Di antara sekian banyak umat manusia di seluruh dunia, maka umat Islam merupakan sebuah komunitas kebaikan dan kebenaran. Ukuran kebaikan dan kebenarannya tidaklah ditetapkan oleh manusia melainkan oleh Allah SWT, melalui ukuran-ukuran yang tertuang dalam Al Qur'an (Himpunan Firman Allah SWT).
Dalam konteks kekinian, Bangsa Indonesia beberapa hari yang lalu telah memiliki kabinet baru, yaitu "Kabinet Indonesia Bersatu II", yang di antara menterinya terdapat beberapa menteri yang beragama Islam. Oleh karena itu, para menteri yang beragama Islam ini hendaknya dapat menunjukkan kualitas sebagai anggota dari komunitas muslim, yang merupakan komunitas kebaikan dan kebenaran.
Sesuai dengan kualitas komunitas, dan nilai-nilai Islam yang menjadi substansi komunitas, maka harus ada keinginan para menteri tersebut untuk konsisten, pada nilai-nilai Islam, dengan bertahan dan terus menerus memupuk nilai-nilai Islam, yang terdiri dari aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak. Wujud konkritnya berupa upaya: (1) menyeru kebaikan dan kebenaran, serta (2) melarang orang lain melakukan kemunkaran.
Tujuan dari upaya ini adalah agar Bangsa Indonesia berhasil mencapai kejayaan, sebagaimana firman Allah SWT, sebagai berikut, "Dan hendaklah ada di antara kamu, suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, serta menyuruh orang melakukan yang benar, dan melarang yang munkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan" (QS.3:104).
Para menteri ini hendaknya mengingatkan banyak pihak, bahwa sesungguhnya Allah SWT Maha Menyayangi hambanya. Oleh karena itu, jika terjadi kebaikan bagi seseorang, maka hal itu tentulah berasal dari Allah SWT. Hal ini disitir Allah SWT, dengan menyatakan, "Apapun kebaikan yang terjadi padamu asalnya dari Allah. Dan apapun yang buruk menimpamu asalnya dari dirimu sendiri" (QS.4:79).
Selain bercerita tentang kebaikan, QS. 4:79 memperlihatkan adanya penjelasan, bahwa keburukan yang menimpa manusia tentulah berasal dari dirinya sendiri. Kekeliruan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku telah mengakibatkan manusia menghadapi banyak masalah. termasuk dalam hal ini ketidak-mampuan merespon masalah (misal bencana alam) secara proporsional, seringkali hanya menimbulkan masalah baru.
Kebaikan dan kebenaran seringkali harus dikonstruksi secara cerdas, agar tidak terjebak dalam paradigma antroposentris, yang menganggap segala sesuatu buatan manusia memiliki status terpuji. Sudah saatnya kemajuan yang diperoleh, disadari sebagai hasil dari adanya kritik. Saat itulah manusia memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi optimal, sebagai bakti kepada Allah SWT dan rahmatan lil'alamiin.
Dengan demikian dinamika masyarakat tidak akan disikapi secara tidak acuh, melainkan justru harus disambungkan dengan semangat konsistensi yang proporsional. Sudah saatnya para menteri memahami firman Allah SWT, sebagai berikut: "Dijadikan indah nampaknya bagi manusia, kecintaan pada segala sesuatu yang diinginkan, seperti: wanita, anak-anak mereka, emas dan perak, harta benda yang bertumpuk-tumpuk, kuda-kuda pilihan, binatang ternak, serta tanah untuk bercocok tanam. Itulah harta benda hidup di dunia. Tetapi pada sisi Allah-lah seindah-indah tempat kembali" (QS.3:14).
Dalam konteks kekinian, Bangsa Indonesia beberapa hari yang lalu telah memiliki kabinet baru, yaitu "Kabinet Indonesia Bersatu II", yang di antara menterinya terdapat beberapa menteri yang beragama Islam. Oleh karena itu, para menteri yang beragama Islam ini hendaknya dapat menunjukkan kualitas sebagai anggota dari komunitas muslim, yang merupakan komunitas kebaikan dan kebenaran.
Sesuai dengan kualitas komunitas, dan nilai-nilai Islam yang menjadi substansi komunitas, maka harus ada keinginan para menteri tersebut untuk konsisten, pada nilai-nilai Islam, dengan bertahan dan terus menerus memupuk nilai-nilai Islam, yang terdiri dari aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak. Wujud konkritnya berupa upaya: (1) menyeru kebaikan dan kebenaran, serta (2) melarang orang lain melakukan kemunkaran.
Tujuan dari upaya ini adalah agar Bangsa Indonesia berhasil mencapai kejayaan, sebagaimana firman Allah SWT, sebagai berikut, "Dan hendaklah ada di antara kamu, suatu umat yang menyeru berbuat kebaikan, serta menyuruh orang melakukan yang benar, dan melarang yang munkar. Merekalah orang yang mencapai kejayaan" (QS.3:104).
Para menteri ini hendaknya mengingatkan banyak pihak, bahwa sesungguhnya Allah SWT Maha Menyayangi hambanya. Oleh karena itu, jika terjadi kebaikan bagi seseorang, maka hal itu tentulah berasal dari Allah SWT. Hal ini disitir Allah SWT, dengan menyatakan, "Apapun kebaikan yang terjadi padamu asalnya dari Allah. Dan apapun yang buruk menimpamu asalnya dari dirimu sendiri" (QS.4:79).
Selain bercerita tentang kebaikan, QS. 4:79 memperlihatkan adanya penjelasan, bahwa keburukan yang menimpa manusia tentulah berasal dari dirinya sendiri. Kekeliruan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku telah mengakibatkan manusia menghadapi banyak masalah. termasuk dalam hal ini ketidak-mampuan merespon masalah (misal bencana alam) secara proporsional, seringkali hanya menimbulkan masalah baru.
Kebaikan dan kebenaran seringkali harus dikonstruksi secara cerdas, agar tidak terjebak dalam paradigma antroposentris, yang menganggap segala sesuatu buatan manusia memiliki status terpuji. Sudah saatnya kemajuan yang diperoleh, disadari sebagai hasil dari adanya kritik. Saat itulah manusia memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi optimal, sebagai bakti kepada Allah SWT dan rahmatan lil'alamiin.
Dengan demikian dinamika masyarakat tidak akan disikapi secara tidak acuh, melainkan justru harus disambungkan dengan semangat konsistensi yang proporsional. Sudah saatnya para menteri memahami firman Allah SWT, sebagai berikut: "Dijadikan indah nampaknya bagi manusia, kecintaan pada segala sesuatu yang diinginkan, seperti: wanita, anak-anak mereka, emas dan perak, harta benda yang bertumpuk-tumpuk, kuda-kuda pilihan, binatang ternak, serta tanah untuk bercocok tanam. Itulah harta benda hidup di dunia. Tetapi pada sisi Allah-lah seindah-indah tempat kembali" (QS.3:14).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar