ABOUT ISLAM

Sabtu, 21 April 2012

MENGEKALKAN DIRI


Istilah “mengekalkan diri” bukanlah berarti kekal (abadi) secara fisik, karena setiap yang bernyawa akan mengalami mati. Dengan demikian yang diharapkan kekal adalah karyanya, bukan fisiknya. Meskipun secara fisik (biologi) seseorang telah mati, meninggal, berpulang, atau wafat, tetapi karyanya masih kekal dalam pikiran atau hati umat manusia.

Namun demikian setiap manusia hendaknya menyadari, bahwa karya manusia memiliki dua prospek (kemungkinan), yaitu karya yang baik dan karya yang buruk. Contoh karya yang buruk, antara lain karya para petinggi Israel yang tak akan pernah terlupakan di hati Bangsa Palestina, dan manusia pada umumnya.

Kekejian, kebengisan, dan kekejaman para petinggi Israel merupakan karya terbesar yang mereka persembahkan bagi umat manusia dan kemanusiaan. Bagi para petinggi Israel, insyaAllah di akherat, Allah SWT akan memberi hadiah keburukan yang tak pernah terbayangkan oleh manusia. Inilah keadilan Allah SWT, di mana setiap manusia mendapat hadiah (hasil) sesuai dengan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya.

Sementara itu, contoh karya yang baik, antara lain karya para ilmuwan, yang sampai saat ini masih dapat dinikmati, digunakan, dan dikembangkan oleh umat manusia untuk merancang dan mewujudkan kebajikan. Sesuai dengan tugas dan fungsi manusia, maka sesungguhnya setiap manusia diharapkan dapat meninggalkan karya yang baik bagi manusia dan kemanusiaan.

Oleh karena itu: Pertama, harta yang dimiliki seorang manusia hendaknya dikeluarkan (dikontribusikan) untuk mendukung kebajikan. Kedua, ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang dikuasainya hendaklah memiliki nuansa kebajikan, sehingga bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan. Ketiga, keturunannya (anak) hendaklah senantiasa mampu berbuat kebajikan, karena ia telah mendidik mereka dengan baik (sesuai Al Qur’an dan Al Hadist).

Setiap manusia hendaknya bersungguh-sungguh dalam mengelola harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunannya. Kesemua itu harus diarahkan pada kebajikan, agar bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan.

Harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunan seorang manusia hendaknya terus menerus tampil sebagai kebajikan. Sebaliknya, setiap kejadian yang bernuansa kebajikan hendaknya dapat memanfaatkan kehadiran harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunan yang telah ditinggalkan oleh orang tersebut.

Inilah kekekalan diri seorang manusia, yaitu ketika keberadaan fisik tidak lagi menjadi persyaratan bagi kehadirannya. Tetapi semua ini berawal pada kemampuan seorang manusia dalam mendapatkan harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunan yang baik.

Oleh karena itu: Pertama, bekerjalah dengan tekun, dan bersemangat dengan cara yang halal (diperkenan atau dimuliakan Allah SWT) agar memperoleh harta yang memadai untuk pelaksanaan tugas dan fungsi manusia. Kedua, belajar, berlatih, dan berikhtiarlah agar memperoleh ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang bermanfaat bagi manusia, karena kental dengan nuansa kebajikan. Ketiga, menikahlah dengan orang yang shaleh atau shalehah agar memperoleh keturunan yang baik (shaleh dan shalehah), sambil berikhtiar mendidik keturunannya dengan sebaik-baiknya.

Apabila seseorang berhasil mengelola harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunannya dengan baik, maka sesungguhnya ia telah berhasil mengekalkan dirinya. Meskipun ia telah meninggalkan dunia ini, umat manusia akan tetap mengingatnya sebagai ahli kebajikan. InsyaAllah di akherat, Allah SWT akan memberinya hadiah kebaikan yang tak pernah terbayangkan oleh manusia.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT untuk kebaikan Bangsa Indonesia dan Bangsa Palestina.

 Semoga Allah SWT berkenan meridhai…

...

Tidak ada komentar: