Secara umum, ketergantungan diri pada
sesuatu adalah terlarang. Contoh, bagi orang yang mengalami ketergantungan
obat, maka ia akan dirawat di rumah sakit ketergantungan obat. Satu-satunya
ketergantungan yang dibolehkan, adalah ketergantungan kepada Allah SWT.
Mindset ini diajarkan oleh Allah SWT sebagai berikut, “Katakanlah, “Dialah
Alah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala
sesuatu. Dia tidak beranak, dan tiada pula diperanakkan, serta tidak ada sesuatupun
yang setara denganNya” (QS.112:1-4).
Berdasarkan petunjuk Allah SWT tersebut,
maka sudah selayaknya manusia membangun ketergantungan dirinya kepada Allah
SWT. Ketergantungan ini akan menjadikan manusia gemar berbuat kebajikan, karena
Allah SWT memerintahkan manusia untuk berbuat kebajikan.
Dengan semangat kebajikan, maka petunjuk
Allah SWT merupakan sesuatu yang fungsional bagi seorang manusia. Tanpa
petunjuk Allah SWT manusia akan kehilangan fungsinya sebagai manusia.
Selanjutnya, tanpa fungsi, maka manusia akan terhalang dari perannya sebagai
manusia. Padahal setiap makhluk atau ciptaan Allah SWT memiliki fungsi dan
perannya masing-masing.
Kemuliaan seorang manusia dapat diamati
dari peran dan fungsinya sebagai manusia. Fungsi yang difahami dengan
sungguh-sungguh akan terformat dalam mindset seorang manusia. Mindset ini akan membentuk sikap yang menyetujui
dan memutuskan diri sebagai pelaku kebajikan.
Keputusan diri
sebagai pelaku kebajikan, diwujudkan di alam nyata dengan tindakan-tindakan
yang bernuansa kebajikan. Tindak kebajikan ini
diulang-ulang terus menerus dalam setiap kesempatan, sehingga menjadi perilaku
diri. Inilah karakter atau ciri seorang manusia yang memiliki ketergantungan
pada Allah SWT.
Oleh karena itu, setiap manusia hendaknya
berupaya membangun ketergantungan diri kepada Allah SWT, dan tidak tergantung
pada sesuatu yang lain selain Allah SWT. Tepatnya, seorang manusia yang
memiliki ketergantungan pada Allah SWT akan:
Pertama, mematuhi perintahnya, dan tidak akan melakukan segala sesuatu yang
dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu, hidupnya akan
diisi dengan kegiatan yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah SWT dan
rahmatan lil’alamiin;
Kedua, tidak malu, ketika ia diberi label “tradisional”, karena baginya
“tradisional” bermakna, sebagai kesiapan seorang manusia untuk melakukan tradisi
kebajikan secara rasional dalam hidupnya.
Ketiga, tenang saja, ketika ia diberi label “modern”, karena baginya
“modern” bermakna, sebagai kesiapan seorang manusia untuk membangun momen dermawan
pada setiap kesempatan. Sudah saatnya momen-momen yang ada dimanfaatkan untuk
menunaikan zakat, infaq, dan sedekah.
Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa
kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat
Islam di seluruh dunia.
Semoga Allah SWT
berkenan meridhai…
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar