"Pemimpin yang dzalim" bukanlah terminologi yang baik. Sosok ini bukanlah penebar kebajikan, melainkan penebar ketidak-adilan, kesengsaraan, dan maksiat. Hanya para penjilatlah yang menyatakan, bahwa "pemimpin yang dzalim" adalah sosok yang adil, serta penebar kesejahteraan dan kemanfaatan.
Allah SWT telah menjanjikan adzab yang pedih bagi "pemimpin yang dzalim" baik di dunia maupun di akherat. Hal ini dikarenakan proses, output (hasil atau keluaran), dan outcome (dampak atau akibat) dari kedzalimannya telah memperlihatkan ciri:
Pertama, adanya pengabaian terhadap perintah dan larangan Allah SWT;
Kedua, adanya religiusitas yang tidak lebih dari sekedar ritual tanpa makna, sebagai penghapus kewajiban psikologikal, dan hanya pembentuk citra (image) sosial yang positif;
Ketiga, adanya interaksi sosial yang dibangun atas dasar konsepsi "pengikut dan bukan pengikut", yang menumbuh-kembangkan sifat penjilat dan mematikan sifat kritis konstruktif orang-orang yang berinteraksi dengannya. Pemimpin yang dzalim telah membuat kategori, bahwa mereka yang mampu secara optimal melakukan penjilatan adalah pengikutnya, sedangkan yang bersungguh-sungguh memberikan kritik konstruktif adalah bukan pengikutnya. Pemberian sedikit kesejahteraan diperuntukkan bagi para pengikut, sedangkan hukuman, sanksi, dan pengucilan diberikan bagi yang bukan pengikut;
Keempat, adanya etika yang dibangun atas dasar konsepsi "atas dan bawah". Pemimpin berada di atas, maka "pointer" etika ditentukan olehnya, sebaliknya para pengikut berada di bawah, maka mereka wajib menjalankan dan memperagakan setiap "pointer" etika yang dibuat oleh sang pemimpin. Bagi yang tidak menjadi pengikut, maka segenap sopan santun dan etika yang ditampilkan tidaklah akan pernah dipandang sebagai sebuah sopan santun atau etika.
Kelima, adanya perilaku yang nampak indah di mata pengikutnya, karena kepiawaian sang pemimpin dalam menata mindset (pola pikir) para pengikutnya. Meskipun di mata mereka yang bukan pengikutnya, sang pemimpin nampak sebagai sosok yang tidak adil, menyengsarakan, dan menebarkan maksiat. Pemimpin yang dzalim juga pandai mengemas (membungkus) eksploitasi dengan kemasan (bungkusan) motivasi, sehingga para pengikutnya dan orang yang berinteraksi dengannya tidak menyadari bahwa eksploitasi sedang berlangsung atas dirinya.
Lima ciri keburukan yang ada pada proses, output, dan outcome kedzaliman dari pemimpin yang dzalim, tentulah cukup menjadikan setiap muslim berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menghindarinya. Apabila karena satu dan lain hal, seorang muslim berada pada suatu organisasi yang dipimpin oleh pemimpin yang dzalim, maka berupayalah untuk bersabar dengan cara mendoakan pemimpin yang dzalim tersebut agar berhenti dari kedzalimannya.
Berupayalah untuk tidak terlalu dekat dengan pemimpin yang dzalim, karena akan menjadikannya sebagai pengikut dan penjilat. Tetap lakukan kritik konstruktif sesuai "dosis" yang paling memungkinkan, dan cara yang paling memungkinkan; serta bantulah para sahabat yang menjadi korban kedzaliman, sesuai dengan kemampuan dan infra struktur yang serba terbatas.
Semoga Allah SWT berkenan menghentikan kedzaliman pemimpin yang dzalim, atau menggantikannya dengan pemimpin yang Islami, yaitu pemimpin yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, beradab, dan berakhlak Islam.
Allah SWT telah menjanjikan adzab yang pedih bagi "pemimpin yang dzalim" baik di dunia maupun di akherat. Hal ini dikarenakan proses, output (hasil atau keluaran), dan outcome (dampak atau akibat) dari kedzalimannya telah memperlihatkan ciri:
Pertama, adanya pengabaian terhadap perintah dan larangan Allah SWT;
Kedua, adanya religiusitas yang tidak lebih dari sekedar ritual tanpa makna, sebagai penghapus kewajiban psikologikal, dan hanya pembentuk citra (image) sosial yang positif;
Ketiga, adanya interaksi sosial yang dibangun atas dasar konsepsi "pengikut dan bukan pengikut", yang menumbuh-kembangkan sifat penjilat dan mematikan sifat kritis konstruktif orang-orang yang berinteraksi dengannya. Pemimpin yang dzalim telah membuat kategori, bahwa mereka yang mampu secara optimal melakukan penjilatan adalah pengikutnya, sedangkan yang bersungguh-sungguh memberikan kritik konstruktif adalah bukan pengikutnya. Pemberian sedikit kesejahteraan diperuntukkan bagi para pengikut, sedangkan hukuman, sanksi, dan pengucilan diberikan bagi yang bukan pengikut;
Keempat, adanya etika yang dibangun atas dasar konsepsi "atas dan bawah". Pemimpin berada di atas, maka "pointer" etika ditentukan olehnya, sebaliknya para pengikut berada di bawah, maka mereka wajib menjalankan dan memperagakan setiap "pointer" etika yang dibuat oleh sang pemimpin. Bagi yang tidak menjadi pengikut, maka segenap sopan santun dan etika yang ditampilkan tidaklah akan pernah dipandang sebagai sebuah sopan santun atau etika.
Kelima, adanya perilaku yang nampak indah di mata pengikutnya, karena kepiawaian sang pemimpin dalam menata mindset (pola pikir) para pengikutnya. Meskipun di mata mereka yang bukan pengikutnya, sang pemimpin nampak sebagai sosok yang tidak adil, menyengsarakan, dan menebarkan maksiat. Pemimpin yang dzalim juga pandai mengemas (membungkus) eksploitasi dengan kemasan (bungkusan) motivasi, sehingga para pengikutnya dan orang yang berinteraksi dengannya tidak menyadari bahwa eksploitasi sedang berlangsung atas dirinya.
Lima ciri keburukan yang ada pada proses, output, dan outcome kedzaliman dari pemimpin yang dzalim, tentulah cukup menjadikan setiap muslim berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menghindarinya. Apabila karena satu dan lain hal, seorang muslim berada pada suatu organisasi yang dipimpin oleh pemimpin yang dzalim, maka berupayalah untuk bersabar dengan cara mendoakan pemimpin yang dzalim tersebut agar berhenti dari kedzalimannya.
Berupayalah untuk tidak terlalu dekat dengan pemimpin yang dzalim, karena akan menjadikannya sebagai pengikut dan penjilat. Tetap lakukan kritik konstruktif sesuai "dosis" yang paling memungkinkan, dan cara yang paling memungkinkan; serta bantulah para sahabat yang menjadi korban kedzaliman, sesuai dengan kemampuan dan infra struktur yang serba terbatas.
Semoga Allah SWT berkenan menghentikan kedzaliman pemimpin yang dzalim, atau menggantikannya dengan pemimpin yang Islami, yaitu pemimpin yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, beradab, dan berakhlak Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar