“Pengorbanan diri” bukanlah terminologi
(istilah) yang mengarah pada kejahatan. Sebaliknya, “pengorbanan diri”
merupakan terminologi yang mengarah dan menginspirasi kebajikan. Seorang
manusia yang mampu melakukan “pengorbanan diri”, adalah seorang manusia yang
mampu menjadikan dirinya sebagai instrumen kebajikan, yaitu orang yang gemar
beribadah kepada Allah SWT, dan gemar memberi manfaat optimal kepada
masyarakat, atau rahmatan lil’alamiin.
Seorang manusia yang mampu melakukan
“pengorbanan diri”, adalah seorang manusia yang juga mampu mengendalikan dan
mengarahkan dirinya, agar dapat melaksanakan tugas dan fungsi kemanusiaannya.
Sebagai manusia, ia wajib beribadah kepada Allah SWT; dan sebagai manusia,
iapun wajib berbuat kebajikan kepada sesama manusia.
Oleh karena itu, seorang manusia yang siap
melakukan ”pengorbanan diri” akan berupaya memperbaiki diri, agar ia dapat
mempersembahkan sesuatu yang terbaik yang ada pada dirinya kepada Allah SWT.
Caranya: Pertama, membangun kualitas diri. Untuk itu ia akan terlebih dahulu
memaknai sukses dengan tepat; agar ia dapat membangun percaya diri yang kuat;
karena memiliki basis pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang memadai;
sehingga ia berpeluang mengatur dan mengembangkan dirinya.
Kedua, meningkatkan kualitas diri. Untuk itu ia akan berupaya
meningkatkan kontribusi kebajikannya; dengan cara memperhatikan kelebihan dan
kekurangan yang ada pada pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya; sehingga
ia dapat mengeliminasi kekurangan, dan mengembangkan kelebihan yang ada pada
pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya; agar ia dapat menjadi pribadi
mandiri yang mampu berkontribusi optimal.
Ketiga, mengembangkan kualitas diri. Untuk itu ia akan berupaya mengendalikan
diri; dengan tidak menipu, dan tidak merusak diri sendiri dan orang lain;
sehingga ia dapat membuktikan kemuliaan dirinya; melalui kebajikan optimal yang
dilakukannya.
Keempat, optimalisasi kualitas diri. Untuk itu ia akan bersungguh-sungguh
mengikhtiarkan nasib baiknya; dengan cara mendidik dan meningkatkan disiplin
diri, serta meniadakan kesombongan yang
ada pada diri; sehingga dapat meningkatkan dampak kebajikan optimalnya, baik
bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Kelima, ekspresi kualitas diri. Untuk itu ia akan menyembunyikan kebajikan
yang pernah dilakukannya; agar semakin banyak orang yang tidak mengetahui
kontribusi kebajikannya; sehingga ia berpeluang memperoleh ridha Allah SWT;
seraya tetap meningkatkan kekhusyuan beribadah kepada Allah SWT, dan meningkatkan
kontribusi kebajikan bagi sesama manusia.
Setelah menjadi peribadi yang siap
melakukan pengorbanan diri, barulah ia layak berharap menjadi bagian dari
orang-orang yang dimaksud oleh Allah SWT, dalam firmanNya: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah
hamba-hambaKu, dan masuklah dalam surgaKu” (QS.89:27-30).
Selamat
merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa
Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.
Semoga Allah SWT berkenan meridhai…
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar