ABOUT ISLAM

Jumat, 10 Juli 2009

LOGIKA DEONTIK DALAM ISLAM

Logika deontik, adalah penarikan kesimpulan yang berkaitan dengan konsep-konsep, seperti: kewajiban, keharusan, kepatutan, kelayakan, dan permisibilitas (dapat dimaklumi). Sesuatu dikatakan logis secara deontik, bila ia sesuai dengan kewajiban, keharusan, kepatutan, kelayakan, dan permisibilitas.
Penentu kewajiban, keharusan, kepatutan, kelayakan, dan permisibilitas haruslah suatu Dzat yang menciptakan semesta alam (alam semesta dan alam akherat), yang memiliki kewenangan dan kekuasaan secara mutlak. Dengan demikian manusia tidak berhak menjadi penentu kewajiban, keharusan, kepatutan, kelayakan, dan permisibilitas.
Oleh karena Allah SWT merupakan pencipta semesta alam, maka hanya Allah SWT yang berhak menjadi penentu kewajiban, keharusan, kepatutan, kelayakan, dan permisibilitas. Kebenaran versi Allah bersifat mutlak, sedangkan kebenaran versi manusia bersifat relatif.
Kebenaran versi manusia bersifat relatif, karena ia memiliki peluang disusun dari ketidak-benaran. Kebenaran versi manusia terdiri dari: Pertama, kebenaran koherensi, di mana sesuatu dianggap benar bila konsisten dengan kebenaran sebelumnya. Kebenaran saat ini selalu berhubungan dengan kebenaran sebelumnya, hingga berjarak tak terhingga. Jarak historis yang relatif jauh inilah yang memberi peluang disisipkannya ketidakbenaran oleh manusia. Dengan demikian ada peluang ketidakbenaran dalam kebenaran koherensi. Bukti sejarahnya dapat dilihat, dari dihadirkannya Islam di alam semesta oleh Allah SWT, sebagai suatu agama yang merupakan koreksi terhadap agama-agama sebelumnya, yang telah diintervensi oleh manusia, dan telah disisipkan ketidak-benaran (lihat QS.2:79).
Kedua, kebenaran korespondensi, di mana sesuatu dianggap benar bila sesuai dengan fakta. Padahal fakta yang ditangkap oleh manusia hanya sebatas daya tangkap indera manusia dan alat bantunya. Di seberang ini semua, terdapat fakta yang berada di luar jangkauan indera, yang bahkan tidak mampu diserap oleh rasionalitas manusia. Fakta yang berada di seberang daya tangkap indera manusia dan alat bantunya ini, hanya dapat difahami dengan memanfaatkan prosesi pewahyuan dari Allah SWT kepada para RasulNya. Dengan demikian kebenaran korespondensi (kebenaran versi manusia) berpeluang mengandung ketidak-benaran.
Ketiga, kebenaran pragmatis, di mana sesuatu dianggap benar bila bermanfaat bagi manusia. Padahal jumlah manusia sangat banyak (lebih dari 8 miliar orang), sehingga kebenarannya tentulah beraneka ragam. Termasuk dalam hal ini, adanya keterbatasan manusia dalam menentukan kebenaran. Kesemua inilah yang kemudian menjadikan kebenaran pragmatis berpeluang mengandung ketidak-benaran.
Allah SWT menjelaskan, bahwa kebenaran itu bersumber pada Allah SWT (lihat QS. 2:147). Oleh karena itu, ketika kebenaran versi Allah SWT telah datang, maka ketidak-benaran yang selama ini dimuliakan dan diagung-agungkan akan hilang. Setiap manusia mendapat kesempatan untuk menetapkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya. Namun demikian sebaik-baik pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku manusia, adalah pemikiran, sikap, tindakan dan perilaku yang sesuai dengan kebenaran versi Allah SWT.
Allah SWT juga menyatakan, bahwa sesungguhnya setiap manusia berbuat sesuatu menurut keadaannya, dan Allah SWT mengetahui manusia yang berada pada jalan yang benar (lihat QS.17:84). Kebenaran versi Allah SWT selanjutnya menjadi sumber, rujukan, dan acuan bagi perumusan kewajiban, keharusan, kepatutan, kelayakan, dan permisibilitas manusia.
Oleh karena itu, tidak patut, dan tidak layak, serta sangat tidak dapat dimaklumi kejahatan Pemerintah Republik Rakyat Cina terhadap Etnis Uighur di Provinsi Xinjiang. Telah sejak berdirinya Republik Rakyat Cina, Etnis Uighur yang beragama Islam mendapat tekanan dan diskriminasi, agar Etnis Uighur melepaskan keIslamannya. Pemerintah Republik Rakyat Cina bahkan mendorong Etnis Han agar mendesak Etnis Uighur, yang puncaknya adalah pembantaian terhadap Etnis Uighur pada awal Juli 2009. Tujuannya tidak lain adalah untuk memusnahkan Etnis Uighur dari masyarakat Cina. Namun demikian, sampai hari ini Etnis Uighur masih terus berupaya bertahan dan melawan penindasan yang dialaminya dengan segenap kemampuannya yang sangat terbatas.
Umat Islam seluruh dunia wajib, selayaknya, dan sepatutnya mendoakan dan membantu Etnis Uighur, agar berhasil dalam perjuangannya, yaitu mempertahankan nilai-nilai Islam yang dianutnya. Inilah bukti logika deontik dalam Islam, yang sedang diperjuangkan dalam kehidupan manusia di masa kini. Semoga Allah SWT berkenan meridhai perjuangan Etnis Uighur di Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Cina.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaykum Wr.Wb
Apa kabar?,posting yang bagus & akurat...terima kasih
Wassalam Wr.Wb

ARISTIONO NUGROHO mengatakan...

Assallamu'alaikum Wr. Wb.
Buat Dhana, peace yaa...
Thanks atas komentarnya.
Semoga Umat Islam selalu dalam perlindungan Allah SWT.

Tarbawia mengatakan...

Good article. Semoga semakin banyak umat Islam yang memiliki komitmen keislaman dan terpanggil untuk membela saudara-saudaranya seperti harapan blog ini dan harapan kita bersama