Kamis, 29 Oktober 2009, di Jakarta berlangsung National Summit 2009, atau Temu Nasional 2009, yang dihadiri oleh para pemimpin nasional dari seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuannya antara lain melakukan musyawarah, diskusi, atau kajian tentang peluang dan prospek kemajuan bangsa dan negara ke depan.
National Summit 2009 mengingatkan setiap muslim pada firman Allah SWT, sebagai berikut: "Dan jika kau tanyakan kepada mereka, "Siapa yang menciptakan langit dan bumi?" Tentulah mereka menjawab, "Allah." Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku. Jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku. Apakah mereka yang kamu seru selain Allah, mampu menghilangkan kemudharatan yang hendak ditimpakan itu? Atau, jika Ia (Allah) menghendaki rahmat bagiku, dapatkah mereka menahan rahmatNya?" Jawablah, "Cukuplah Allah bagiku! Kepadanyalah menaruh percaya orang-orang yang bertawakal" (QS.39:38).
QS.39:38 ini sangat relevan dengan National Summit 2009, terutama jika para pemimpin nasional berkenan menggunakan arahan Allah SWT sebagai jawaban, yaitu kalimat: "Cukuplah Allah bagiku! KepadaNyalah menaruh percaya orang-orang yang bertawakal." Berbasis kalimat ini sebagai mindset, maka para pemimpin nasional didorong oleh Allah SWT, untuk semakin bersemangat dalam memajukan bangsa dan negara.
Para pemimpin nasional tentunya juga faham, bahwa setiap manusia memiliki dua tugas utama, yaitu: beribadah kepada Allah SWT (lihat QS.51:56), dan rahmatan lil'alamiin (lihat QS.21:107). Berdasarkan dua tugas utama ini, setiap manusia, terutama para pemimpin nasional, wajib memajukan bangsa dan negara dalam frame nilai-nilai Islam (nilai-nilai universal), yaitu terwujudnya bangsa yang berkualitas FAST (Fathonah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh) sehingga mampu mempraktekkan kehidupan bernegara yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori).
Sudah saatnya para pemimpin nasional memperhatikan pula firman Allah SWT, "Hai orang yang beriman! Bersabarlah dan tabahlah. Pertahankanlah negeri, dan bertawakallah kepada Allah, supaya kamu berjaya" (QS.3:200). Dengan memperhatikan firman ini, selayaknya para pemimpin nasional terus berjuang, agar bangsa dan negara berjaya. Untuk itu, para pemimpin nasional harus beriman kepada Allah SWT, agar ia memiliki kesabaran dan ketabahan, ketika memajukan bangsa dan negara.
Para pemimpin nasional harus berani mengambil peran sebagai MUASIR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Assabiquunal awwalluun, SIrajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin), yang beraktivitas dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak). Dengan kata lain, para pemimpin nasional dituntut agar bersungguh-sungguh menjalankan perannya sebagai MUASIR dalam koridor AIM-A2, dengan memanfaatkan kualitas bangsa yang FAST, sehingga dapat mewujudkan kehidupan bernegara yang TRANSHUME.
Setelah berikhtiar secara optimal, para pemimpin nasional hendaknya memperhatikan firman Allah SWT, "Karena itu katakanlah, "Ya Tuhanku! Berilah ampun dan rahmat! Engkaulah (Allah) pemberi rahmat yang paling baik" (QS.23:118). Dengan kata lain, setelah bekerja keras, maka para pemimpin nasional hendaknya berdoa kepada Allah SWT, untuk memohon ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Adalah logis (rasional), ketika para pemimpin nasional memohon ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Hal ini dikarenakan, walaupun mereka telah bersungguh-sungguh mencermati kebijakan yang ditetapkannya, boleh jadi kebijakannya tidaklah tepat, sehingga mereka harus memohon ampunan dari Allah SWT. Selanjutnya, sekalipun kebijakannya tidaklah tepat, namun dengan rahmat dari Allah SWT ternyata bangsa dan negara masih dapat memperoleh keuntungan secara optimal.
Akhirnya, seluruh uraian artikel ini menunjukkan, bahwa para pemimpin nasional wajib mengusai nilai-nilai Islam. Mereka wajib menguasai ilmu Islam, karena Rasulullah Muhammad SAW pernah menjelaskan, bahwa amalan tanpa ilmu (Islam) akan tertolak. Pandangan ini kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut, bahwa sejujur apapun para pemimpin nasional, namun bila tidak berbasis pada nilai-nilai Islam (ilmu Islam), maka kejujurannya hanya akan berisi kebohongan. Hanya nilai-nilai Islam yang bersubstansi kebenaran, karena ia dari Allah SWT (melalui Al Qur'an), dan diajarkan kepada manusia oleh Rasulullah Muhammad SAW (melalui Al Hadist).
National Summit 2009 mengingatkan setiap muslim pada firman Allah SWT, sebagai berikut: "Dan jika kau tanyakan kepada mereka, "Siapa yang menciptakan langit dan bumi?" Tentulah mereka menjawab, "Allah." Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku. Jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku. Apakah mereka yang kamu seru selain Allah, mampu menghilangkan kemudharatan yang hendak ditimpakan itu? Atau, jika Ia (Allah) menghendaki rahmat bagiku, dapatkah mereka menahan rahmatNya?" Jawablah, "Cukuplah Allah bagiku! Kepadanyalah menaruh percaya orang-orang yang bertawakal" (QS.39:38).
QS.39:38 ini sangat relevan dengan National Summit 2009, terutama jika para pemimpin nasional berkenan menggunakan arahan Allah SWT sebagai jawaban, yaitu kalimat: "Cukuplah Allah bagiku! KepadaNyalah menaruh percaya orang-orang yang bertawakal." Berbasis kalimat ini sebagai mindset, maka para pemimpin nasional didorong oleh Allah SWT, untuk semakin bersemangat dalam memajukan bangsa dan negara.
Para pemimpin nasional tentunya juga faham, bahwa setiap manusia memiliki dua tugas utama, yaitu: beribadah kepada Allah SWT (lihat QS.51:56), dan rahmatan lil'alamiin (lihat QS.21:107). Berdasarkan dua tugas utama ini, setiap manusia, terutama para pemimpin nasional, wajib memajukan bangsa dan negara dalam frame nilai-nilai Islam (nilai-nilai universal), yaitu terwujudnya bangsa yang berkualitas FAST (Fathonah, Amanah, Shiddiq, dan Tabligh) sehingga mampu mempraktekkan kehidupan bernegara yang TRANSHUME (TRANSenden, HUManis, dan Emansipatori).
Sudah saatnya para pemimpin nasional memperhatikan pula firman Allah SWT, "Hai orang yang beriman! Bersabarlah dan tabahlah. Pertahankanlah negeri, dan bertawakallah kepada Allah, supaya kamu berjaya" (QS.3:200). Dengan memperhatikan firman ini, selayaknya para pemimpin nasional terus berjuang, agar bangsa dan negara berjaya. Untuk itu, para pemimpin nasional harus beriman kepada Allah SWT, agar ia memiliki kesabaran dan ketabahan, ketika memajukan bangsa dan negara.
Para pemimpin nasional harus berani mengambil peran sebagai MUASIR (Mujahiddin, Uswatun hasanah, Assabiquunal awwalluun, SIrajan muniran, dan Rahmatan lil'alamiin), yang beraktivitas dalam koridor AIM-A2 (Aqidah, Ibadah, Muamallah, Adab, dan Akhlak). Dengan kata lain, para pemimpin nasional dituntut agar bersungguh-sungguh menjalankan perannya sebagai MUASIR dalam koridor AIM-A2, dengan memanfaatkan kualitas bangsa yang FAST, sehingga dapat mewujudkan kehidupan bernegara yang TRANSHUME.
Setelah berikhtiar secara optimal, para pemimpin nasional hendaknya memperhatikan firman Allah SWT, "Karena itu katakanlah, "Ya Tuhanku! Berilah ampun dan rahmat! Engkaulah (Allah) pemberi rahmat yang paling baik" (QS.23:118). Dengan kata lain, setelah bekerja keras, maka para pemimpin nasional hendaknya berdoa kepada Allah SWT, untuk memohon ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Adalah logis (rasional), ketika para pemimpin nasional memohon ampunan dan rahmat dari Allah SWT. Hal ini dikarenakan, walaupun mereka telah bersungguh-sungguh mencermati kebijakan yang ditetapkannya, boleh jadi kebijakannya tidaklah tepat, sehingga mereka harus memohon ampunan dari Allah SWT. Selanjutnya, sekalipun kebijakannya tidaklah tepat, namun dengan rahmat dari Allah SWT ternyata bangsa dan negara masih dapat memperoleh keuntungan secara optimal.
Akhirnya, seluruh uraian artikel ini menunjukkan, bahwa para pemimpin nasional wajib mengusai nilai-nilai Islam. Mereka wajib menguasai ilmu Islam, karena Rasulullah Muhammad SAW pernah menjelaskan, bahwa amalan tanpa ilmu (Islam) akan tertolak. Pandangan ini kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut, bahwa sejujur apapun para pemimpin nasional, namun bila tidak berbasis pada nilai-nilai Islam (ilmu Islam), maka kejujurannya hanya akan berisi kebohongan. Hanya nilai-nilai Islam yang bersubstansi kebenaran, karena ia dari Allah SWT (melalui Al Qur'an), dan diajarkan kepada manusia oleh Rasulullah Muhammad SAW (melalui Al Hadist).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar