ABOUT ISLAM

Sabtu, 16 Juni 2012

KETERGANTUNGAN DIRI


Secara umum, ketergantungan diri pada sesuatu adalah terlarang. Contoh, bagi orang yang mengalami ketergantungan obat, maka ia akan dirawat di rumah sakit ketergantungan obat. Satu-satunya ketergantungan yang dibolehkan, adalah ketergantungan kepada Allah SWT.

Mindset ini diajarkan oleh Allah SWT sebagai berikut, “Katakanlah, “Dialah Alah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak, dan tiada pula diperanakkan, serta tidak ada sesuatupun yang setara denganNya” (QS.112:1-4).

Berdasarkan petunjuk Allah SWT tersebut, maka sudah selayaknya manusia membangun ketergantungan dirinya kepada Allah SWT. Ketergantungan ini akan menjadikan manusia gemar berbuat kebajikan, karena Allah SWT memerintahkan manusia untuk berbuat kebajikan.

Dengan semangat kebajikan, maka petunjuk Allah SWT merupakan sesuatu yang fungsional bagi seorang manusia. Tanpa petunjuk Allah SWT manusia akan kehilangan fungsinya sebagai manusia. Selanjutnya, tanpa fungsi, maka manusia akan terhalang dari perannya sebagai manusia. Padahal setiap makhluk atau ciptaan Allah SWT memiliki fungsi dan perannya masing-masing.

Kemuliaan seorang manusia dapat diamati dari peran dan fungsinya sebagai manusia. Fungsi yang difahami dengan sungguh-sungguh akan terformat dalam mindset seorang manusia. Mindset ini akan membentuk sikap yang menyetujui dan memutuskan diri sebagai pelaku kebajikan.

Keputusan diri sebagai pelaku kebajikan, diwujudkan di alam nyata dengan tindakan-tindakan yang bernuansa kebajikan. Tindak kebajikan ini diulang-ulang terus menerus dalam setiap kesempatan, sehingga menjadi perilaku diri. Inilah karakter atau ciri seorang manusia yang memiliki ketergantungan pada Allah SWT.

Oleh karena itu, setiap manusia hendaknya berupaya membangun ketergantungan diri kepada Allah SWT, dan tidak tergantung pada sesuatu yang lain selain Allah SWT. Tepatnya, seorang manusia yang memiliki ketergantungan pada Allah SWT akan:

Pertama, mematuhi perintahnya, dan tidak akan melakukan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu, hidupnya akan diisi dengan kegiatan yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin;

Kedua, tidak malu, ketika ia diberi label “tradisional”, karena baginya “tradisional” bermakna, sebagai kesiapan seorang manusia untuk melakukan tradisi kebajikan secara rasional dalam hidupnya.

Ketiga, tenang saja, ketika ia diberi label “modern”, karena baginya “modern” bermakna, sebagai kesiapan seorang manusia untuk membangun momen dermawan pada setiap kesempatan. Sudah saatnya momen-momen yang ada dimanfaatkan untuk menunaikan zakat, infaq, dan sedekah.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.

Semoga Allah SWT berkenan meridhai…

...

Tidak ada komentar: