“Beralamat sendiri”, mengandung makna “mandiri”. Seseorang yang mampu “beralamat sendiri” berarti orang yang mandiri. Pemikiran, sikap, dan perilaku orang tersebut tidaklah dideterminir atau ditentukan oleh pihak lain di luar dirinya, melainkan dia sendirilah yang menentukan pemikiran, sikap, dan perilakunya. Berbekal kemampuan, kepercayaan, dan potensi yang dimilikinya, orang tersebut menetapkan pemikiran, sikap, dan perilakunya.
Dengan demikian ada tiga hal yang dibutuhkan oleh seseorang agar ia mampu “beralamat sendiri”, yaitu: Pertama, “beralamat sendiri” membutuhkan pemikiran, di mana pemikiran adalah suatu kondisi di mana seseorang: (1) memiliki opini tentang sesuatu atau tentang seseorang; (2) mempertimbangkan suatu ide atau suatu permasalahan; dan (3) memiliki keyakinan bahwa sesuatu itu benar, atau mengharapkan bahwa sesuatu akan terjadi meskipun orang tersebut tidak setuju. Dengan demikian pemikiran meliputi tiga hal, yaitu opini, pertimbangan, dan harapan.
Kedua, “beralamat sendiri” membutuhkan sikap, di mana sikap adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil seseorang setelah ia berpikir. Berdasarkan pemikirannya, seseorang berhasil menyediakan beberapa alternatif solusi atas suatu masalah. Beberapa alternatif solusi inilah yang kemudian salah satu di antaranya dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan, karena dipandang paling sesuai atau paling menguntungkan. Proses memilih salah satu di antara beberapa alternatif solusi inilah yang disebut “sikap”.
Selain ditentukan oleh pemikiran, sikap juga ditentukan oleh perasaan seseorang terhadap sesuatu, yang kemudian diekspresikannya dalam format tertentu. Perasaan merupakan suatu instrumen kepekaan (sensitivitas) yang ada pada diri seseorang dalam merespon pengalaman, pemikiran, dan persinggungan dengan pihak lain. Orang-orang yang memiliki perasaan yang peka (sensitif) seringkali mengekspresikan sikapnya dengan penuh sopan santun, dalam rangka menjaga perasaan orang lain atau masyarakat. Sebagaimana diketahui, sopan santun berarti melakukan atau menyampaikan sesuatu dengan cara yang tepat dan sesuai dengan norma-norma (ketentuan-ketentuan) yang berlaku di masyarakat.
Ketiga, “beralamat sendiri” membutuhkan perilaku, di mana perilaku adalah tindakan yang dilakukan berulang-ulang. Tindakan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang, yang biasanya dikarenakan sesuatu itu menarik atau dipandang penting oleh seseorang. Dalam konteks interaksi sosial, tindakan (selain bersifat individual) juga bersifat sosial, atau sesuatu yang melibatkan pihak lain. Beberapa kemungkinan yang melatar-belakangi pelibatan pihak lain dalam tindakan, antara lain: (1) karena sesuatu yang dilakukan diperlukan oleh pihak lain, (2) karena sesuatu yang dilakukan berakibat atau berdampak pada pihak lain, dan (3) karena sesuatu yang dilakukan tersebut oleh pihak lain dipandang sebagai bagian dari dirinya.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin ”beralamat sendiri” hendaknya bersungguh mengembangkan pemikiran, sikap, dan perilakunya. Ia harus berupaya agar pemikirannya mampu memberi opini yang tepat, mempertimbangkan segala sesuatu secara komprehensif (menyeluruh), dan memuat harapan yang baik. Ia juga harus berupaya agar sikapnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Selain itu, ia juga hendaknya berupaya agar perilakunya merupakan pengulangan atas tindakan yang diperlukan bagi dirinya dan pihak lain, dan memberi dampak yang baik bagi dirinya dan pihak lain, sehingga dipandang sebagai bagian dari dirinya dan pihak lain.
Sebagai orang yang mandiri, maka seorang manusia hendaknya menyadari, bahwa Allah SWT menugaskan manusia sebagai pemakmur bumi (lihat QS.11:61). Oleh karena itu, seorang manusia harus mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar Allah SWT berkenan membantunya dalam menjalankan tugas sebagai pemakmur bumi. Kondisi ini disebut taqwa. tepatnya seorang manusia harus bertaqwa kepada Allah SWT (lihat QS.39:16) dengan sebenar-benarnya taqwa (lihat QS.3:102).
Selamat mencoba, semoga Allah SWT berkenan meridhai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar