ABOUT ISLAM

Minggu, 06 April 2008

METROPOLIS SYNDROME

Ada lagi fenomena yang semakin populer secara kuantitatif dan kualitatif di perkotaan (terutama di kota-kota besar), yaitu metropolis syndrome.
Syndrome, adalah satu kumpulan simptom atau gejala-gejala yang saling berkaitan. Syndrome juga difahami sebagai suatu kumpulan sifat-sifat kepribadian atau perilaku.
Sementara itu, metropolis syndrome adalah kepribadian atau perilaku anak yang terbentuk akibat ditinggalkan kedua orang tuanya (ayah dan ibu) bekerja. Gejala ini disebut metropolis syndrome karena banyak terjadi di kota-kota besar (metropolitan).
Dalam konteks Islam, popularitas metropolis syndrome sangat mengkhawatirkan. Hal ini dikarenakan syndrome terjadi pada anak-anak. Padahal anak adalah asset umat Islam dan sekaligus menjadi titik tumpu eksistensi dan pengembangan Islam.
Anak bukanlah hasil dari reproduksi kedua orang tuanya, melainkan sebuah proses regenerasi dari kedua orang tuanya. Dalam proses regenerasi terkandung unsur fisik (biologis), dan non fisik (nilai atau value).
Unsur nilai meliputi: (1) nilai-nilai keyakinan terhadap Tuhannya (aqidah), (2) nilai-nilai bakti kepada Tuhannya (ibadah), (3) nilai-nilai dalam interaksi sosial (muamallah), (4) nilai-nilai etika atau sopan santun (adab), dan (5) nilai-nilai ekspresional (akhlak).
Oleh karena itu, maraknya metropolis syndrome di kalangan anak-anak sungguh sangat mengkhawatirkan. Fenomena kedua orang tua (ayah dan ibu) bekerja, sungguh sangat memprihatinkan, dan memerlukan upaya penghentian (kecuali dalam keadaan darurat). Karena biaya regeneratif yang harus dibayar sangat mahal, misal anak menjadi tidak Islami atau tidak shaleh.
Sudah saatnya ayah dan ibu berdiskusi kembali, tentang tujuan keluarga. Jika keduanya memutuskan, bahwa tujuan keluarga adalah hanya untuk mencapai gengsi sosial, maka materi (harta kekayaan) menjadi prasyarat utama. Akibatnya, metropolis syndrome merupakan "harga" yang harus dibayar.
Sebaliknya, jika ayah dan ibu bersikukuh, bahwa keluarga yang mereka bentuk adalah ikhtiar optimal untuk menggapai ridha Allah SWT, maka mereka harus mempertimbangkan ancaman metropolis syndrome, dan peran regeneratif yang harus dimainkan.
Ayah dan ibu harus berdiskusi, tentang upaya memenuhi kebutuhan biologis (makan, minum, pakaian, kesehatan, dan lain-lain) dan kebutuhan nilai (aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak) anak-anaknya. Sudah saatnya ayah dan ibu tidak lagi memandang pekerjaan publik (di luar rumah) dan domestik (di dalam rumah) sebagai fenomena strukturatif (atas-bawah). Keduanya (ayah dan ibu) harus faham, bahwa pekerjaan publik dan domestik merupakan fenomena klaster (sejajar atau egaliter).
Oleh karena itu, di antara mereka tidak ada yang merasa diagungkan dan direndahkan, ketika mereka berbagi tugas dan fungsi, di mana pekerjaan publik akan dilakukan oleh ayah dengan dukungan ibu di rumah, dan pekerjaan domestik akan dilakukan oleh ibu dengan dukungan ayah saat berada di rumah.
Keduanya bertekad bekerjasama (bukan sama-sama kerja di luar rumah) untuk memainkan peran regeneratif secara optimal, sesuai kemampuannya. Agar Allah SWT ridha kepada mereka, dan mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat. InsyaAllah.

Tidak ada komentar: