ABOUT ISLAM

Minggu, 27 Mei 2012

BERGERAK SENDIRI


Percaya diri dapat mendekatkan seseorang pada peluang keberhasilan, oleh karena itu percaya diri harus dibentuk dan dibangkitkan. Percaya diri dibentuk seiring berkembangnya kematangan diri, yang akan mengantarkan seseorang pada sikap percaya diri dan optimis, serta kesadaran bahwa ia sanggup meraih cita-cita.

Ia faham bahwa meraih cita-cita bukanlah sesuatu yang mudah, karena banyak tantangan yang harus ia hadapi. Adakalanya ia tegar, tetapi adakalanya ia merasa berat. Kondisi ini merupakan hal yang wajar dialami oleh seseorang yang sedang berjuang menggapai cita-cita.

Untuk mengembalikan semangat, maka seseorang perlu membangun motivasi, dengan cara menghadiri seminar motivasi, membaca buku motivasi, atau berdiskusi dengan sahabat yang mampu memotivasi.

Agar motivasi yang sempat memudar kembali “bersinar”, maka ia perlu: Pertama, mengembangkan sikap tanggung-jawab sebagai hamba Allah SWT, yang bertugas beribadah kepada Allah SWT, dan bertugas rahmatan lil’alamiin (memberi manfaat optimal bagi lingkungan).

Kedua, mengembangkan sikap positif, bahwa Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi dirinya.

Ketiga, sanggup membaca potensi diri, karena Allah SWT telah menciptakan dirinya dalam bentuk (kondisi) yang sempurna.

Keempat, berani mengambil resiko, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Apabila motivasinya kembali bersinar, maka ia berpeluang menghadirkan situasi dan kondisi yang menguntungkan dirinya. Pada awalnya ia membentuk situasi dan kondisi ini. Tetapi, karena terus menerus dibentuk dan terbentuk, maka akhirnya situasi dan kondisi ini terbentuk dengan sendirinya.

Seolah-olah ada sesuatu yang bergerak sendiri dalam membentuk situasi dan kondisi yang menguntungkan. Salah satu keuntungan dari situasi dan kondisi ini adalah pengakuan atas kredibilitas diri, yang merupakan kualitas yang disandang oleh seseorang, yang menggambarkan kemampuan dan kesanggupannya untuk dipercaya.

Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang kredibel, sedangkan kondisi kredibel yang disandang disebut “kredibilitas”. Contoh, seseorang yang selalu menjaga amanah atau kepercayaan, dengan memenuhi segenap komitmennya adalah orang yang kredibel.

Dengan demikian kredibilitas merupakan sesuatu yang penting, karena dalam berinteraksi dibutuhkan kredibilitas, sebab tidak ada seorangpun yang bersedia kerjasama dengan orang yang tidak kredibel. Dengan kata lain, agar ada sesuatu yang bergerak sendiri dalam membentuk situasi dan kondisi yang menguntungkan, maka dibutuhkan kredibilitas seseorang.

Untuk jangka pendek, kredibilitas muncul sebagai kesan pertama (first impression) seseorang terhadap orang lain ketika mulai berinteraksi, seperti: penampilan, sikap, serta tempo dan nada bicara.

Ketika berinteraksi, seseorang akan memberi kesan yang baik pada orang lain, apabila: Pertama, ia berpenampilan baik, misal mengenakan pakaian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, yaitu pakaian yang sopan dan menutup aurat.

Kedua, ia bersikap baik, misal gerak-gerik dan postur tubuhnya ketika berdiri berhasil memberikan kesimpulan atau asumsi dari orang lain, bahwa dirinya tidak akan menjadi ancaman, dan tidak akan membahayakan orang lain, bahkan akan menguntungkan orang lain.

Ketiga, ia memiliki kecepatan dan nada bicara yang baik, sehingga orang lain menjadi lebih mudah bersimpati padanya.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.

Semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Sabtu, 19 Mei 2012

MENGGAPAI KESELAMATAN


“Selamat”, merupakan keinginan setiap orang. Oleh karena itu, setiap orang berupaya agar selamat. Ia ingin agar segenap aktivitasnya mengarah pada keselamatan, baik keselamatan di dunia, maupun keselamatan di akherat.

Untuk menggapai keselamatan, maka ia tekun beribadah kepada Allah SWT, dan memberi manfaat optimal bagi lingkungannya atau rahmatan lil’alamiin. Ia memiliki gairah (passion) dalam beribadah dan rahmatan lil’alamiin. Ia menanamkan dalam hati dan pikirannya untuk beribadah dan rahmatan lil’alamiin, agar otaknya memproses informasi itu secara terus menerus, sehingga menimbulkan gairah untuk mewujudkannya.

Ketika beribadah dan rahmatan lil’alamiin, ia melakukannya dengan senang hati. Dinamika yang dialaminya setiap hari merupakan hari-hari yang indah bagi dirinya. Ia akan terus bersemangat dalam beribadah dan rahmatan lil’alamiin. Bahkan ia semakin penasaran, ketika menyadari bahwa ibadah dan rahmatan lil’alamiin yang ia lakukan belumlah sebaik yang diharapkan.

Selanjutnya, ia berupaya memiliki pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku baru, yang dapat memperbaiki kualitas ibadah dan rahmatan lil’alamiin yang ia lakukan. Ketika ikhtiar ini mengalami beberapa kendala, maka ia akan menerimanya dalam perspektif yang positif. Berdasarkan perspektif tersebut, ia siap untuk terus menerus memperbaiki diri. Akhirnya, ia senantiasa bersyukur atas setiap keadaan yang dialaminya.

Untuk mendapat keselamatan, ia bersungguh-sungguh memahami visi dan misi hidupnya. Kesungguhan itu mengantarkannya pada kemampuan merumuskan tujuan hidupnya. Ia faham, bahwa visi hidup manusia adalah menggapai ridha Allah SWT, sedangkan misinya adalah melakukan ibadah dan rahmatan lil’alamiin. 

Oleh karena itu, tujuan hidup manusia adalah memenuhi tuntutan visi dan misi hidupnya, agar selamat di dunia dan akherat. Ia berani menjalankan visi, misi, dan tujuan hidupnya, sebagai indikasi keunggulan seorang manusia. Ia faham, bahwa tidak banyak orang yang berani menjalankan visi, misi, dan tujuan hidup manusia.

Sebagian besar manusia di dunia ini, bahkan lebih senang membuat visi, misi, dan tujuan hidupnya sendiri. Akibatnya visi, misi, dan tujuan hidup sebagian besar manusia di dunia bertentangan dengan tata nilai yang ditetapkan oleh Allah SWT, yang telah menciptakan manusia.

Sebagai orang yang ingin selamat di dunia dan akherat, ia terus berupaya menjalankan visi, misi, dan tujuan hidup manusia berdasarkan tata nilai yang ditetapkan oleh Allah SWT, meskipun banyak kendala yang harus dihadapi. Ia berupaya hidup jujur dan siap bekerja keras, agar dapat mewujudkan kebajikan.

Ia memiliki pandangan, bahwa selamat adalah sesuatu yang penting. Oleh karena itu, ia akan melakukan hal penting (ibadah dan rahmatan lil’alamiin). Pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya akan terus menerus dikembangkan, agar mampu mewujudkan kebajikan, sehingga Allah SWT berkenan meridhainya.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.

Semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Minggu, 13 Mei 2012

MENGUASAI DIRI SENDIRI


Setiap orang hendaknya mampu menguasai diri sendiri, karena banyaknya godaan untuk berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku tidak layak. Oleh karena itu, tanpa kemampuan menguasai diri sendiri, seseorang berpeluang gagal dalam mewujudkan kebajikan bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Untuk dapat menguasai diri sendiri, maka: (1) Seseorang perlu berlindung kepada Allah SWT, karena Allah SWT merupakan Tuhannya manusia, penguasa, dan pelindung manusia. (2) Seseorang perlu menghadapi dengan tegar dan menolak bujukan kejahatan dari setan, baik setan dari kalangan jin maupun setan dari kalangan manusia.

Ada delapan ciri yang diperlihatkan oleh orang yang berhasil menguasai diri, yaitu: Pertama, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang siap menanggung resiko. Ia memandang resiko sebagai peluang untuk melakukan kebajikan, yang hasilnya dapat gagal atau berhasil dalam melakukan kebajikan;

Kedua, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang terkendali dan penuh perhitungan. Namun demikian ia tetap mampu berinisiatif, karena ia memiliki stock ide-ide cemerlang dalam mendorong dan mewujudkan kebajikan bagi manusia;

Ketiga, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang profesional dalam koridor nilai-nilai Islam. Ia menghindarkan diri dari sifat mudah mengeluh, karena baginya kegagalan dalam melakukan kebajikan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri;

Keempat, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang menghormati waktu. Ia akan berupaya menepati janji dalam konteks waktu, karena ia memiliki keunggulan dalam mengagendakan dan mengelola waktu yang dimilikinya;

Kelima, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang gemar dalam melayani dan memberi kebajikan kepada orang lain. Ia akan terus berupaya mengalirkan kebajikan dari dirinya kepada orang lain, agar dapat diteruskan kepada khalayak yang lebih luas;

Keenam, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang gemar belajar, terutama hal-hal baru atau terobosan dalam melakukan kebajikan. Ia gemar belajar dari siapapun; dari mereka yang melakukan keburukan, ia belajar tentang hal-hal yang dapat menimbulkan keburukan; dari mereka yang melakukan kebajikan, ia belajar tentang hal-hal yang dapat menimbulkan kebajikan;

Ketujuh, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang terbuka terhadap kritik, sebagai instrumen memperbaiki diri. Ia percaya dan berbesar hati untuk membuka diri bagi kritik orang lain, bahkan ia memposisikan para pengkritik sebagai sahabatnya yang baik;

Kedelapan, seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang gemar bekerjasama dan membina hubungan baik. Ia berupaya mengajak banyak orang untuk bersama-sama melakukan kebajikan.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.

Semoga Allah SWT berkenan meridhai…

...

Minggu, 06 Mei 2012

GAMBARAN DIRI SENDIRI


Setiap orang hendaknya mampu mengenali diri sendiri. Tepatnya, ia faham gambaran tentang dirinya sendiri. Ia faham, bahwa dirinya terikat oleh waktu. Ia pernah berada di masa lalu, ia sedang berada di masa kini, dan suatu saat ia akan berada di masa depan.

Oleh karena itu, penting bagi dirinya memperhatikan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya dari waktu ke waktu. Pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa kini, harus berbasis evaluasi dan analisis terhadap pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa lalu.

Ia harus mengingat segenap kesalahan dan keburukan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa lalu, agar tidak terulang di masa kini. Pada saat yang sama, ia harus mengingat segenap kebajikan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa lalu, untuk diulang dan dikembangkan di masa kini dan masa depan.

Penting bagi dirinya mengerahkan segenap indera yang dimilikinya, untuk mewujudkan citra kebajikan dirinya di sepanjang masa (masa lalu, masa kini, dan masa depan). Gambaran tentang diri sendiri haruslah dibentuk dengan sungguh-sungguh, melalui pengalaman dan kinerja kebajikan, sehingga ia berhak disebut sebagai pribadi yang penuh kebajikan.

Tidak penting kharisma yang dimiliki seseorang, karena kharisma tidak bermanfaat bila tiada kebajikan yang dihasilkan. Kharisma hanyalah tampilan menarik seseorang, yang tidak bermakna tanpa substansi kebajikan. Oleh karena itu, penuhilah diri dengan sebanyak mungkin kebajikan, lalu kemas dalam kharisma yang menarik.

Saat itulah, gambaran terindah tentang diri sendiri akan mudah ditangkap oleh orang lain. Ketika seseorang akan membangun gambaran tentang diri sendiri, maka penting baginya memperhatikan proses. Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa segala sesuatu melalui proses sedikit demi sedikit dan dari waktu ke waktu.

Oleh karena itu, akumulasikan kebajikan sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu, dengan penuh kesabaran. Saat kebajikan telah melimpah, maka ia akan mendapati gambaran yang baik tentang diri sendiri. Gambaran yang baik tentang diri sendiri, yang berbasis pada akumulasi kebajikan dari waktu ke waktu; akan memudahkan orang lain untuk juga menerima gambaran yang baik tersebut.

Gambaran ini mendorong orang lain memberi kepercayaan yang memadai pada diri orang tersebut, sehingga sinergi antara dirinya dengan orang lain mulai terbuka. Sinergi tersebut dapat diarahkan untuk mendistribusikan kebajikan ke segenap pihak, dan ke seluruh wilayah yang terjangkau.

Keinginan mendistribusikan kebajikan, akan mendorong seseorang untuk bersungguh-sungguh memperoleh harta, pangkat, jabatan, peringkat, dan gelar (sosial dan akademis). Hartanya dapat ia gunakan untuk mendistribusikan kebajikan, dengan cara membantu pihak-pihak yang lemah secara ekonomi. Pangkat dan jabatannya dapat ia gunakan untuk mendistribusikan kebajikan, dengan cara menetapkan keputusan yang dapat membantu pihak-pihak yang membutuhkan bantuan dan perlindungan.

Gelarnya dapat ia gunakan untuk mendistribusikan kebajikan, dengan cara memberi solusi atas kesulitan dan masalah yang dihadapi masyarakat. Demikianlah, gambaran tentang diri sendiri, yang dipenuhi oleh kabajikan, yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.

Semoga Allah SWT berkenan meridhai…