Pada postingan sebelumnya, blog ini pernah menyebutkan tentang “beralamat sendiri”, yang mengandung makna mandiri. Seseorang dikatakan telah beralamat sendiri, bila pemikiran, sikap, dan perilaku orang tersebut tidaklah dideterminir atau ditentukan oleh pihak lain di luar dirinya. Berbekal kemampuan, kepercayaan, dan potensi yang dimilikinya, orang tersebut menetapkan sendiri pemikiran, sikap, dan perilakunya.
Pengertian “berdiri sendiri” memiliki persamaan dan perbedaan dengan “beralamat sendiri”. Persamaannya, keduanya sama-sama mengandung makna mandiri. Hanya saja, beralamat sendiri belum memperhitungkan kemampuan menahan “badai sosial”, sedangkan berdiri sendiri sudah memperhitungkan kemampuan menahan “badai sosial”.
Badai sosial merupakan sesuatu yang lazim dialami oleh seorang manusia kapanpun dan di manapun ia berada. Semakin besar peran yang dimainkan oleh seseorang dalam mewujudkan kebajikan, maka akan semakin besar pula badai sosial yang menerpanya.
Sebagai contoh, seseorang yang berperan dalam upaya merubah perilaku sekelompok penjudi agar tidak lagi berjudi, akan diterpa oleh berbagai tekanan dan intimidasi dari pihak-pihak yang selama ini memperoleh keuntungan besar dari bisnis judi. Semakin besar peran orang tersebut dalam merubah perilaku penjudi, maka akan semakin besar pula tekanan dan intimidasi dari pihak-pihak yang mendukung perjudian.
Seseorang yang mampu berdiri sendiri, adalah seseorang yang pemikiran, sikap, dan perilakunya tidak dideterminir atau ditentukan oleh pihak lain di luar dirinya, melainkan dia sendirilah yang menentukannya. Berbekal kemampuan, kepercayaan, dan potensi yang dimilikinya, orang tersebut menetapkan sendiri pemikiran, sikap, dan perilakunya dalam menahan dan menepis badai sosial.
Contoh, seseorang yang merintis usaha rumah makan di lingkungan yang telah banyak berdiri rumah makan, maka selain harus menyajikan makanan yang halal dan sehat dalam suasana nyaman, ia juga harus memiliki kiat dan jaringan pertemanan yang siap menghadapi intimidasi dari pemilik rumah makan yang telah ada sebelumnya dan gangguan dari preman setempat.
Saat ini, berdiri sendiri merupakan suatu kemampuan yang penting bagi manusia, karena kemampuan ini menjadikan manusia dapat menghadapi badai sosial dengan mata terbuka, dan tetap fokus pada kebajikan yang diperjuangkan. Kebajikan merupakan perbuatan baik yang bermanfaat di dunia dan akherat bagi yang membantu dan yang dibantu.
Untuk itu, seseorang yang ingin memiliki kemampuan berdiri sendiri hendaknya bersungguh-sungguh membangun kecerdasannya. Ia juga harus terus menerus berinteraksi dengan orang-orang yang cerdas dunia dan cerdas akherat.
Kata kuncinya, “Jangan pernah kehilangan kesempatan berbuat kebajikan, karena hidup di dunia hanya satu kali dan tak akan terulang kembali.”
Allah s.w.t. berfirman, “Dan janganlah engkau turut segala sesuatu yang tidak engkau ketahui ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan ditanya” (QS.17:36).
Dengan demikian, seorang manusia yang ingin mampu berdiri sendiri, hendaknya: Pertama, bersungguh-sungguh mempelajari ilmu tentang kemampuan berdiri sendiri. Hal ini akan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hatinya menjadi pendengaran, penglihatan, dan hati yang mampu berkontribusi bagi yang bersangkutan, dalam mewujudkan kemampuan berdiri sendiri.
Kedua, bersungguh-sungguh mempelajari ilmu tentang kebajikan dalam persepektif Allah SWT. Hal ini akan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hatinya menjadi pendengaran, penglihatan, dan hati yang mampu berkontribusi bagi yang bersangkutan, dalam melakukan kebajikan.
Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai…
1 komentar:
assalamualaikum ustad... maaf batin lahir ya.
ustad minta di tampilkan gadget "label" nya biar gampang nyari kategori artikel ustad
Posting Komentar