Setiap manusia
memiliki harga diri, karena Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk
yang mulia. Harga diri seorang manusia tidak boleh dikorbankan, karena hal itu
berarti mengabaikan kemuliaan yang dihadiahkan Allah SWT kepada manusia.
Harga diri
seorang manusia tidak ditentukan oleh kelimpahan harta, tidak ditentukan oleh
ketinggian pangkat dan jabatan, tidak ditentukan oleh tingginya peringkat dan
gelar (akademis dan sosial), serta tidak ditentukan oleh asal muasal keturunan.
Harga diri
seorang manusia ditentukan oleh ketaqwaannya kepada Allah SWT. Ketaqwaan
seorang manusia kepada Allah SWT mendorongnya beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin (bermanfaat optimal
bagi lingkungan atau alam semesta).
Dalam konteks rahmatan lil’alamiin, seorang manusia
perlu menghindarkan diri dari prasangka buruk, terutama prasangka buruk kepada
Allah SWT. Prasangka buruk kepada Allah SWT merupakan sesuatu yang dapat
mengganggu kehidupan seorang manusia. Oleh karena itu, setiap manusia dianjurkan untuk berprasangka baik kepada
Allah SWT.
Prasangka buruk kepada Allah SWT mengakibatkan timbulnya suasana hati yang
mudah cemas berlebihan, dan tidak nyaman. Akibatnya kinerja seorang manusia
yang berprasangka buruk kepada Allah SWT seringkali tidak optimal. Tidak
sedikitpun prasangka buruk kepada Allah SWT dapat memberi manfaat kepada
manusia. Bahkan apabila tidak segera dihilangkan, prasangka buruk kepada Allah
SWT dapat menjebak seorang manusia, sehingga ia percaya pada prasangka
buruknya.
Prasangka buruk kepada Allah SWT merupakan pikiran menyesatkan yang merasuk
pada diri seorang manusia. Oleh karena itu, prasangka buruk kepada Allah SWT
harus dilawan, dan harus segera dihadirkan pesaingnya, yaitu prasangka baik
kepada Allah SWT. Untuk itu, setiap manusia harus memeriksa pikirannya sejak
dini, atau sejak ia sadar tentang pentingnya memeriksa pikiran.
Caranya, upayakan agar pikiran mengarah pada dorongan peningkatan kualitas
diri, terutama peningkatan taqwa kepada Allah SWT. Bangun pikiran yang mampu
meningkatkan taqwa kepada Allah SWT dengan menghasilkan pikiran yang bersedia
terus menerus menyemangati diri dalam berbuat kebajikan.
Upayakan agar pikiran dapat memanfaatkan semangat berbuat kebajikan, dengan
menghasilkan pikiran baru yang dapat mengotimalkan manfaat kebajikan yang telah
dilakukan bagi orang lain. Pikiran yang berisi optimalisasi manfaat kebajikan
ini dapat mendorong terciptanya pikiran yang mampu menyediakan solusi, bila ada
pihak atau orang lain yang belum mampu memanfaatkan kebajikan yang telah
dilakukan. Dengan kata lain, pikiran baru perlu dihasilkan, yaitu pikiran yang
mampu menyediakan solusi.
Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk
kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.
Semoga Allah SWT berkenan meridhai...
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar