Allah SWT dalam QS.103:1-3 telah berfirman, "Demi waktu, sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran."
Firman Allah SWT ini menunjukkan adanya proses pada diri manusia, mulai dari pemikiran, dan sikap, hingga menjadi perilaku. Manusia yang sebenar-benarnya manusia (humanis) adalah manusia yang mengembangkan pemikiran yang berada dalam frame (kerangka) iman, sehingga ia berpeluang untuk bersikap sebagai seorang manusia yang beriman.
Pemikiran dan sikap yang berbasis pada keimanan (hanya mempertuhankan Allah SWT) inilah yang akan mendorong seorang manusia untuk berperilaku (beramal) saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Pemikiran, sikap, dan perilaku ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan sequence (penggalan) waktu yang terus bergerak, tanpa pernah kembali. Oleh karena itu menjadi penting bagi manusia, untuk terus menerus, setiap saat, atau setiap waktu meningkatkan keimanannya, dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Bila manusia tidak berkenan meningkatkan keimanannya, maka ia akan mustahil beramal saleh, apalagi untuk saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran. Selanjutnya, manusia ini akan tergolong sebagai orang-orang yang merugi karena mengabaikan perintah Tuhan (Allah SWT).
Oleh karena itu menjadi mudah untuk difahami, ketika banyak manusia mengekspresikan kegembiraan dengan datangnya Bulan Ramadhan, karena pada bulan inilah manusia kembali mendapat kesempatan berupa kondisi yang ideal (secara ruhani) untuk meningkatkan keimanannya.
Allah SWT berfirman dalam QS.2:183, "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.
Firman Allah SWT ini menunjukkan adanya proses pada diri manusia, mulai dari pemikiran, dan sikap, hingga menjadi perilaku. Manusia yang sebenar-benarnya manusia (humanis) adalah manusia yang mengembangkan pemikiran yang berada dalam frame (kerangka) iman, sehingga ia berpeluang untuk bersikap sebagai seorang manusia yang beriman.
Pemikiran dan sikap yang berbasis pada keimanan (hanya mempertuhankan Allah SWT) inilah yang akan mendorong seorang manusia untuk berperilaku (beramal) saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Pemikiran, sikap, dan perilaku ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dengan memperhatikan sequence (penggalan) waktu yang terus bergerak, tanpa pernah kembali. Oleh karena itu menjadi penting bagi manusia, untuk terus menerus, setiap saat, atau setiap waktu meningkatkan keimanannya, dan beramal saleh, serta saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran.
Bila manusia tidak berkenan meningkatkan keimanannya, maka ia akan mustahil beramal saleh, apalagi untuk saling berwasiat tentang kebenaran dengan kesabaran. Selanjutnya, manusia ini akan tergolong sebagai orang-orang yang merugi karena mengabaikan perintah Tuhan (Allah SWT).
Oleh karena itu menjadi mudah untuk difahami, ketika banyak manusia mengekspresikan kegembiraan dengan datangnya Bulan Ramadhan, karena pada bulan inilah manusia kembali mendapat kesempatan berupa kondisi yang ideal (secara ruhani) untuk meningkatkan keimanannya.
Allah SWT berfirman dalam QS.2:183, "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar