sifat sombong pada diri manusia sesungguhnya akan merugikan dirinya sendiri, karena akan terhalang dari mendapat kebenaran. Puncak kesombongan manusia adalah ketika menganggap dirinya lebih hebat, lebih tahu, dan lebih berhak dari Allah SWT. Kesombongan semacam ini tepat kiranya bila disebut "Fir'aun Syndrom". Saat ini Fir'aun Syndrom banyak menjangkiti manusia. Lihatlah manusia yang menghina ayat-ayat Al Qur'an, dan merendahkan Rasulullah Muhammad SAW. Mereka-mereka ini menderita Fir'aun Syndrom dan menunggu penghakiman dari Allah SWT.

Allah SWT berfirman, "Dan tidakkah mereka berjalan di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana akibat orang-orang (yang mendustakan Allah) sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka. Orang-orang itu juga mengolah bumi serta memakmurkannya melebihi dari yang mereka makmurkan. Dan datanglah kepada mereka rasul-rasulNya dengan keterangan- keterangan yang nyata (tapi mereka mengingkari). Maka (sesungguhnya) Allah tidaklah menganaiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri" (QS.30:9).

Rabu, 01 Agustus 2007

MEMBANGUN PERADABAN

Setiap muslim wajib berusaha mewujudkan peradaban dunia yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori), dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak), melalui karakter muslim yang FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqomah, Ikhlas, dan Ridha), dalam perannya sebagai MUASIR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Assabiquunal awaluun, SIrajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin. Peradaban TRANSHUME, adalah peradaban yang dibangun berdasarkan konsepsi-konsepsi ruhani (transenden), kemanusian (humanis), dan membebaskan (emansipatori). Konsepsi-konsepsi ruhani (Agama Islam) akan mendorong setiap muslim untuk menata pemikiran, sikap, dan perilakunya sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagai nilai-nilai utama (ultimate values). Pemikiran, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam ini kemudian menciptakan peradaban yang menempatkan manusia berada pada posisinya sebagai manusia, atau sesuai dengan fitrahnya. Manusia tidak diposisikan sebagai super-ordinat, melainkan dalam posisi sub-ordinat. Super-ordinat (yang harus dipatuhi) semesta alam adalah Allah SWT, sedangkan manusia adalah sub-ordinat (yang harus mematuhi) dari Allah SWT. Semangat transenden dan humanis dalam koridor nilai-nilai Islam (AIM-A2) selanjutnya akan menciptakan peradaban yang emansipatori, yaitu peradaban yang membebaskan manusia dari penjajahan, eksploitasi, dan kedzaliman lainnya.

Selasa, 31 Juli 2007

DUNIA BERGERAK

Alvin Toffler (1991) menyatakan, bahwa dunia telah mengalami tiga gelombang perubahan besar, yaitu: Pertama, era pertanian (terdiri dari zaman batu dan zaman besi); Kedua, era industri, dan; Ketiga, era informasi.
Demikianlah dunia bergerak dan berubah dengan cepat, yang sayangnya cenderung tak tentu arah. Hal ini disebabkan manusia semakin antroposentris, sehingga semakin sombong, atau merasa paling tahu atas semua hal, termasuk tata nilai kehidupan. Satu hal yang manusia lupa, bahwa sikap antroposentris merupakan sikap tidak cerdas.
Gordon Dryden dan Jeannette Vos (2001) menyatakan, bahwa dunia sedang bergerak sangat cepat. Manusia hidup di tengah revolusi kehidupan. Tetapi sayang, di setiap negara hanya sedikit sekali orang yang tahu benar cara menghadapi perubahan. Mereka yang tidak tahu cara menghadapi perubahan segera terjebak dalam demoralisasi dan keputus-asaan.
Allah SWT telah mengingatkan dalam Al Qur'an, bahwa yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akalnya (lihat QS.5:58).