Allah (God) said, "Say please, "God is Allah, the One and Only. Allah is God, on whom all depend. Allah begets not, and nor is Allah begotten. And none is like Allah" (Qur'an, 112:1-4).
Allah also said, "Hi men (human)! Serve your God (Allah), who created you and those before you, so that you may have the righteousness" (Qur'an, 2:21).
So... the people who have their reason know, that no god, but God. God is Allah, the One and Only. Allah is God, on whom all depend. Allah begets not, and nor is Allah begotten, and none is like Allah.
So... the people must use their reason to know the truth. The people must be resist the myth about "the son of God". Try this at home, please...
ABOUT ISLAM
Sabtu, 19 Desember 2009
Sabtu, 12 Desember 2009
KEMAMPUAN MENAHAN AMARAH
Allah SWT berfirman, "Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (Allah), dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya pada waktu lapang dan waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta memaafkan kesalahan orang lain. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS.3:133-134).
Firman Allah SWT dalam QS.3:133-134 menempatkan kemampuan menahan amarah sebagai kemampuan orang yang bertaqwa, yang disejajarkan dengan kemampuan menafkahkan harta, dan memaafkan kesalahan orang lain. Relasi ketiga kemampuan ini dapat dipandang sebagai relasi yang bersifat paralel, maupun linier. Ketika dipandang sebagai relasi paralel, maka masing-masing kemampuan difahami sebagai kemampuan yang dapat dikonstruksi secara bersamaan. Sebaliknya, ketika dipandang sebagai relasi linier, maka kemampuan awal yang dapat dikonstruksi adalah kemampuan menahan amarah, lalu kemampuan memaafkan orang lain, dan akhirnya kemampuan menafkahkan harta.
Secara rasional diketahui, bahwa kemampuan menahan amarah pada diri seseorang, akan memberinya kesempatan untuk memaafkan kesalahan orang lain, yang telah menimbulkan amarah. Pada gilirannya, setelah seseorang berdamai dengan orang lain, dan kemudian menjadi sahabat atau merasa sebagai saudara, maka seseorang tersebut berpeluang menafkahkan hartanya (misal: memberi hadiah) kepada orang lain sebagaimana dimaksud.
Demikianlah Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan dan mengajak manusia untuk berbuat kebaikan. Karena sesungguhnya, nilai-nilai Islam yang merupakan terminologi kodifikan (istilah yang menyatukan) segenap ajaran Islam, merupakan seperangkat nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu pula, setiap manusia hendaknya bersungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Firman Allah SWT dalam QS.3:133-134 menempatkan kemampuan menahan amarah sebagai kemampuan orang yang bertaqwa, yang disejajarkan dengan kemampuan menafkahkan harta, dan memaafkan kesalahan orang lain. Relasi ketiga kemampuan ini dapat dipandang sebagai relasi yang bersifat paralel, maupun linier. Ketika dipandang sebagai relasi paralel, maka masing-masing kemampuan difahami sebagai kemampuan yang dapat dikonstruksi secara bersamaan. Sebaliknya, ketika dipandang sebagai relasi linier, maka kemampuan awal yang dapat dikonstruksi adalah kemampuan menahan amarah, lalu kemampuan memaafkan orang lain, dan akhirnya kemampuan menafkahkan harta.
Secara rasional diketahui, bahwa kemampuan menahan amarah pada diri seseorang, akan memberinya kesempatan untuk memaafkan kesalahan orang lain, yang telah menimbulkan amarah. Pada gilirannya, setelah seseorang berdamai dengan orang lain, dan kemudian menjadi sahabat atau merasa sebagai saudara, maka seseorang tersebut berpeluang menafkahkan hartanya (misal: memberi hadiah) kepada orang lain sebagaimana dimaksud.
Demikianlah Allah SWT melalui Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan dan mengajak manusia untuk berbuat kebaikan. Karena sesungguhnya, nilai-nilai Islam yang merupakan terminologi kodifikan (istilah yang menyatukan) segenap ajaran Islam, merupakan seperangkat nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu pula, setiap manusia hendaknya bersungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Minggu, 06 Desember 2009
ISLAMIC PHOBIA
In a historical or geopolitical sense the term usually refers collectively to moslem majority countries or countries in which Islam dominates politically. Moslem history involves the history of the Islamic faith as a religion, and as a social institution.
The history of Islam began in Arabia with The Prophet Muhammad (peace be upon him) first recitations of The Holy Qur'an in the 7th century. The Caliphate grew rapidly geographically expansion of moslem power well beyond the Arabian peninsula in the form of a vast moslem empire with an area of influence that stretched from northwest
The Islamic Empire significantly contributed to globalization during the Islamic Golden Age, when the knowledge, trade, and economies from many previously isolated regions, and civilizations began integrating due to contacts with moslem explorers, sailors, scholars, traders, and travelers. This helped establish the Islamic Empire as the world's leading extensive economic power throughout the 7th-13th centuries. Several contemporary medieval Arabic reports also suggest that moslem explorers from al-Andalus (Spain) may have travelled in expeditions across the
Now, many peoples in West world have Islamic phobia. They manifest their phobia in attack to moslem peoples in West world, and Islamic world. The U.S.-led "war on terrorism" has been a war on Islam. In 2009, in his first formal television interview as USA President, Barack Obama, addressed the Islamic world for a new partnership, "based on mutual respect and mutual interest." But until now, moslem peoples in
Sabtu, 05 Desember 2009
PROSES PEMBELAJARAN SOSIAL
Umat yang memiliki kualitas interaksi sosial yang benar, baik, dan indah adalah umat yang berkenan menerapkan konsepsi muamallah secara tepat, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjadi acuannya. Untuk itu dibutuhkan suatu upaya yang disebut "PPS" atau "Proses Pembelajaran Sosial" (Social Learning Process), yang tujuannya agar umat memiliki kecerdasan sosial yang memadai.
Kecerdasan sosial adalah suatu kemampuan pada diri individu atau masyarakat (society), untuk mengendalikan pemikiran, sikap, dan perilakunya bagi kepentingan bersama (masyarakat), sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjadi acuannya.
Nilai-nilai Islam, antara lain memuat konsepsi, bahwa: Pertama, setiap manusia hendaknya hidup dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak). Kedua, dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqamah, Ikhlas, dan Ridha). Ketiga, untuk menjalankan peran sebagai MUASiR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Assabiquunal awwalluun, Sirajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin). Keempat, sehingga terbentuk peradaban Islam yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori).
Sebagai panduan pelaksanaan PPS, Allah SWT menjelaskan tentang perlunya menggunakan Al Qur'an sebagai referensi utama. Allah SWT berfirman, "Inilah ayat-ayat Kitab yang penuh hikmah, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS.31:2-3).
Dalam PPS ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh individu atau masyarakat, yang tertuang dalam firman Allah SWT sebagai berikut, "Maka hal-hal yang diberikan kepada kamu, itu adalah kenikmatan hidup yang ada di dunia. Namun hal-hal yang berada di sisi Allah adalah lebih baik, dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman. Hanya kepada Tuhannya (Allah) mereka bertawakal (berserah diri). Yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar, dan perbuatan-perbuatan keji, serta apabila mereka marah, mereka akan memberi maaf" (QS.42:36-37).
Berdasarkan QS.42:36-37 diketahui, bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh individu atau masyarakat dalam PPS, antara lain: Pertama, kemampuan bersyukur kepada Allah SWT. Kedua, kemampuan memahami bahwa dekat dengan Allah SWT merupakan sesuatu yang memiliki nilai tertinggi. Ketiga, kemampuan berserah diri kepada Allah SWT. Keempat, kemampuan menjauhi (tidak melakukan) perbuatan dosa dan keji. Kelima, kemampuan mengelola amarah secara proporsional, yang biasa disebut "angry management".
Bersumber dari faktor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut, lembaga atau institusi penyelenggara dapat menuangkannya ke dalam kurikulum pendidikan dan latihan. Dengan demikian kurikulum pendidikan dan latihan PPS merupakan perwujudan arahan QS.42:36-37, sehingga diharapkan PPS yang diselenggarakan mendapat ridha Allah SWT dan bermanfaat bagi individu dan masyarakat. InsyaAllah........
Kecerdasan sosial adalah suatu kemampuan pada diri individu atau masyarakat (society), untuk mengendalikan pemikiran, sikap, dan perilakunya bagi kepentingan bersama (masyarakat), sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjadi acuannya.
Nilai-nilai Islam, antara lain memuat konsepsi, bahwa: Pertama, setiap manusia hendaknya hidup dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak). Kedua, dengan berpikir, bersikap, dan berperilaku FAST-I2R (Fathonah, Amanah, Shiddiq, Tabligh, Istiqamah, Ikhlas, dan Ridha). Ketiga, untuk menjalankan peran sebagai MUASiR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Assabiquunal awwalluun, Sirajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin). Keempat, sehingga terbentuk peradaban Islam yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori).
Sebagai panduan pelaksanaan PPS, Allah SWT menjelaskan tentang perlunya menggunakan Al Qur'an sebagai referensi utama. Allah SWT berfirman, "Inilah ayat-ayat Kitab yang penuh hikmah, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan" (QS.31:2-3).
Dalam PPS ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh individu atau masyarakat, yang tertuang dalam firman Allah SWT sebagai berikut, "Maka hal-hal yang diberikan kepada kamu, itu adalah kenikmatan hidup yang ada di dunia. Namun hal-hal yang berada di sisi Allah adalah lebih baik, dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman. Hanya kepada Tuhannya (Allah) mereka bertawakal (berserah diri). Yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar, dan perbuatan-perbuatan keji, serta apabila mereka marah, mereka akan memberi maaf" (QS.42:36-37).
Berdasarkan QS.42:36-37 diketahui, bahwa faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh individu atau masyarakat dalam PPS, antara lain: Pertama, kemampuan bersyukur kepada Allah SWT. Kedua, kemampuan memahami bahwa dekat dengan Allah SWT merupakan sesuatu yang memiliki nilai tertinggi. Ketiga, kemampuan berserah diri kepada Allah SWT. Keempat, kemampuan menjauhi (tidak melakukan) perbuatan dosa dan keji. Kelima, kemampuan mengelola amarah secara proporsional, yang biasa disebut "angry management".
Bersumber dari faktor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut, lembaga atau institusi penyelenggara dapat menuangkannya ke dalam kurikulum pendidikan dan latihan. Dengan demikian kurikulum pendidikan dan latihan PPS merupakan perwujudan arahan QS.42:36-37, sehingga diharapkan PPS yang diselenggarakan mendapat ridha Allah SWT dan bermanfaat bagi individu dan masyarakat. InsyaAllah........
Label:
Allah,
angry,
bersyukur,
management,
marah.,
pembelajaran,
proses,
sosial
Langganan:
Postingan (Atom)