Setiap orang berkeinginan
memuaskan diri. Keinginan ini wajar dan sah sepanjang tidak berlebihan dan
tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT. Keinginan ini menjadi mulia bila
yang bersangkutan sangat ingin melakukan kebajikan. Ia baru merasa puas bila
telah berhasil beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin (memberi
manfaat optimal bagi lingkungan). Ukuran kebajikan yang dianutnya adalah ukuran
kebajikan yang ditetapkan oleh Allah SWT sebagaimana tertuang dalam Al Qur’an,
dijelaskan dalam Al Hadist, dan dinasehatkan oleh para ulama salaf.
Untuk dapat memuaskan
diri dalam melakukan kebajikan, maka seseorang perlu melakukan: Pertama, memanfaatkan segenap
kemampuan, keahlian, dan kekuasaannya untuk berbuat kebajikan, yang ditujukan
bagi sesama manusia dan makhluk Allah SWT lainnya. Baginya tiada hari tanpa
kebajikan. Meski sekecil apapun kebajikan yang mampu ia lakukan pada hari itu.
Kedua, berupaya berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku adil bagi dirinya
dan orang lain. Ia harus adil pada dirinya, dengan menjadikan ridha Allah SWT
sebagai tujuan hidup, melalui hidup yang dipenuhi ibadah kepada Allah SWT, dan
bermanfaat optimal bagi lingkungan di sekitarnya. Ia juga harus adil kepada
orang lain dengan memenuhi hak orang lain yang berkaitan dengan dirinya,
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT.
Ketiga, bersikap proporsional dalam merespon masalah. Caranya dengan berlatih
responsif, serta menghindari sikap pasif, dan reaktif terhadap masalah. Ia harus
mampu merespon dalam “dosis” yang terukur atas masalah yang dialaminya. Ia
tidak boleh pasif dalam menyikapi masalah, meskipun masalah itu dalam “dosis”
yang sangat kecil dan terkesan remeh. Namun ia juga tidak boleh reaktif dalam
menyikapi masalah, meskipun masalah itu nampak penting dan sangat berpengaruh
atas dirinya.
Keempat, mampu bersyukur pada Allah SWT atas semua ketetapanNya yang telah ia
terima. Baginya takdir dan ketetapan Allah SWT adalah sesuatu yang terbaik bagi
dirinya. Ia tidak pernah menggerutu atas musibah yang menimpa dirinya,
sebaliknya ia berupaya mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap musibah yang
dialaminya. Dengan empat hal yang dilakukannya, sebagaimana yang telah
diuraikan, maka seseorang berpeluang mampu memuaskan diri dalam hal kebaikan.
Kepuasan ini akan
membahagiakannya di dunia, dan insyaAllah akan membahagiakannya pula di
akherat, karena telah menjadi hamba Allah SWT yang baik. Allah SWT berpesan:
“Katakanlah, “Tidak sama yang buruk dengan yang baik.” Meskipun banyaknya yang
buruk itu menarik hatimu. Maka bertaqwalah kepada Allah, hai orang-orang
berakal, agar kamu mendapat keberuntungan” (QS.5:100).
Selamat berikhtiar… semoga Allah SWT meridhai.
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar