ABOUT ISLAM

Sabtu, 31 Maret 2012

MEMPERSEMBAHKAN KINERJA

Ketika seseorang mempersembahkan hidupnya bagi Allah SWT dengan berupaya menggapai ridhaNya, ia akan menjadikan harta, pangkat / jabatan, dan peringkat / gelar sebagai alat untuk mendukung ibadah kepada Allah SWT, dan rahmatan lil’alamiin (bermanfaat optimal bagi alam semesta / lingkungan).


Untuk itu ia akan berupaya memperoleh alat (harta, pangkat / jabatan, dan peringkat / gelar) dengan cara-cara yang diperkenankan oleh Allah SWT. Selanjutnya, dengan berbekal percaya diri ia akan berupaya memperolehnya dengan melakukan sesuatu yang khas dirinya. Saat itulah, ia mempersembahkan kinerjanya kepada Allah SWT.


Keinginannya mempersembahkan kinerjanya kepada Allah SWT memiliki alasan, antara lain: Ia ingin menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Dalam konteks menuju sukses (menggapai ridha Allah SWT), ia berupaya menghasilkan sesuatu yang akan meningkatkan semangat dirinya dan orang lain untuk beribadah (dalam arti luas) kepada Allah SWT.


Ia juga ingin membuat atau menumbuhkan semangat ”rahmatan lil’alamiin” pada dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Untuk itu ia mengikhtiarkan agar kesejahteraan masyarakat dapat terjadi atau ada di masyarakat. Ia bekerjasama dengan masyarakat dalam menciptakan peluang usaha, yang akan menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat.


Ia ingin mengajak masyarakat untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, agar segenap upaya meningkatkan kesejahteraan mendapat dukungan Allah SWT. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ketika Allah SWT memberi peluang sukses (menggapai ridha Allah SWT). Bahkan ia juga ingin agar masyarakat dapat memanfaatkan peluang itu. Dengan demikian kesempatan nyata yang diperoleh tidak akan hilang tanpa kesan.


Ia juga ingin mengembangkan kualitas dirinya dan masyarakat agar layak mendapat peluang sukses, serta mendapat kesempatan memperoleh alat terbaik menuju sukses. Ia ingin berubah menjadi lebih maju atau lebih baik, dengan meningkatkan cakupan manfaat kehadirannya di dunia bagi orang lain dan lingkungan.


Ia memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh harta yang relatif banyak, karena akhirnya akan digunakan di “jalan” Allah SWT, misal untuk membantu pembiayaan pendirian pesantren, rumah sakit, dan membiayai anak putus sekolah.


Ia pun memiliki keinginan yang kuat untuk menduduki pangkat / jabatan yang tinggi, karena akhirnya akan digunakan di “jalan” Allah SWT, misal untuk mengambil kebijakan bijaksana (wisdom) yang dapat meringankan beban masyarakat.


Ia juga memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh peringkat / gelar akademis atau sosial yang tinggi, karena akhirnya akan digunakan di “jalan” Allah SWT, misal untuk merumuskan solusi dan membantu penyelesaian masalah yang ada di masyarakat.


Selamat merenungkan, semoga Allah SWT berkenan meridhai…

...

Minggu, 25 Maret 2012

KEPENTINGAN DIRI SENDIRI

Pada saat ini banyak orang yang memberi makna negatif terhadap “kepentingan diri sendiri”, terutama ketika diperhadapkan dengan “kepentingan masyarakat”. Kondisi ini muncul, karena banyak orang terpedaya dengan sukses palsu.


Sukses palsu menjadikan kepentingan diri sendiri bertentangan dengan kepentingan masyarakat, karena sukses hanya diukur dari perolehan harta, pangkat/jabatan, peringkat/gelar, dan besarnya keluarga. Saat itu itulah upaya pencapaian sukses palsu mengabaikan kepentingan masyarakat.


Ironinya, para pencapai sukses palsu ini justru dielu-elukan dan dipuja–puja oleh masyarakat, yang kepentingannya diabaikan oleh para pencapai sukses palsu. Masyarakat silau, terkesima, dan tertipu oleh adanya kelimpahan harta, ketinggian pangkat/jabatan, peringkat/gelar, dan besarnya keluarga para pencapai sukses palsu.


Sesungguhnya kepentingan diri sendiri dapat selaras dengan kepentingan masyarakat, bila para pencapai sukses palsu segera menyadari kesalahannya, dan segera berikhtiar untuk mencapai sukses yang sesungguhnya, yaitu pencapaian ridha (perkenan) dari Allah SWT. Para pengikhtiar sukses yang sesungguhnya kemudian menjadikan harta, pangkat/jabatan, peringkat/gelar, dan keluarga besar sebagai instrumen atau alat untuk mencapai sukses yang sesungguhnya.


Bagi para pengikhtiar sukses yang sesungguhnya harta, pangkat/jabatan, peringkat/gelar, dan keluarga besar wajib digunakan dan dimanfaatkan untuk beribadah kepada Allah SWT, dan memberi manfaat optimal bagi lingkungan (rahmatan lil’alamiin).


Saat itulah kepentingan pribadi dapat dimaknai sebagai: Pertama, pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang diekspresikan sebagai wujud perhatian pada suatu masalah yang berkaitan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Kedua, pembelaan terhadap kepentingan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, yang dilakukan, dipelajari, atau didalami dengan senang hati.


Tetapi kedua makna kepentingan pribadi tersebut barulah akan lahir, bila para pengikhtiar sukses yang sesungguhnya berkenan meletakkan kepentingan masyarakat sebagai kepentingan pribadi. Tepatnya, para pengikhtiar sukses yang sesungguhnya merasa, bahwa gangguan terhadap kepentingan masyarakat merupakan gangguan bagi kepentingan pribadi.


Untuk itu para pengikhtiar sukses yang sesungguhnya perlu: Pertama, merencanakan aktivitas yang bermanfaat untuk diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Kedua, membangun interaksi yang dapat membaikan dan membahagiakan diri sendiri dan orang lain. Ketiga, membangun toleransi dan saling pengertian antara diri sendiri dengan orang lain. Keempat, membesarkan harapan dan semangat diri sendiri dan orang lain, dengan keyakinan dan ikhtiar bahwa hidup harus semakin baik dan semakin bermanfaat. Kelima, menggunakan pikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang baru, sebagai bagian dari ikhtiar agar hidup semakin baik. Keenam, menepati waktu dan janji baik yang pernah disampaikan, agar orang lain semakin percaya, sehingga memudahkan membangun kerjasama dengan orang lain.


Selamat merenungkan, semoga Allah SWT berkenan meridhai…


...

Minggu, 18 Maret 2012

AKIBAT PERBUATAN SENDIRI

Adakalanya seseorang menyesali perbuatan sendiri, karena perbuatannya telah membuat ia menderita. Penyesalan semacam ini sebetulnya terlambat, karena peristiwa telah terjadi, dan yang bersangkutan telah terlanjur menderita.


Namun demikian, penyesalan semacam ini dapat dimanfaatkan oleh yang bersangkutan sebagai “pengetahuan”, karena ia menjadi tahu tentang akibat suatu perbuatan. Penyesalan semacam ini juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain sebagai “pengetahuan” tentang akibat suatu perbuatan, dengan menjadikan orang yang mengalaminya sebagai contoh hidup atas akibat suatu perbuatan.


Oleh karena itu, adalah penting menjadikan bayangan penyesalan di kemudian hari, sebagai pendorong bagi seseorang untuk berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku lebih baik. Hal ini penting, agar ia tidak perlu menyesali perbuatannya di kemudian hari.


Setiap orang perlu mempersiapkan diri agar hidup sukses. Ukuran suksesnya bukanlah pencapaian harta dalam jumlah tertentu, bukan pangkat atau jabatan tertentu, bukan peringkat atau gelar (akademik dan sosial) tertentu, dan bukan pula besarnya keluarga besar yang berhasil dibangun.


Ukuran suksesnya adalah partisipasi dalam proses beribadah kepada Allah SWT, dan rahmatan lil’alamiin (memberi manfaat optimal bagi orang lain dan lingkungannya). Untuk itu, maka ia akan mengerahkan harta, pangkat atau jabatan, peringkat atau gelar, dan keluarga sebagai instrumen (alat) pendukung proses beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Sebagai ikhtiar (upaya) agar proses berjalan baik, maka ia berusaha sekuat tenaga untuk hadir pada berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Ia berusaha untuk tidak menunda pekerjaan yang jelas-jelas bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.


Ia juga bersungguh-sungguh untuk hanya melakukan hal-hal yang penting (bermanfaat) bagi dirinya dan orang lain. Ia berupaya menghindari pekerjaan sia-sia, baik dalam konteks waktu, energi, maupun biaya (sosial dan finansial). Ia berupaya membangun kecakapan pikirnya, dengan berlatih terus menerus, agar ia mampu berpikir cepat.


Pemikiran yang cepat, akan berakibat pada sikap yang cepat, dan akhirnya bertindak dengan cepat. Tanpa kecepatan pikir, maka seseorang akan kehilangan momentum saat melakukan sesuatu.


Ia berusaha mencari peluang kebajikan di setiap kesempatan. Ia tidak bersedia ditundukkan oleh fakta, sebaliknya ia sangat bersemangat untuk merubah fakta dengan menciptakan fakta baru. Ia bersedia menerima masukan dari orang lain, terutama dari orang-orang terpercaya, yang selama ini mendorongnya berbuat kebajikan.


Pada saat yang sama ia terus menerus melatih kepekaannya, agar mampu menyaring informasi dengan baik. Dengan demikian ia akan terhindar dari fenomena dis-informasi, yang digembar-gemborkan kelompok anti kebajikan.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...

...

Kamis, 08 Maret 2012

SEBAIK - BAIK PUAS DIRI

Ada seseorang yang melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya, namun adapula seseorang yang lain, yang melakukan sesuatu karena ia perlu melakukannya. Dalam kedua kondisi ini, ketika seseorang telah berhasil melakukannya, maka orang tersebut akan merasa puas.


Dengan demikian, puas dapat terjadi karena telah melakukan sesuatu yang ingin dilakukan, dan dapat pula terjadi karena telah melakukan sesuatu yang perlu dilakukan. Kata kunci yang menjadi penentu nilai puas adalah “ingin” dan “perlu”.


Ada dua peluang dalam konteks puas, yaitu: Pertama, puas akan memiliki nilai yang baik, bila seseorang melakukan sesuatu karena ia perlu melakukannya. Suatu “tindakan yang perlu dilakukan”, adalah sesuatu tindakan yang akan menjadikan kualitas hidup seseorang lebih baik.


Kedua, puas akan memiliki nilai yang kurang baik, bila seseorang melakukan sesuatu hanya karena ia ingin melakukannya. Suatu “tindakan yang ingin dilakukan”, adalah sesuatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi hasrat seseorang.


Seseorang boleh saja melakukan sesuatu karena ia ingin melakukannya, sepanjang keinginannya itu dalam rangka memenuhi tuntutan keharusan, untuk melakukan sesuatu yang perlu baginya. Dengan kata lain, “keinginan” akan dapat diarahkan ke posisi yang lebih baik, bila ia dicerahkan oleh “keperluan” (kebutuhan) untuk melakukan sesuatu.


Seseorang yang telah melakukan sesuatu karena ia perlu melakukannya, atau karena keinginan untuk melakukan sesuatu didorong oleh perlunya sesuatu dilakukan, berpeluang puas diri. Oleh karena berbasis pada keperluan atau kebutuhan untuk melakukan sesuatu, maka puas diri semacam ini dibolehkan. Inilah sebaik-baik puas diri yang memungkinkan untuk diekspresikan oleh seseorang.


Oleh karena basis puas diri adalah keperluan, maka perlu dipertimbangkan secara sungguh-sungguh keperluan yang sungguh-sungguh diperlukan seseorang. Untuk itu seseorang perlu melakukan inventarisasi keperluannya.


Hal ini akan membantunya dalam mengenali bentuk atau jenis keperluannya. Selain itu juga perlu dipertimbangkan alasan atau penyebab suatu tindakan dikategorisasi sebagai keperluan dirinya. Selanjutnya, yang juga penting adalah mempertimbangkan cara mewujudkan atau mengekspresikan tindakan yang diperlukan.


Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai…

Sabtu, 03 Maret 2012

MENDORONG SADAR DIRI

Seseorang yang ingin meningkatkan kualitas dirinya, hendaklah berkenan menjelajah lingkungan sekitarnya, dan lingkungan yang lebih luas lagi. Saat itulah, ia sedang bergerak membangun pengetahuannya.


Sesungguhnya kondisi inilah yang dilakukan di sekolah, kampus, atau pesantren. Sekolah, kampus, atau pesantren merupakan institusi (organisasi atau lembaga) yang bertugas memprovokasi (mendorong berpikir) pelajar, mahasiswa, atau santri untuk membangun pengetahuan.


Guru, dosen, atau ustadz mendorong pelajar, mahasiswa, atau santri untuk mengerti, bahwa kebenaran versi manusia tidaklah tunggal. Contoh, 2 + 5 tidaklah selalu sama dengan 7, karena 2 + 5 dapat saja sama dengan 3 + 4, 1 + 6, dan seterusnya.


Setelah menjelajah lingkungannya, maka seseorang yang ingin meningkatkan kualitas dirinya akan mengerti, bahwa kekuatan, keterampilan, dan kecerdasan tidaklah selalu mampu mengantarkan seseorang pada kesuksesan. Kekuatan, keterampilan, dan kecerdasan tidak akan bermakna, bila kesemuanya itu dilakukan untuk melakukan keburukan.


Bila kekuatan, keterampilan, dan kecerdasan dilakukan untuk melakukan keburukan, maka hal ini tidaklah hanya merugikan orang lain, melainkan juga merugikan dirinya sendiri. Dengan kata lain bila kekuatan, keterampilan, dan kecerdasan dilakukan oleh seseorang untuk melakukan keburukan, maka sesungguhnya ia sedang menganiaya dirinya sendiri dan orang lain.


Oleh karena itu, seseorang yang ingin meningkatkan kualitas dirinya, hendaklah mampu melakukan: Pertama, persuade, yaitu membuat dirinya dan orang lain setuju untuk melakukan sesuatu, dengan menyampaikan kepada diri sendiri dan orang lain banyak hal tentang sesuatu.


Untuk mencapai hal ini, maka seseorang harus mengerti tentang definisi dari tindakan yang diinginkan. Misal, dirinya dan orang lain sedang diprovokasi untuk gemar membaca, maka ia harus mengerti definisi membaca.


Selanjutnya juga perlu dicermati tentang: (1) waktu atau saat membaca yang dianggap perlu dilakukan, (2) tempat atau lokasi membaca yang paling ideal, (3) penyebab pentingnya membaca, dan (4) cara membaca yang paling efektif dan efisien.


Kedua, cause, yaitu dirinya dan orang lain yang mampu membuat sesuatu terjadi, alasan (reason) untuk berperilaku tertentu, serta tujuan yang diyakini dan sedang diperjuangkannya.


Untuk mencapai hal ini, maka seseorang harus membantu dirinya dan orang lain agar mampu membuat sesuatu terjadi. Selain itu, ia juga harus menjelaskan alasan pada dirinya dan orang lain tentang pentingnya sesuatu terjadi. Sesudah itu, ia juga harus menunjukkan relasi (hubungan) antara tindakan yang dilakukan oleh dirinya dan orang lain dengan tujuan yang diyakini, dan sedang diperjuangkan oleh dirinya dan orang lain.


Apabila seseorang yang ingin meningkatkan kualitas dirinya, telah melakukan persuade dan cause, maka saat itu ia telah mendorong sadar diri bagi dirinya dan orang lain. Persuade dan cause yang dilakukan dengan sangat ”halus” akan menghasilkan suatu tindakan, kondisi, atau situasi tertentu yang seolah-olah ”otomatis” (niscaya), meskipun sesungguhnya ia dibangun melalui proses developing kesadaran, yang seringkali juga disebut sebagai ”induced”.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...